Selasa, 29 Juni 2010

Belajar bersama Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah

SIKAP SYI’AH TERHADAP PARA SAHABAT

Dengan menyebut nama Alloh yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Segala puji bagi Alloh yang Esa, sholawat semoga tercurah kepada Muhammad, Nabi terakhir, keluarga dan sahabat-sahabatnya.
Sesungguhnya Alloh Tabaaroka wa ta’ala telah memilih Nabi kita Muhammad Shollallohu ‘alaihi wa sallam dan memilih pula sahabat dan kerabat bagi beliau. Bukan hanya sekali Allah menyebut dan menyanjung mereka dalam Al Qur’an yang mulia. Alloh juga memuji mereka, menunjukkan keutamaan mereka dan menjelaskan bahwa mereka adalah sebaik-baik ummat. Semoga Alloh Ta’ala meridloi mereka.
Rasululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam juga telah memuji dan menyanjung mereka, memceritakan keutamaan mereka pada ummat, bahkan menegaskan bahwa mereka adalah sebaik-baik generasi ummat ini dalam sabdanya, “Sebaik-baik ummatku adalah generasiku.”[1] Rasululloh juga mewajibkan kita untuk mencintai mereka dan melarang kita dari membenci, mencela atau menyakiti mereka dengan cara apapun. Beliau Shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Alloh…Alloh…berhati-hatilah kalian berkenaan dengan para sahabatku. Jangan jadikan mereka sebagai sasaran sesudahku.[2] Barang siapa mencintai mereka maka dengan kecintaanku aku mencintai mereka. Barangsiapa membenci mereka maka dengan kebencianku aku membenci mereka. Barangsiapa menyakiti mereka sesungguhnya dia telah menyakitiku dan barangsiapa menyakitiku sesungguhnya dia telah menyakiti Alloh Tabaaroka wa Ta’aala dan barangsiapa menyakiti Alloh hampir pasti Alloh akan mengadzabnya.”[3]
Maka hati-hati dan hati-hatilah wahai para pecinta Rasululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam: jangan sampai kamu membenci sahabat-sahabatnya, sebab jika kamu membenci mereka sungguh kamu tergolong dalam “Barangsiapa yang membenci mereka maka dengan kebencianku aku membenci mereka”. Artinya kamu membenci Rosulmu. Alangkah ruginya kamu dan Alangkah buruknya nasibmu jika kamu membenci Nabimu Muhammad Shollallohu ‘alaihi wa sallam. Kewajibanmu wahai para pecinta Rasululloh -Shollallohu ‘alaihi wa sallam- adalah mencintai apapun yang dicintai oleh orang yang kamu cintai dan mencintai siapapun yang Ia perintahkan kamu untuk mencintainya. Beliau -Shollallohu ‘alaihi wa sallam- hanya mencintai yang baik (Thoyyib) dan tidak memerintahkan kecuali untuk mencintai orang-orang yang baik dan layak untuk dicintai . Semoga sholawat dan salam tercurah kepadanya, keluarganya dan para sahabat semuanya.
Hendaknya engkau ketahui wahai hamba Alloh bahwa mencela Nabimu Shollallohu ‘alaihi wa sallam lebih besar dosanya daripada sekedar membencinya. Karena orang yang mencela sekurang-kurangnya telah membenci. Maka dari itu waspadalah akan hal itu, dan engkau renungkan sabda Nabimu Shollallohu ‘alaihi wa sallam “Janganlah kalian mencela sahabat-sahabatku”[4] niscaya kamu akan mendapati larangan yang tegas dari Nabi agarjangan sampai ummatnya mencela para sahabat Nabi rodliyallohu ‘anhum.
Kaum Muslimin yang lurus keislamannya meneladani rosul mereka Muhammad Shollallohu ‘alaihi wa sallam dalam berislam dan mencintai sahabat-sahabatnya serta menghormati mereka. Kaum muslimin juga berijma’ akan tingginya kedudukan mereka, kemuliaan, dan keadilan mereka. Menurut mereka tiap-tiap sahabat itu adalah seorang yang adil dan imam yang utama; wajib bagi kaum Muslimin untuk menghormatinya, mencintainya, dan beristighfar untuknya serta yakin bahwa sebiji kurma yang disedekahkan salah satu sahabat lebih baik daripada shodaqoh salah seorang dari mereka yang dilakukan seumur hidupnya. Kaum Muslimin juga menetapkan hukum kafir bagi orang yang mencela sahabat, apabila celaan itu mengandung unsur pengingkaran terhadap sesuatu yang sudah jelas dari perkara dien ini atau bertentangan dengan nash yang shorih(jelas)[5]. An-Nuur: 63
Diantaranya sebagai berikut :
Kaum muslimin menghukumi kafir terhadap orang yang mengkafirkan dan menganggap murtad para sahabat dan mengecualikan beberapa gelintir saja. Sebab hal itu bertentangan dengan nash-nash yang jelas. Alloh Ta’ala menjelaskan bahwa Dia telah ridlo terhadap para sahabat Nabi dan Rasululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam menceritakan pada kita keutamaan mereka, menyanjung, dan menjelaskan kedudukan mereka. Orang yang menentang nash-nash ini sama dengan orang yang mendustakannya.
Kaum muslimin menghukumi kafir terhadap orang yang mengkafirkan dua syekh, Abu Bakar dan ‘Umar rodliyallohu Ta’ala ‘anhuma karena dengan demikian ia telah menolak nash yang tidak sedikit, nash yang menegaskan bahwa keduanya termasuk orang beriman yang paling utama dan termasuk penghuni surga. (ila huna 12 9)
Kaum Muslimin mengkafirkan orang yang menisbatkan perbuatan nista kepada shiddiqoh yang suci, ‘Aisyah dan atau orang yang mengingkari bahwa ia bersih dari kenistaan yang dituduhkan oleh gembong orang-orang munafik. Orang ini dipastikan kekafirannya karena ia tidak percaya kepada vonis bebas yang datang dari atas tujuh langit dan mendustakan nash yang tegas yang menetapkan kebersihannya. Juga ia telah menyelisihi firman Alloh Ta’ala surat an-nuur; 17.
Semua telah bersepakat (berijma’) dalam hal keutamaan para sahabat Rasululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam, dan tidak ada yang menyelisihi hal itu kecuali Syi’ah Rofidloh; yang telah mengarahkan anak panah mereka ke arah wajah para sahabat Rasululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam. Mereka ingin mengotori potret indah para sahabat, mencoret-coret lembaran putih bersih mereka dan menuduh mereka sebagai orang-orang munafik, para pengkhianat, dan para pendusta serta mengkafirkan mereka. Termasuk di dalamnya Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman, dan ke-sepuluh sahabat yang dikabarkan Rasululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam bahwa mereka masuk surga, pun Rasululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam wafat dalam keadaan ridlo terhadap mereka dan orang-orang selain mereka dari tokoh-tokoh sahabat dan orang-orang pilihan diantara mereka.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah[6] menyatakan bahwa orang-orang Yahudi dan Nasrani lebih baik daripada orang-orang Rofidloh dalam dua perkara. Aku pernah bertanya kepada orang-orang Yahudi, “Siapakah orang Yahudi yang terbaik?’ mereka menjawab; para sahabat Musa. Aku pernah bertanya kepada orang-orang Nasrani; ”Siapakah orang nasrani yang paling baik?” mereka menjawab para,” Hawari ‘Isa. “Aku juga bertanya kepada orang-orang Rofidloh,” Siapakah manusia yang paling buruk?” mereka menjawab,”Sahabat Muhammad -Shollallohu ‘alaihi wa sallam-. Begitulah mereka diperintahkan agar beristighfar untuk mereka, tetapi justru mencela mereka…”.[7]
Orang-orang Syi’ah membuat pernyataan mereka ini tanpa dasar dari Kitab Alloh ataupun sunnah Rasululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam. Hanyasanya teladan mereka dalam hal itu adalah “si anak hitam” ‘Abdulloh bin Saba’ Al Yahudy, orang yang pertama kali mencela para sahabat rodliyallohu ‘anhum dan mengkafirkan mereka. ‘Abdullah bin Saba’ pulalah yang pertama kali menyatakan berlepas diri dari sahabat seraya mengakui kesyi’ahannya[8].
‘Abdulloh bin Saba’ adalah orang yang pertama kali menebar benih-benih Rofidloh[9]; yang menyatakan vonis kafir bagi para sahabat dan celaan atas mereka. Dialah yang mengokohkan pondasi rofidloh dan darinya pula orang-orang syi’ah mengambil ‘Aqidah yang bathil ini berikut ‘aqidah-‘aqidah sesat lainnya yang menyelisihi Kitab Alloh dan sunnah Nabi-Nya Shollallohu ‘alaihi wa sallam.
Orang-orang Syi’ah tidak mencukupkan diri untuk berpegang kepada madzhab rofidloh yang berisi celaan terhadap para sahabat saja, akan tetapi mereka pun menyerukan dan mendakwahkannya. Mereka menempuh jalan itu dengan berbagai macam cara dan berbagai macam washilah. Semuanya demi memasukkan orang-orang Islam yang lalai sebanyak-banyaknya ke dalam madzhab yang rusak. Tentu saja dengan berbagai macam kedok diantaranya dengan alasan kecintaan atas ahlul bait dan sangkaan bahwa para sahabat tidak memberikan hak mereka yang semestinya, bahkan merebutnya dari mereka lalu mereka bersepakat untuk mendholimi mereka dan masih banyak lagi sangkaan mereka terhadap para sahabat, bagi orang yang berakal semua itu dusta, dan tidak dapat diterima.
Dan tidak diragukan lagi bahwa ahlulbait yang suci bari’ (tidak terkait sama sekali) dengan semua aqidah yang disifatkan oleh orang-orang Syi’ah dan dinisbatkan kepada mereka, khususnya aqidah Rofidloh. Ahlul bait mencintai para sahabat, memuliakan mereka, menghormati mereka, dan mendudukkan mereka sesuai dengan hak mereka.
Di zaman ketika Daulah Rofidloh tegak seperti sekarang ini, bahaya Syi’ah semakin bertambah dan merajalela. Kejahatan mereka semakin ganas di saat ahlussunnah lalai dan tidak mewaspadai gelombang pemikiran yang sangat buruk ini. Gelombang pemikiran yang hendak memburu tidak sedikit dari ahlussunnah dan menyeret mereka kepada aqidah Rofidloh. Gelombang yang akan selalu berusaha untuk menanamkan kebencian kepada para sahabat di lubuk hati. Semua itu dilakukan dengan cara yang tidak jujur, penuh jebakan dan berbagai macam syubhat, sehingga seorang yang jahil tidak akan dapat melepaskan diri darinya, kecuali yang dilindungi oleh Alloh.
Bahaya ini semakin bertambah seiring dengan semakin meluasnya kebodohan di kalangan ahlussunnah tentang ‘Aqidah Syi’ah. Mereka juga menyangka bahwasanya perbedaan yang terjadi antara Ahlussunnah dengan Syi’ah seperti halnya perbedaan di antara para pengikut madzhab-madzhab fiqh atau perbedaan dalam masalah furu’ saja.
Oleh sebab itu saya ingin menjelaskan kepada saudara-saudaraku kaum Muslimin satu aqidah dari sekian aqidah Syi’ah yang sangat bertentangan dengan aqidah Ahlussunnah. Yaitu aqidah mereka tentang kafir dan murtadnya para sahabat rodliyallohu ‘anhum, serta perkataan mereka tentang wajibnya mencela dan membenci mereka. Hal ini saya jelaskan agar kaum Muslimin berhati-hati terhadap syubhat-syubhat yang mereka hembuskan, dan tidak ‘membicarakan’, mencela, atau menyakiti para sahabat Nabi mereka. Semoga dengan itu ‘shubuh’ terlihat oleh mata, semua hakekat jelas bagi orang-orang yang punya akal. Supaya orang-orang yang lalai sadar akan kelalaiannya. Supaya mereka mengerti aqidah Syi’ah tentang generasi terbaik yang pernah dikenal oleh manusia, generasi sahabat, dan aqidah mereka tentang manusia terbaik setelah para Nabi dan para Rosul, yaitu sahabat-sahabat. Semoga sholawat dan salam tercurah kepada Rasululloh, keluarganya yang suci, sahabat-sahabatnya, dan para tabi’in, serta siapa saja yang mengikuti mereka sampai hari kiamat.
Indah sekali pernyataan penyair berikut ini:

Jangan sedikitpun anda berpaling kepada Rofidloh
Sungguh mereka telah mencela para sahabat tanpa dalil
Mereka melaknat juga membenci sahabat Ahmad (Muhammad)
Padahal mencintai mereka wajib bagi setiap insan
Mencintai sahabat dan kerabat (nabi) adalah sunnah
Itulahlah yang diperintahkan oleh Robbku saat Dia menghidupkanku
Waspadailah hukuman dari Alloh dan mengharaplah pada pahala-Nya
Hingga dirimu bagai seorang yang memiliki dua hati.

Bertolak dari sinilah kitab ini hendak menjelaskan secara ringkas aqidah Syi’ah tentang para sahabat langsung dari literatur mereka. Diharapkan ini menjadi hujjah yang tegak atas mereka dan menjadi penegas bahwa seperti inilah isi buku-buku yang mereka puji isinya, mereka sanjung dan mereka yakini keistiqomahan dan lurusnya aqidah para penulisnya.
Kitab ini terbagi menjadi beberapa majlis, semuanya menyoroti aqidah Syi’ah Itsna ‘Asyriyah tentang para sahabat secara ringkas.


MAJLIS PERTAMA

Tuduhan Syi’ah Itsna ‘Asyriyah Bahwa Para Sahabat Murtad Sepeninggal Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam

Seorang Muslim yang benar keislamannya tidak ragu dalam berpendapat tentang kedudukan para sahabat, keutamaan, dan ketinggian derajat mereka. Mereka adalah segolongan kaum yang telah dipilih oleh Alloh Tabaroka wa Ta’ala untuk menemani utusan-Nya yang paling utama, Muhammad Shollallohu ‘alaihi wa sallam. Mereka telah membenarkan, mendukung, menolong serta mengikuti cahaya yang dibawanya. Mereka telah mereguk sejuk segar dan mengenyam nikmat lezat lentera kenabian. Mereka telah mengikhlaskan diennya untuk Alloh. Dan di jalan-Nya mereka korbankan darah, nyawa, harta-benda, dan anak-anak mereka. Mereka telah mengokohkan bangunan, memperluas halaman, dan menaklukkan berbagai negeri di sekitarnya. Mereka pun telah menebarkan hidayah kepada sekalian hamba (Alloh). Maka, dengan itu semua mereka pantas untuk mendapatkan anugerah dari Alloh, cinta, rahmat, dan surga-Nya. Merekalah sebaik-baik umat yang dikeluarkan bagi manusia dan merekalah generasi terbaik.
Sedangkan Syi’ah Itsna ‘Asyriyah setelah mereka mengerti keutamaan para sahabat yang mulia, utama, dan suci tersebut, mereka justru menuduh para sahabat rodliyallohu ‘anhum yang mulia telah murtad semurtad-murtadnya seluruhnya kecuali segelintir saja. Dan menurut mereka sahabat yang tidak murtad hanya tiga sahabat saja, yaitu; Salman, Abu Dzar, dan Miqdad.
Salah seorang tokoh besar mereka, At-Tusturiy berkata, “Sebagaimana Musa telah datang untuk memberi petunjuk dan berhasil memberi petunjuk kepada banyak orang dari kalangan Bani Israil dan selain mereka, lalu mereka murtad di saat Musa masih hidup dan hanya Nabi Harun as saja yang bertahan di atas keimanannya, demikian pula Muhammad Shollallohu ‘alaihi wa sallam telah datang dan memberi petunjuk kepada banyak orang, akan tetapi mereka murtad sepeninggal beliau.”[10]
Jika anda bertanya kepada orang-orang Syi’ah tentang dalil yang menjadi sandaran pendapat mereka ini, mereka akan menyebutkan perkataan-perkataan ~yang tentu saja berisi kebohongan dan kedustaan~ dari imam-imam mereka (padahal orang-orang ini belum tentu sepakat dengan mereka), seperti; Ali bin Abu Tholib, Muhammad bin ‘Ali Baqir, Ja’far bin Muhammad ash-Shodiq, dan Musa bin Ja’far al-Kazhim serta yang lain.
- Salah satu perkataan yang dinisbatkan kepada ‘Ali bin Abu Tholib rodliyallohu ‘anhu, “Semua orang murtad sepeninggal Rasululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam kecuali empat orang saja.”[11] Mereka menambahkan ‘Ammar bin Yasir rodliyallohu ‘anhu.
- Sedangkan perkataan yang dinisbatkan kepada Muhammad bin ‘Ali al-Baqir rohimahullohu adalah, “Semua orang adalah ahlu riddah sepeninggal nabi kecuali tiga orang saja.”[12] dan “Seluruh manusia telah murtad kecuali tiga orang.”[13]
Orang Syi’ah telah menyifati sanad dari riwayat-riwayat ini mu’tabar.[14]
Ada juga riwayat-riwayat bohong lain, yang dicantumkan oleh orang-orang Syi’ah dalam kitab-kitab mereka dan mereka nisbatkan ~dengan penuh kebohongan dan kekejian~ kepada sebagian imam mereka.[15]
Tidak diragukan lagi bahwa para imam yang suci tersebut terlepas dari penisbatan-penisbatan yang didakwakan Syi’ah kepada mereka. Penisbatan tersebut murni fitnah, dan yang benar, mereka berdusta terhadap imam-imam kalangan ahlu bait Nabi Muhammad Shollallohu ‘alaihi wa sallam lebih banyak dibanding kedustaan mereka atas yang lain. Hal ini telah dikeluhkan oleh para imam tersebut ~dimotori oleh Ja’far ash-Shodiq~.
Imam Ja’far bin Muhammad ash-Shodiq rohimahullohu ~imam Syi’ah keenam~ menjelaskan, “Kami ahlul bait adalah orang-orang yang jujur. Namun kami tidak pernah sepi dari kedustaan orang-orang yang berdusta atas kami dan orang-orang yang menjatuhkan kejujuran kami di hadapan manusia.”[16]
Saya tambahakan, ada kontradiksi yang sngat kentara antara tuduhan Syi’ah ini dengan beberapa ayat-ayat dalam Al Qur’an yang justru menyatakan bahwa Alllah ridho terhadap para sahabat bahkan menyuruh manusia beristighfar untuk mereka. Seorang mukmin yang taat dan selalu mematuhi perintah tidak akan berbuat sebagaimana yang diperbuat orang Syi’ah terhadap para sahabat, disuruh beristighfar malah menghina. Tidak hanya beristighfar kita juga harus ridho dan meyakini bahwa nikmat yang kita kecap hari ini adalah buah dari kesungguhan mereka, jihad mereka dan amalan baik mereka yang penuh berkah, juga dari apa yang telah mereka korbankan berupa harta bahkan anak sendiri demi menolong dienullah dan menyebarkannya serta menegakkan kalimatullah sehingga tidak ada yang disembah selainNya.
Allah mengkhabarkan bahwa Ia ridho kepada para sahabat yang berbaiat di bawah pohon dalam firmanNya :
Sesungguhnya Allah telah ridho terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berbaiat kepadamu di bawah pohon. Maka Allah mengetahui apa yang ada dihati mereka dan lalu menurunkan ketenangn atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenagan yang dekat (waktunya) (Al Fath 18)
Jumlah mereka ada 1300 sahabat -ini menurut pengakuan Syi’ah sendiri-[17] dan tak seorang pun dari mereka murtad. Maka mustahil Allah meridhoi dan memuji suatu kaum sedang Ia mengetahui bahwa mereka akan murtad setelah Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam wafat –seperti penuturan Syi’ah-.Lalu bagaimana bisa setelah mendengar hal ini mereka baru mengatakan “ yang murtad hanya segelintir saja”?! kecuali mereka berkeyakinan bahwa Allah tidak mengetahui hal itu kecuali setelah terjadi. Jika benar mereka mengatakan hal demikian maka sungguh mereka telah menantang perkataan Imam mereka yang mereka anggap maksum – Ja’far Ash Shadiq- yang melaknat orang yang mengatakan,” Sesungguhnya Allah tidak mengetahui sesuatu sampai ia terjadi”[18] beliau juga mendoakan kehinaan atas pengucapnya ,” Barangsiapa yang mengucapkan ini ia akan dihinakan Allah”.[19]
Ayat tersebut mencakup makna ridho kepada seluruh peserta baiat di bawah pohon . Kata-kata “Idz” dalam “ Idz Yubayi’unaka” adalah Dzarf , bisa bermakna sekedar dzarf saja atau bermakna ta’lil. Yang jelas kata ini menjelaskan bahwa keridhoan didapatkan oleh semua pembaiat sehingga mereka semua adalah orang yang dirihoi.
Khulasah : Dakwaan Syi’ah akan murtadnya para sahabat hanyalah tuduhan yang dilandaskan nafsu semata, tidak ada dalil naqli yang sahih maupun dalil Aqli yang jelas yang bisa menguatkan tuduhan berbahaya ini.
Ya Allah jagalah diri kami dengan takwa dan jagalah cinta kami pada para sahabat NabiMu sebagamana engkau telah ridho pada mereka Ya Rabbal ‘alamin……

MAJLIS KEDUA

Tuduhan Syi’ah bahwa mayoritas sahabat telah menjadi munafik di zaman Nabi

Merasa tidak cukup dengan ‘hanya’ menuduh para sahabat telah murtad, mereka mengatakan mayoritas sahabat Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam menampakkan keislaman tapi memendam kekufuran di hati saat Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam masih hidup.
At Tusturiy berkata -Ia seorang ulama Syi’ah-, “ Mereka sebenarnya tidak memeluk Islam tapi hanya menginginkan kedudukan Nabi….. selalunya mereka menyandang kenifakan dan mengalirkan perselisihan”.[20]
Orang yang memperhatikan omongan ini akan tertawa melihat betapa bodoh dan jeleknya pendapat orang Syi’ah ini, harta seberapa atau jabatan apa dan kesenangan dunia yang bagaimana yang ada pada diri Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam?! . Sedangkan kaumnya sendiri seakan ‘memanahnya’ dengan satu busur dan bersekongkol untuk membuuh beliau juga orang yang bersamanya. Menimpakan berbagai macam siksaan tak terperi dan musibah tiada henti, Allah yang Maha Tahu. Kesengsaraan yang seorang lelaki gagah pun tak sanggup menahannya, tapi meski demikian para sahabat tetap tabah dan teguh dalam keislaman dan menggenggam erat dien mereka. Kalau saja mereka mau meninggalkan Muhammad –Shollalahu ‘alahi wasallam – dan agama yang Ia bawa niscaya orang-orang musyrik akan memuliakan mereka dan memberikan harta duniawi berlimpah, namun pandangan mereka tak tertuju pada semua yang fana ini tapi kepada apa yang Allah janjikan di balik kehidupan ini berupa janji Allah yang tak pernah sedikitpun dilihat mata, didengar telinga, bahkan belum pernah terbersit dalam pikiran manusia.
Salah seorang dari mereka di panggang diatas terik matahari kota Makkah pada siang hari yang sangat panas lalu diletakkan diatasnya batu-batu besar agar ia mau kembali pada agama semula, tetapi hal itu justru tidak menambahkan pada dirinya selain keteguhan pada perintah Allah dan terus berjalan diatas al haq. Pada saat itu lisannya malah berucap pada para pembesar musyrikin,” Lakukanlah semau kalian, karena ini hanya didunia..!”.Andai saja ia mau mengucapkan satu kata yang mereka rasakan ia akan kembali pada kesyirikan tentu mereka akan melepaskannya dan membebaskannya, tapi itulah keimanan yang jika telah menyentuh lembutnya kalbu akan melekat selekat-lekatnya tak akan terurai kecuali oleh Yang membolak-balikkan hati.
Jika demikian, katakan padaku apakah yang seperti itu adalah sifat kemunafikan dan mereka, orang-orang terbaik adalah para munafik seperti angapan Syi’ah?!!
As Syairazi –seorang Syi’ah mu’ashir- menegaskan kenifakan sahabat dan menjelaskan sebab diterimanya mereka oleh Nabi Shollalahu ‘alahi wasallam masuk dalam barisan kaum muslimin,” Seorang Nabi yang bijak ketika matahari Islam baru saja terbit tidak mungkin hanya menerima orang yang ikhlas saja dan menolak orang munafik, tapi hendaklah ia menyerap seluruh unsur kekuatan jahiliyah dengan membentengi Islam dari kekuatan lokal maupun internasional yang mulai menentangnya, beliau berseru,” katakanlah Lailaha ilallah kalian akan beruntung..”….sampai perkataannya,” Nabi tidak bisa menolak mereka karena jika ditolak yang tinggal hanyalah dirinya bersama Ali, Salman, Abu Dzar dan sebagian kecil golongan yang selamat.”.[21]
Hasan Asy Syairazi menjelaskan ,” Akan tetapi kian hari mereka semakin bertambah yang karenanya para dedengkot munafik bisa menyusup ke markas komando kemudian menghantam Islam dengan pukulan keras hingga hampir saja memecah belah barisan, kalau saja tidak diketahui oleh Sang pahlawan agung Ali bin Thalib Alaihi As Salam….”[22]. Yang Ia maksudkan dengan dedengkot munafik adalah: Abu Bakar, Umar dan Utsman merekalah yang dimaksud kaum Syi’ah ,” sehingga dedengkot munafik bisa….”.
Didalam dakwaan ini jelas sekali mereka telah menghina Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, beliau tidak memperhatikan “ bagaimana” tapi hanya “berapa”, menurut mereka manusia berkumpul begitu saja tanpa beliau pedulikan keselamatan aqidahnya dan kecintaan mereka, yang penting bisa diajak memerangi kekuatan musuh internal dan internasional. Seakan orang Syi’ah tidak tahu bahwa musuh dalam selimut yang paling membahayakan dien dan pemeluknya yang selalu mencari-cari kelemahan mereka adalah munafikin. Juga bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam diperintahkan memerangi kaum munafik dalam ayat:
Hai Nabi, perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafik dan bersikap keraslah terhadap mereka.( At Tahrim .9)
Al Maqamani berkata,” Telah diketahui dengan pasti dari ayat-ayat Al Qur’an akan eksistensi kaum munafik dan fasik di kalangan sahabat yang menampakkan kefasikan bahkan kemurtadan mereka ada baik semasa Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam hidup maupun sesudah wafat”.[23]
Perkataan Al Maqamani berkaitan dengan adanya orang munafik dibarisan sahabat adalah benar, tapi anggapan jumlah mereka yang banyak sama sekali tidak benar, karena jika jumlah mereka banyak seperti anggapan Syi’ah dan pendahulunya tentu mereka akan mengepung Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam dan sahabatnya kemudian mendirikan negara munafik ketika Islam mulai nampak hingga tidak Islam tidak bisa tegak. Akan tetapi mereka sangat sedikit dan hanya segelintir kecil, tidak memiliki daya dan kekuatan sedangkan kokohnya iman para sahabat tegak menjadi benteng penghalang strategi mereka dan pagar tinggi yang menghalangi mereka dari merealisasikan keinginan. Oleh itu hanya ada sedikit sekali perkataan mereka yang menyiratkan isi hati mereka dan rasa kedengkian dalam jiwa terhadap agama, Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam dan sahabatnya.
Ada banyak ucapan kaum Syi’ah yang bertujuan melekatkan sifat munafik pada sahabat yang suci dan sangat jauh dari sifat buruk ini.[24] Saya sendiri tidak tahu bagaimana bisa kata-kata ini ada dalam kitab mereka dan mereka nisbatkan pada para Imam bersamaan dengan perkataan Imam-Imam itu yang justru memuji dan mensifati mereka bukan dengan sifat kaum munafik, diantaranya:
1. Perkataan Ali Bin Abi Thalib ketika berkhotbah kepada tentaranya menceritakan saudara-saudaranya para sahabat lain,” Sungguh aku telah melihat sahabat Muhammad Shollalahu ‘alahi wasallam dan tidak kutemui salah satu diantara kalian yang meniru dengan mereka, ketika subuh mereka dalam keadaan lusuh berdebu karena malamnya selalu qiyam dan sujud, seakan mereka berdiri diatas bara api jika mengingat tempat kembali. Antara dua matanya seperti ada tumpukan tanah keras karena panjangnya sujud. Jika mereka mengingat Allah airmata mereka bercucuran sampai-sampai kelopak mata mereka rusak dan tubuh bergetar laksana sepohon kayu yang tertiup badai kencang karena takut akan iqab dan mengarap pahala”.[25]
Adakah ini adalah sifat munafik yang Allah sifatkan pada munafik yang; sedikit berdzikir, malas-malasan dalam shalat dan menipu Allah, Rasul dan kaum mukminin dalam firmannya :
Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk sholat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya’ ( dengan shalat) dihadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit. (An Nisa’: 142) Allahuma, tidak!.
2. Perhatika juga qaul Ja’far Ash Shadiq berikut ini,” Sahabat Rasul Shollalahu ‘alahi wasallam ada 12 000 orang, 8000 dari Madinah dan 1000 dari Makkah dan 2000 dari Thulaqa.Tidak terlihat diantara mereka orang Qadariyah, Haruriyah, Mu’tazilah ataupun penyembah akal, mereka menangis siang dan malam dan berkata ,” Ambilah nyawa kami sebelum kami memakan roti beragi”.[26] Inikah sifat orang munafik?!! Allahuma…tidak!.
Tetapi orang-orang Syi’ah berpaling dari perkataan Imam mereka dan lebih mengikuti hawa nafsu serta apa yang dibisikkan aqidah mereka yang rusak lalu mengganti ucapan yang tidak diucapkan pada mereka. Ringkasnya, Para sahabat itu adalah manusia yang paling jauh dari sifat munafik bahkan mereka berlari menjauhi sifat nifak baik perkataan maupun perbuatan, mereka mengetahui bahwa masuk zona nifak berarti menanggalkan Islam dan gelar “sahabat” yang mulia yang mereka sandang.

MAJLIS KETIGA

Penginkaran Syi’ah Itsna Asyriyah akan sifat ‘adalah para Sahabat.

Seorang muslim tidak akan ragu bahwa para sahabat adalah kepercayan umat ini, pembawa panji syari’at dan mewariskannya pada orang-orang terpercaya sesudah mereka. Tak diperlukan lagi ta’dil (klarifikasi atas sifat adil) atau pun tautsiq (klarifikasi atas sifat terpercaya). Untuk apa?! Sedangkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah memuji mereka dengan pujian yang secara qath’i menetapkan sifat ‘adalah (adil, diterima periwayatannya) dan witsaqah dalam beberapa ayat Al Qur’an. Diantaranya:
Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia , menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. (Ali Imran :110)
Dan demikian (pula) kami tela menjadikan kamu umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (0erbuatan) manusia lain.Al Baqarah 143.
Sahabatlah yang pantas menyandang sifat wasath dan ‘adil dalam kandungan ayat diatas. Masih banyak lagi ayat lain yang didalamnya menyebutkan pujian Allah atas para sahabat Rasulullah dan menjelaskan keutamaan mereka dan mengkhabarkan keridhoan Allah atas mereka,demikian pula penetapan sifat-sifat baik dari Rasul serta larangan mencela mereka –sedang telah menjadi ma’lum mengingkari ‘adalah mereka berarti mencela mereka-, pemberitaan akan keutamaan serta kisah perjalan mereka yang semua itu menuntut adanya sifat ‘adalah mereka tanpa perlu diperdebatkan lagi.
Muhammad bin Ahmad Al Hanbali yang masyhur dengan Ibnu Najar berkata:”Orang yang telah dipuji Allah dengan pujian ini bagaimana tidak bisa disebut adil? Jika ta’dil ( penetapan sifat adil ) bisa ditetapkan dengan hanya dua orang manusia, mengapa tidak bisa dengan pujian agung dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan Rasulnya ini?”[27]
Al-Khathib Al-Baghdadi Rahimahullah berkata -setelah menyebutkan beberapa keutamaan sahabat- ,” Semua itu sesuai dengan apa yang dinashkan dalam Al Qur’an dan berkonsekwensi pada sifat suci para sahabat dan ‘adalah mereka secara qoth’i, maka dengan adanya ta’dil dari Allah tak perlu lagi seorang makhluq meneliti lebih jauh batin mereka…. . kalaupun ta’dil dari Allah, sebagaimana yang kami sebutkan tadi tidak ada sama sekali, maka amalan mereka berupa hijrah, jihad dan kemenangan yang diraih, pengorbanan harta dan jiwa, rela membunuh ayah atau anak kandung sendiri juga sikap saling menasehati dalam dien dan kekuatan iman serta keyakinan mereka sudah cukup menjadi bukti ‘adalah mereka. Meyakini kesucian mereka dan bahwa mereka adalah manusia yang paling utama dari seluruh makhluq sesudah mereka untuk selamanya adalah aqidah seluruh ulama.[28]
Hukum penetapan sifat ‘adalah para sahabat didasarkan pada ketetapan dari Allah dan RasulNya maka kita tak memerlukan lagi ta’dil dari siapapun.
Meskipun ada keterangan yang jelas dari Allah dan RasulNya dalam masalah ini, Syi’ah Itsna Asyriyah tetap mengingkari ‘adalah para sahabat secara global maupun rinci dan menganggap bahwa menghukumi para sahabat adalah sama sebagaimana menghukumi selain mereka, tidak ada keistimewaan, apa yang berlaku bagi manusia berlaku pula atas mereka.
Al Majlisi – seorang pembesar Sufi dan referensi Syi’ah modern- menerangkan perihal ‘adalah para sahabat setelah menyebutkan pendapat ahlu Sunnah berkata,” Agama Imamiyah berpendapat bahwa mereka –para sahabat- adalah sebagaimana manusia lainnya, diantara mereka ada yang adil, munafik dan fasiq yang sesat bahkan mayoritas mereka seperti itu”[29]. Artinya –menurut mereka-sebagian besar para sahabat munafik, fasik dan sesat.
Asy Syairazi – orang Syi’ah – berkata,” Hukum para sahabat dalam hal ’adalah seperti hukum manusia lainnya. Ketetapan iman dan ‘adalah tidak bisa ditetapkan dengan hanya menjadi sahabat Nabi Shollalahu ‘alahi wasallam, pula hal itu tidak bisa menyelamatkan dari siksa neraka dan azab Al Jabbar kecual dengan keyakinan iman dan keikhlasan hati. Maka barangsiapa yang kami ketahui ‘adalahnya, keimanannya dan penjagaannya atas wasiyat Rasulullah Shollalahu ‘alahi wasallam tentang Ahli Baitnya dan mati didalamnya, seperti Salman Al Farisi, Abi Dzar dan Ammar, maka kami akan mencintai dan bertaqarrub kepada Allah untuk mereka. Dan barangsiapa yang kami ketahui membelot dan menampakkan permusuhan pada Ahli Bait kami akan memusuhinya dan berlepas diri darinya”.[30]
At Tusturiy Asy Asyi’i berkata,” Seorang sahabat sama dengan manusia lain, tidak ditetapkan ’adalahnya kecuali berdasarkan hujjah”.[31]Ditempat lain ia berkata,” Tidak semua sahabat adil dan bisa diterima”.[32]
Al Kasyani –seorang mufasir Syi’ah- dalam muqadimah tafsirnya tentang orang-orang yang mengambil tafsir ayat dari sahabat ia berkata,” Orang-orang itu tidak memiliki ma’rifah (pengetahuan) tentang hakekat kondisi mereka –para sahabat- karena sudah menjadi ketetapan mereka bahwa semua sahabat adil dan tak seorangpun dari mereka yang menyeleweng dari al haq. Mereka tidak tahu bahwa mayoritas mereka -para sahabat- menyimpan nifak dalam batinnya, berani pada Allah dan berdusta atas Rasulullah dengan penuh bangga dan keinginan untuk memecah belah.[33]
Az Zanjani –seorang Syi’ah modern- menjelaskan sikap Syi’ah tentang ‘adalah para sahabat,” Pendapat Syi’ah atas para sahabat adalah; mereka sama sebagaimana yang lainnya, ada yang adil dan ada yang fasiq….”.[34]
Seorang ulama Rijal kaum Syi’ah, Al Maqamani menukil ijma’ agama Imamiyah tentang hal ini,” Para sahabat kami dari golongan Imamiyah sepakat bahwa menjadi sahabat Nabi saja tidak menjadikan seseorang adil tidak pula menunjukkan baiknya kondisinya, stastus sahabat sebagaimana status orang yang tidak menjadi sahabat Nabi Shollalahu ‘alahi wasallam dalam hal diterima tidaknya periwayatanya berdasarkan ‘adalah, witsaqah dan baiknya kondisi dirinya juga pujian yang disandangkan serta imannya”.[35]
Diantara yang menukil ijma’ Syi’ah Imamiyah tentang pengingkaran mereka akan ‘adalah para sahabat : Muhammad Jawad Mughniyah –seorang Syi’ah Modern- ketika mengatakan,” Imamiyah mengatakan,” Para sahabat itu layaknya manusia lain ada yang baik dan ada yang buruk, ada yang adil dan ada yang fasiq”.[36]
Dan beberapa aqwal lainnya yang berisi keingkaran Syi’ah akan ‘adalah para sahabat Ra.
Ringkasnya: Syi’ah Itsna Asyriyah sepakat mengingkari sifat ‘adalah para sahabat dan tak seorangpun mereka yang menyanggahnya.
Padahal sudah menjadi kepastian bahwa mengingkari ‘adalah para sahabat dianggap menyelisihi apa yang terdapat dalam Kitab dan Sunnah yang menetapkan sifat ini atas mereka.
Diantaranya: Sabda Nabi Shollalahu ‘alahi wasallam ,”

“Sebaik-baik umatku adalah periodeku kemudian setelahnya dan setelahnya”[37]
Nabi telah menetapkan bagi sahabatnya sifat baik dan keutamaan secara mutlak atas seluruh umatnya, mereka adalah umat terbaik dan menunjukkan bahwa para sahabat adalah yang terbaik diantara yang terbaik.
Dengan demikian pengikaran Syi’ah ini berimplikasi pada sesuatau yang sangat berbahaya yaitu menolak periwayatan dari sahabat berupa nukilan tentang masalah-masalah diniyah secara global ataupun terperinci, kemudian menganggap batil Al Kitab dan As Sunnah, hal ini bagi yang membaca kitab mereka akan nampak jelas.Dan inilah yang membuat Ulama Ahli Sunnah sangat enggan dan berhati-hati menerima riwayat ahli bid’ah terkhusus mereka yang mencela sahabat Rasul Shollalahu ‘alahi wasallam .
Imam Abu Zur’ah Ar Razi Rahimahullah berkata ,” Jika kamu melihat seseorang mencela sahabat Nabi maka ketahuilah bahwa ia adalah orang zindiq, karena menurut kami Rasulullah adalah haq dan Al Quran haq, sedang yang menyampaikan Al Qur’an serta AS Sunnah adalah sahabat Rasul Shollalahu ‘alahi wasallam, mereka itu ingin menjarh ( menyebut cela agar periwayatan tidak diterima) syahid ( saksi) kami demi membatalkan Al Qur’an AS Sunnah, Dan jarh atas mereka lebih pantas dan mereka adalah orang zindiq.”[38]
Yahya Bin Mu’in berkata tentang Talid bin Sulaiman Al Muharibi Al Kufi,” Ia seorang pendusta, Ia mencela Utsman dan siapa saja yang mencela Utsman atau Talhah atau salah seorang dari sahabat Rasulullah adalah seorang Dajjal, tidak ditulis periwayatan darinya dan atasnya la’nat Allah, malaikat, dan manusia seluruhnya,”[39]
Abu Ahmad Al Hakam Al Karabisi ( th 378 H) berkata tentang Yunus bin Khabab Al Usaidi bekas budak Abu Hamzah Al Kufi yang mencela Utsman RA :” Yahya[40] dan Abdurrahman[41] meniggalkannya dan keduanya telah berbuat kebajikan, karena ia telah mencela Utsman, barangsiapa yang mencela salah seorang sahabat maka tidak boleh meriwayatkan darinya”.[42]

Pada dasarnya manusia akan heran manakala melihat orang Syi’ah yang menganggap orang yang bisa melihat Imam ke-dua belas[43] memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari dari kedudukan ‘adalah, tapi meniadakan martabat ini dari para sahabat. Padahal para sahabat adalah orang yang berjumpa dengan Nabi, menolong, mengobarkan jiwa dan harta dan menjual murah nyawa mereka demi da’wah untuk menegakkan kalimat Allah semata-mata dan mengharap ridho dan Jannah-Nya.
Al Maqamani – seorang Ulama Jarh wa Ta’dil kaum Syi’ah- berkata dalam penjelasannya tentang perkara-perkara yang seorang Syi’ah bisa diketahui ‘adalahnya ,” Diantaranya, seseorang dimuliakan jika ia melihat “Al Hujjah Al Muntadzar” – semoga Allah mempercepat pembebasannya dan menjadikan setiap musibah yang menimpa kita sebagai tebusannya- setelah Ia menghilang[44],dan kami bersaksi dengan hal itu bahwa ia memiliki martabat yang lebih tinggi dari ‘adalah.”[45]Dan kemampuan itu tidak bisa dicapai kecuali dengan pensucian jiwa dan mengosongkan hati dari hal-hal rendah serta membersihkan pikiran dari perkara buruk. Tuan kami Al Askari mengisyaratkan ma’na ini dalam nasehatnya bagi orang yang ingin melihat Al Hujjah – nyawaku sebagai tebusannya- :” Seandainya bukan karena kemuliaan dirimu kepada Allah tak akan kuperlihatkan anakku ini padamu…..”[46].
Semua ini menunjukkan bahwa bahwa akal dan hati mereka ‘terbalik’. Na’udzubillah min dzalik.



MAJLIS KE EMPAT
Sikap Kaum Syi’ah Itsna Asyriyah terhadap Khalifah Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu

Tapi sepenuh hati aku cinta
Dan tahu bahwa itu benar adanya
Pada Rasul dan Ash Shidiq ku mencinta
Demi balasan yang baik keesokannya

Demi Allah, seseorang akan merasa tak berdaya dan lemah, tak tahu dari mana harus memulai dan sampai dimana mengakhiri, ketika ia akan menulis kisah perjalanan seorang yang bumi tak pernah memberi tumpuan dan langit tak pernah memberi naungan pada seorang lelaki yang lebih mulia darinya setelah para Nabi dan Rasul. Lelaki yang Allah himpun padanya segala keutamaan dan segala keistemawaan makhluq hingga keseluruhan pribadinya berupa kebaikan.
Ialah Ash Shidiq, sahabat yang pertama kali masuk Islam, orang khusus disisi Nabi Shollalahu ‘alahi wasallam dan mutlak menjadi sahabat yang paling utama. Ia membenarkan Rasul tatkala manusia mendustakannya, tak sedikitpun ragu dalam menerima dakwah beliau ketika saudara dekat beliau sendiri ragu bahkan enggan. Ia berkorban untuk Rasul dengan jiwa dan hartanya, hingga Rasul bersabda,” Sesungguhnya Allah mengutusku kepada kalian dan kalian katakan bahwa aku berdusta sedang Abu Bakar berkata,” Ia benar”, dan ia berkorban untukku dengan jiwa dan hartanya.[47]
Berapa banyak sahabat lain yang memeluk Islam lewat tangan beliau RA, dan berapa banyak budak yang telah ia bebaskan dengan hartanya hingga Rasul menjulukinya Ash Shiddiq (yang membenarkan) dan menjadikanya saudara seiman, Rasul menghadap Rabnya dan ridha pada beliau, semoga Allah meridhoi Abu Bakar.
Tetapi kaum Syi’ah Itsna Asyriyah enggan melihat keutamaan dan kedekatan beliau dengan Rasul, hingga mereka melemparinya dengan kotoran aib dan cacat serta tuduhan miring akan keislaman juga akhlaq, menodai kehormatan dan melecehkan sifat amanah beliau, menusuknya dengan lisan yang amat tajam. Akan saya sebutkan secara ringkas beberapa tuduhan menyakitkan dari kelompok ini yang hamba Allah yang paling baik sekalipun tidak selamat dari hantamannya.
Diantaranya:
1. Celaan Syi’ah akan kesungguhan Iman Abu Bakar.
Mereka mencela iman Abu Bakar dan mensifatinya dengan ‘lelaki jahat’ [48] yang melewatkan umurnya dengan kekafiran, menjadi hamba berhala[49] dan penyembah patung[50] hingga tanduknya beruban dan bulu di belakang telinganya memutih.[51]
Tak hanya ini, mereka bahkan menganggap iman beliau seperti iman seorang Yahudi dan Nasrani karena beliau tidak mengikuti Muhammad dengan keyakinan bahwa beliau seorang Nabi melainkan seorang Malaikat.[52] Oleh itu imannya tidak bisa dibenarkan. Ia juga terus menerus menyembah berhala sampai-sampai ia shalat dibelakang Nabi Shollalahu ‘alahi wasallam sedang dilehernya ia gantungkan patung dan bersujud padanya”.[53]Ia juga membatalkan puasa dengan sengaja di siang hari bulan Ramadhan, minum khamr (arak) dan mengejek Nabi shollalahu ‘alahi wasallam”.[54]
At Thusyi Asy Syi’i berkata ,” Diantara manusia ada yang meragukan keimanannya karena umat ada yang mengatakan ,” Ia tidak mengenal Allah sama sekali”.[55] Adapun Ibnu Tawus Asy Syi’i telah menetapkan bahwa Abu Bakar diragukan hidayah nya.[56]Demikian pula Al Majlisi.[57]
Soal batin beliau mereka mengklaim telah meneliti dan menurut analisa ini telah jelas bahwa ia kafir[58], mereka menyelewengkan sabda Rasul ,” Abu Bakar tak sedikitpun menggangguku” dengan anggapan batil mereka dan berkata,” Ini ungkapan lampau artinya kekufuran Abu Bakar tak mempengaruhi Rasulullah shollalahu ‘alahi wasallam [59]
Anggapan Syi’ah ini semuanya dusta semata, tak berhakekat dan tak berdalil, hanya menuruti rasa dengki atas Abu Bakar RA dan para sahabat Nabi yang lain. Ash Shidiq adalah Sahabat Rasulullah shollalahu ‘alahi wasallam sejak beliau diutus hingga wafat.
Kaum Muslimin sepakat bahwa beliau adalah lelaki yang pertama kali masuk Islam, sedang Ali RA adalah anak kecil yang pertama kali berislam, wanita pertama adalah Khadijah dan Zaid bin Haritsah adalah bekas budak yang pertama kali masuk Islam.[60]Ibnu Abbas ditanya,” Siapa yang pertama kali beriman ?” Beliau berkata,” Abu Bakar As Shidiq, tidakkah kau mendengar kata Hasan:

Jika engkau sedih mengingat saudaraku seiman
Maka ingatlah saudaramu Abu Bakar
Makhluk paling baik,sempurna dan adil setelah Nabi
Yang pertama kali menerima da’wahnya
Orang kedua yang gigih dijalanNya
Dan manusia pertama yang membenarkan Rasul

Ketika Rasulullah shollalahu ‘alahi wasallam memaparkan Islam padanya, tak sedikitpun beliau ragu, beliau menerimanya dengan lapang dada. Rasulullah mengkisahkannya dalam sabda beliau, “Tidaklah aku menerangkan Islam pada seseorang melainkan ia enggan, kecuali Abu Bakar.”
Syi’ah sendiri meriwayatkan kisah Islamnya Ali RA, bahwa beliau ragu dan berpikir ulang serta meminta Rasulullah agar perlahan dalam menyampaikan, beliau berkata pada Rasul,” Sesungguhnya agama ini menyelisihi agama bapakku, saya akan melihat dahulu”.-ini menurut Syi’ah-.
Adapun dakwaan mereka mengenai Abu Bakar yang tidak beriman secara hakiki dan bahwa ia hidup terombang-ambing dalam keraguan dari hidayah adalah kedustaan menurut ijma’ kaum Muslimin. Tak ditemukan satu dalilpun yang bisa menguatkan tuduhan batil ini. Kalau hanya tuduhan buta semata, sangat mungkin bagi orang membenci Amirul mukminin untuk berbuat hal serupa atas diri beliau. Akan tetapi beliau dan Abu Bakar sangatlah tidak pantas dinisbatkan pada tuduhan keji semacam itu. Keduanya adalah Sahabat mulia, penghulunya para wali Allah, dan manusia termulia setelah para Nabi dan Rasul…
Yang menjadi bukti ketidakbenaran dari tuduhan bahwa iman As Shidiq tidak bisa dipercaya adalah riwayat mutawatir tentang pengkhususan Nabi atas beliau, kedekatannya yang sangat serta rasa cintanya pada beliau Shollalahu ‘alahi wasallam , sedang Nabi tidak mencintai kecuali yang baik: Bukhari dan selainya mentakhrij hadits dari Amru bin Al Ash bahwa ia bertanya pada Rasulullah ,” Siapakah orang yang paling anda cintai?”. Beliau menjawab,” Aisyah”. “ Dari kaum lelaki?”. “ Bapak Aisyah”, jawab beliau.
Sebelum hijrah dan sebelum Rasulullah mempersunting Aisyah pun para sahabat telah mengetahui bahwa Abu Bakar adalah orang yang paling Rasul cintai. Tatkala Khadijah meninggal dunia , Khaulah binti Hakim bin Umayah Al Auqas istri dari Utsman bin Madz’un – saat itu di Makkah – berkata,” Wahai Rasulullah, tidakkah engkau ingin menikah?”. “Dengan siapa?” kata Rasulullah Shollalahu ‘alahi wasallam .” Ia berkata,” Anda ingin gadis atau janda?”. “ Jika janda siapa dan jika gadis siapa?” lanjut Rasulullah. “ Ia berkata,” Jika gadis ia adalah anak orang paling engkau cintai, Aisyah Binti Abi Bakar Ash Shiddiq…”.
Al Faruq Umar bin Khatab berkata,” Abu Bakar adalah penghulu kami, orang terbaik dan yang paling dicintai Rasulullah Shollalahu ‘alahi wasallam diantara kami,”[61]
Jika kaum Syi’ah tidak merasa berdosa menusukkan tuduhan-tuduhan ini pada sahabat yang paling pertama masuk Islam dan paling dicintai Rasulullah shollalahu ‘alahi wasallam maka kepada sahabat lain yang martabatnya lebih rendah dari beliau mereka lebih berani lagi.
Maka hati-hatilah wahai para hamba Allah…jangan terpedaya dengan perkataan mereka, ataupun ada perasaan yang mengusik hatimu, karena demi Allah semua itu hanya dusta belaka, tak ada dalil yang menguatkan sama sekali. Yang ada hanya rasa dengki pada diri beliau dan saudara-saudaranya para sahabat lain yang Allah pilih dari sekian banyak manusia sebagai sahabat Rasul Allah yang paling mulia . Jika mereka membenci Abu Bakar, berarti mereka telah membenci orang yang paling dicintai Nabi dan Rasulmu, jika memang engkau mencintai Nabi Shollalahu ‘alahi wasallam niscaya engkau akan mencintai orang yang Beliau cintai, karena tanda dari cinta adalah engkau mencintai apa yang dicintai kekasihmu.
2. Klaim Syi’ah bahwa Abu Bakar meyakini Muhamad adalah seorang penyihir bukan Rasul.
As Shofar, Al Qummiy dan Al Mufid meriwayatkan dari Kholid bin Nujaih[62]-orang Syi’ah- ia berkata,” Aku berkata pada Bapakku, Abdullah Ja’far As Shadiq ,” Demi diriku menjadi tebusanmu! Adakah Rasul dan keluarganya menyebut Abu Bakar dengan ‘Ash Shidiq’?”. Ia Menjawab ,” Ya”. “ Bagaimana bisa?”. Ia berkata,” Ketika Rasul bersamanya didalam gua Rasulullah Shollalahu ‘alahi wasallam berkata,” Sungguh aku melihat kapal Ja’far bin Abi Talib dihantam badai dan tersesat”. Ia berkata,” Ya Rasulullah Shollalahu ‘alahi wa alihi wasallam ! Benarkah engkau melihatnya?”. “ Benar,” jawab Rasulullah Shollalahu ‘alahi wasallam”. “Dapatkah engkau memperlihatkannya padaku?”tanyanya. “ Mendekatlah padaku,”kata Rasul. Kemudian ia mendekat dan Rasul mengusap kedua matanya lalu berkata,” Lihatlah!”. Lalu Ia pun membuka matanya dan melihat sebuah kapal yang terombang-ambing di laut lalu ia melihat istana Madinah dan berkata pada dirinya sendiri,” Sekarang aku percaya bahwa engkau adalah seorang penyihir” . Rasul berkata,”Kamu adalah Ash Shidiq”[63].
Mereka juga menisbatkan riwayat dusta ini pada Abu Ja’far Al Baqir.[64] Sulaim bin Qais dalam kitabnya As Saqifah juga mengklaim ia mendengar kisah serupa dari Ali Bin Abi Thalib[65]. Inilah yang menjadi sebab Rasul memberi julukan “Ash Shidiq” pada Abu Bakar -menurut anggapan Syi’ah-.
Orangpun akan terheran-heran melihat akal mereka yang demikian lemah, buruknya tingkat pemahaman mereka serta perilaku mereka yang mudah membuat cerita palsu lagi batil demi mendukung aqidah mereka. Dalam cerita tersebut banyak sekali ditemukan hal-hal yang kontradiktif dari segi tempat ataupun waktu. Bagi yang memperhatikan akan sangat jelas kedustaan tersebut, bahkan orang yang minim pengetahuan dalam bidang Sirah Rasul dan para sahabat sekalipun akan mengetahuinya. Ditambah lagi isi cerita tersebut yang sangat membingungkan dan penuh ketololan serta kesamaran yang justru menunjukkan sifat dasar pembuatnya. Berbicara mengenai cerita dusta Kaum Syi’ah yang dinisbahkan pada para Imam yang suci ini ada dua sisi pandang:
Yang pertama, Memperlihatkan dengan jelas kedunguan kaum Syi’ah serta ketidaktahuan mereka akan sebab yang hakiki mengapa Abu Bakar disebut Ash Shidiq dan yang kedua menjelaskan kesamaran mereka dalam beristidlal dan adanya kontradiksi yang dalam cerita tersebut.
Maka tidaklah benar apa yang disangkakan orang Syi’ah bahwa sebab Abu Bakar dijuluki Ash Shidiq adalah sebagaimana yang mereka klaim melainkan beliau digelari demikian karena beliau bersegera membenarkan Nabi Shollalahu ‘alahi wasallam dan mendahului yang lainnya.
Al Hafidz Ibnu Hajar berkata,” Dijuluki Ash Shidiq karena beliau bersegera membenarkan Nabi Shollalahu ‘alahi wasallam. Dikatakan pula awal mula beliau digelari demikian ketika pagi hari dari malam terjadinya peristiwa Isra’. Hal ini sebagaimana terkandung dalam hadits riwayat Imam Bukhari dengan sanadnya dari Abu Darda’ dikabarkan dari Rasulullah Shollalahu ‘alahi wasallam bahwa beliau berkata,” Sesungguhnya Allah mengutusku kepada kalian dan kalian berkata “ kamu berdusta!” sedang Abu Bakar berkata,” Ia benar”. Dalam hadits ini terisyaratkan makna bahwa keislaman Abu Bakar mendahului semua sahabat Nabi Shollalahu ‘alahi wasallam .
Demikian pula yang diriwayatkan Al Hakim dalam Mustadrak, beliau berkata, “sanadnya sahih”, dari Aisyah Ra berkata,” Tatkala Nabi Shollalahu ‘alahi wasallam diisra’kan menuju Masjidul Aqsha orang-orang saling membicarakannya, dari mereka yang sebelumnya beriman dan membenarkanya ada yang ragu, lalu mereka mendatangi Abu Bakar dan berkata,” Apakah kamu tahu sahabatmu mengatakan bahwa Ia di Isra’kan semalam menuju Masjidul Aqsha?” Abu Bakar berkata,” Benarkah ia mengatakan demikian?”. Mereka menjawab,” Ya”. “ Jika Ia berkata demikian maka ia benar” jawabnya. Mereka berkata,” Apakah anda percaya padanya bahwa ia pergi ke Masjidul Aqsha hanya semalam dan kembali sebelum subuh?”. “ Ya, bahkan aku akan percaya pada yang lebih dari itu. Aku membenarkannya perihal kabar dari langit baik pagi ataupun sore”. Oleh itu dia di juluki Ash Shidiq.
Rasulullah berulangkali menyebut gelar ini dan menerangkan bahwa yang dimaksudkan Ash Shiddiq adalah orang senantiasa membenarkan dan membenarkan dan membiasakan diri dengan sifat Sidq. Syaikhani – Bukhari dan Muslim- mentakhrij sebuah riwayat dari Abdullah bin Mas’ud Ra dan memarfu’kannya kepada Rasulullah Shollalahu ‘alahi wasallam ,” Hendaklah kalian bersifat sidq karena sidq itu menunjukan kalian pada kebaikan dan kebaikan menunjukkan jalan menuju Jannah, dan tidaklah seseorang bersikap sidq membiasakan diri bersifat sidq melainkan akan ditulis disisi Allah sebagai orang yang Siddiq”.[66]
Keutamaan Abu Bakar bukan hanya terletak pada sikapnya yang selalu membenarkan Nabi tapi beliau mengtahui apa yang dikabarkan Nabi secara global maupun terperinci untuk kemudian beliau membenarkanya dan mempercayainya. Dengan begitu anggapan Syi’ah bahwa Abu Bakar dijuluki Ash Shiddiq adalah karena beliau – tatkala di gua- membatin bahwa rasulullah adalah seorang penyihir adalah sama sekali batil dengan dalil :
1. Definisi As Sidq secara etimologi : Orang yang selalu membenarkan dan membuktikan perkataannya dengan amalan, batinnya sesuai dengan dzahirnya, serta selalu jujur dan sifat ini mendominasi dirinya …….[67].
Definisi ini ada pada riwayat dari Ibnu Mas’ud yang marfu’ yaitu tentang orang yang selalu bersikap sidq. Sedangkan orang Syi’ah mengklaimnya telah mengatakan bahwa rasul adalah tukang sihir. Mereka mendasarkan tuduhan ini dengan ketiadaan iman beliau dan sikap dzahir beliau yang menyelisihi batinnya, dan menurut mereka Rasulullah mengetahui kejahatan hatinya dan menghadiahinya gelar yang agung ini yang tidak diberikan selain pada orang yang memang selalu bersikap sidq dan mengetahuinya….
Maka bagaimana bisa hal ini terjadi, sedangkan seorang pembohong bukanlah As Shiddiq sebagaimana diriwayatkan dalam kitab mereka?! Pengarang Kitab Al Asy Atsiyat dengan sanadnya dari Ali bin Abi Talib, yang marfu’: “ Pendusta itu tidak bisa jujur dan menjadi saksi”.[68]
2. Hijrah ke Habasyah terjadi beberapa tahun sebelum Nabi Hijrah ke Madinah seperti yang diceritakan para ahli sejarah[69], maka bagaimana mungkin Rasulullah melihat kapal Ja’far terombang-ambing dilaut dan memperlihatkannya pada Abu Bakar?! Padahal antara dua peristiwa itu ada rentang waktu yang sangat lama?! Sebab hijrah ke Habasyah terjadi beberapa tahun sebelum hijrah Rasul ke Madinah seperti yang kami sebutkan.
3. Sebab penamaan Abu Bakar dengan gelar ini terdapat dalam sejumlah riwayat sahih yang mustafidz menurut ahli sunnah dan menjadi hujjah atas argumen ini dan membatalkannya. Telah kami sebutkan beberapa diantaranya.
Dengan sanggahan singkat ini jelaslah bahwa ash Shiddiq mendapat gelar ini karena beliau membenarkan Rasulullah Shollalahu ‘alahi wasallam dalam setiap apa yang beliau kabarkan dengan keyakinan yang sempurna secara ilmu, keinginan, perkataan dan perbuatan. Dua tuduhan ini hanya sebagian kecil dari segepok tuduhan lain yang mereka hunjamkan atas diri Abu Bakar. Keduanya ibarat busa dalam banjir badang dari apa yang mereka tulis dalam kitab mereka.
Majlis kelima
Sikap Syi’ah Itsna Asyriyah terhadap Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu

Di masa Jahiliyah maupun Islam
Semua memuji kewibawaannya
Dibalik sikap kerasnya
Ada rahmat bagi semesta
Antara bidang dadanya
dan sikap keberaniannya
ada hati selembut hati ibu
yang menimang anaknya
sesungguhnya yang bara’ dari Al Faruq
Allah mensucikannya dari cacat
dan aib yang dituduhkan
Ia tercipta dari tanah Firdaus
Allah letakkan di hatinya
Sesuatu yang mensucikannya
Tiada kesombongan di hati
Atau kezhaliman mengikuti
Atau dengki menyelimuti
Dan sikap rakus yang memperdaya[70]

Itulah Al faruq Umar bin Khaththab bin Nufail Al ‘Adawi sahabat utama setelah As Shiddiq Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu.
Masuk Islamnya beliau menjadi kekuatan bagi kaum muslimin lagi kemenangan yang nyata. Segera setelah itu mereka mengikrarkan keislaman setelah sekian lama dipendam. Beliaulah ikon pemisah antara kebenaran dan kebatilan hingga Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam menjulukinya pada hari tersebut dengan “ Al Faruq” ( Sang Pembeda).[71]
Beliau sangat kuat memegang agama, keras dalam hal kebenaran, tidak peduli celaan demi perintah Allah, cerdas pikirannya, tajam akalnya dan terang mata hatinya. Allah menjadikan kebenaran ada lisan dan hatinya.
Umar Bin Khattab menjabat Khalifah setelah Ash Shiddiq. Masa pemerintahannya menjadi kunci pembuka kemenangan Islam dan penyangga perjuangan ditandai dengan jatuhnya singgasana Kisra ( Raja Persi) dan Qaisar (Raja Romawi), Raja dua negeri besar pada saat itu.
Sifat adilnya telah terdengar di segala penjuru dunia hingga menjadi satu adagium (permisalan). Rakyat yang jauh maupun yang dekat mencintai beliau sampai-sampai mereka berangan andaikan Allah mengambil sebagian umur mereka untuk diberikan padanya supaya pemerintahannya yang aman dan adil terus langgeng, terus menjaga Izzatul Islam dan mengayomi kaum muslimin. Namun para pengkhianat dan pendengki menjulurkan tangan-tangannya menghentikan langkah pemimpin agung ini. Adalah Abu Lu’lu’ah seorang majusi yang bengis telah menikamkan sebilah pisau bermata dua yang telah diasah dan dilumuri racun ke lambung dan pundak beliau saat beliau shalat shubuh. Hal itu ia lakukan demi membalaskan dendam kaumnya para Majusi yang telah beliau musnahkan dan demi api sesembahan yang beliau padamkan. Semua telah menjadi takdir Allah yang mesti berlaku.
Semoga Allah meridhoi Umar, sungguh keislamannya telah menjayakan Islam, kekhilafahnnya menjadi kunci kemenangan dan kematiannya merupakan kesedihan mendalam bagi Umat Muhammad Shollalahu ‘alahi wasallam.
Kaum Muslimin senantiasa mengenangnya seiring masa berlalu, mengenang keutamaan beliau dan profilnya yang mulia, menyanjung keadilannya hingga dijadikan suatu permisalan. Terkecuali Orang Syi’ah, meski demikian mulia dan dekatnya beliau dengan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam tapi tetap saja mereka sakiti beliau dengan lisan mereka yang setajam pisau, mereka lempari beliau dengan cercaan dan celaan juga tuduhan yang keji. Berikut saya sebutkan diantaranya :
1. Tuduhan Syi’ah bahwa Umar radhiyallahu ‘anhu terkena penyakit yang obatnya kencing laki-laki.
Mereka menghina Umar dengan mengatakan beliau terkena penyakit di –maaf- dubur beliau yang tidak bisa diobati kecuali dengan kencing orang lelaki.[72] Merasa tidak cukup dengan hanya ‘menyindir’ seperti ini mereka menghina beliau terang-terangan dengan mengatakan Umar telah di sodomi : Diriwayatkan oleh Al Ayashi –orang Syi’ah- ,” Orang yang pertama kali disebut Amirul Mukminin pernah disodomi”.[73] Dan telah menjadi maklum bahwa Umarlah yang pertama kali disebut sebagai Amirul Mukminin.[74]
Tuduhan ini mereka arahkan ke wajah orang yang Imam Pertama mereka, Ali Bin Thalib suka andaikata beliau menghadap Allah dengan amalan seperti amalannya[75] dan menikahkan putrinya, Ummu Kultsum dengan orang ini[76]. Adakah Imam yang menurut mereka maksum senang ketika menghadap Rabnya amalannya serupa dengan amalan orang disodomi ?!! Bagaimana bisa seorang Imam Maksum menikahkan putrinya dengan orang yang pernah disodomi ?!! jawabnya kita serahkan pada mereka.

2. Tuduhan Syi’ah akan kekafiran dan kemunafikan Umar radhiyallahu ‘anhu

Mereka mngatakan beliau telah kafir tapi menampakkan keislaman dan menyembunyikan kekufurannya.[77] Taraf kekafirannya seperti kafirnya Iblis bahkan mungkin melebihi.[78] Mereka juga melaknat orang yang masih ragu akan kafirnya Umar karena orang yang berakal tidak akan ragu lagi akan hal ini :
Al Majlisi berkata,: Tak ada alasan bagi orang yang berakal untuk ragu akan kufurnya Umar. Laknat Allah dan Rasulnya atasnya juga atas orang yang masih menganggapnya muslim dan orang yang tidak mau melaknatnya”.[79]
Anehnya lagi tuduhan ini mengarah kepada sahabat yang Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam telah bersaksi akan keimanannya kepada perkara ghaib dalam sabdanya pada para sahabat, saat itu Umar tidak ada,” Ketika seorang penggembala menjaga kambingnya, seekor serigala meloncat memangsa seekor kambing, Si penggembala pun merebutnya kembali. Serigala itu lalu menoleh kepadanya dan berkata,” Kapankah hari Kiamat tiba[80], hari dimana tak ada penggembala selain diriku?”. Dan tatkala seorang lelaki menggiring seekor kerbau untuk menyerang serigala itu, kerbau menoleh pada lelaki tadi dan berkata,” Aku tidak dicipta untuk hal ini, tapi aku diciptakan untuk membajak sawah”. Ketika sahabat mendengar hal tersebut mereka berkata, “Subhanallah”. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda, “ Aku percaya, begitu juga Abu Bakar dan Umar”.[81]

Rasul shollalahu ‘alahi wasallam juga memuji Umar dalam sabdanya,” Dalam tidurku akau melihat manusia dihadapkan kepadaku dan mereka mengenakan pakaian, di antara mereka ada yang hanya mengenakan pakaian sampai dadanya dan ada yang lebih rendah dari itu, Lalu Umar lewat sedang pakaiannya menutupi seluruh tubuhnya”. Para sahabat bertanya,” Apa ta’wilan anda Ya Rasulullah?”. Beliau menjawab,” Ad Dien”.[82] Beliau juga menyebutkan bahwa setan lari jika bertemu Umar di tengah jalan[83]. Semua itu tidak lain karena kuatnya iman dan keyakinannya .
Jika sahabat nomer dua setelah Abu Bakar yang telah Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam sifati memiliki kekuatan iman serta keyakinan kuat saja dianggap kafir menurut Syi’ah maka bagaimana nasib sahabat yang lebih rendah keimanannya dari dirinya?!!
3. Kegembiraan Syi’ah akan matinya ( baca: syahidnya) Umar RA dan menjadikan hari terbunuhnya beliau sebagai hari raya mereka.
Orang Syi’ah sangat senang dan gembira pada hari dimana Umar terbunuh,mereka menjadikan hari tersebut sebagai hari besar mereka dan mentahbiskan pembunuhnya, Abu Lu’lu’ah orang majusi sebagai muslim terbaik :
Muhammad bin Rustum At Thabari meriwayatkan dari Al Hasan bin Al Hasan As Samiri bahwa ia berkata,” Aku dan Yahya bin Ahmad bin Juraij Al Baghdadi pergi menuju rumah Abu Ahmad bin Ishaq Al Baghdadi[84] sahabat Imam Al Askari Alais salam di kota Qum. Lalu kami mengetuk pintu. Dari dalam rumah keluar seorang anak perempuan Irak. Kami pun menanyakan beliau padanya. Anak itu berkata,” Beliau dan keluarganya sedang sibuk karena hari ini adalah hari raya”. Kami berkata,” Subhanallah! Hari raya kami hanya ada empat: Iedul Fitri, Iedun Nahr, Al Ghadir[85] dan Jum’at?!. Ia berkata,” Tuanku Ahmad bin Ishaq meriwayatkan dari tuannya Al Askari dari ayahnya Ali bin Muhammad Alaihissalam bahwa hari ini adalah hari raya, hari raya terbaik menurut ahli bait dan para walinya…-ia bercerita tentang keluarnya Ahmad bin Ishaq kepada mereka dan riwayat dari Al Askari dari bapaknya dari Hudzaifah bin Al Yaman bahwa beliau menemui Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam pada hari ke-9 Rab’ul Awal dan menyebut-nyebut keutamaan hari itu pada beliau dan aib orang yang terbunuh dihari itu. Hudzaifah berkata,” Wahai Rasulullah, adakah umatmu yang merusak kehormatan ini?”. Beliau bersabda,” Aku telah mengebiri seorang munafik yang menzalimi ahli baitku, ia memberlakukan riba pada umatku, menyeru mereka pada dirinya, menjadi sombong atas umat sepeninggalku, menyesatkan manusia, merubah kitab dan sunnah….dan seterusnya hingga sampai pada perkataan..,” kemudian Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam masuk rumah Ummu Salamah dan akupun pulang tanpa menyisakan keraguan soal perkara syaikh kedua – yang dimaksud adalah Umar RA[86]- hingga aku melihatnya sepeninggal beliau Shollalahu ‘alahi wasallam membuka lebar pintu kejahatan, kembali pada kekufuran dan murtad serta mendistorsi Al Qur’an, lalu Allah mengabulkan do’a tuanku Fatimah atas munafik ini dan ia terbunuh di tangan Sang Pembunuh…”. Ia juga menyebutkan cerita bahwa dirinya masuk rumah Ali RA dan mengucapkan selamat atas terbunuhnya Umar RA, dan pengkhabaran Ali bahwa hari raya ini memiliki 72 nama, diantaranya “Hari hilangnya bencana”, “Hari Huru-hara” dan “ Hari penyesalan si zalim” serta “ Hari kegembiraan Syi’ah”.[87]
Orang Syi’ah sangat menyayangi Abu Lu’lu’ah Al Majusi ini, mereka menganggapnya orang muslim yang mulia dan mengatakan bahwa ia membunuh Umar sebagai hukuman atas kezaliman dan penghinaan yang Umar lakukan terhadapnya.[88] Mereka menggelari Abu lu’lu’ah dengan “Baab Syujja’u Ad Dien” (Pintu keberanian bagi agama).[89]
Syi’ah Itsna Asyriyah menampakkan kegembiraan yang sangat dihari terbunuhnya Umar dengan menyanyikan lagu-lagu tentang kematian beliau radhiyallahu ‘anhu ditangan pembunuhnya. Pengarang Kitab “ Uqadu Ad Durur fie Baqri Batni Umar” dalam satu bab ia berkata,” Pasal ke-empat, bab tentang wajibnya merayakan hari bahagia ini, hari ini adalah hari yang paling menggembirakan bagi orang Syi’ah yang ikhlas.- lalu ia menyebutkan syair yang dinyanyikan pada hari ini-:

Sekelumit kata yang jernih
dan lafal kalimat yang menggelora
ketika kesejahteraan
muncul di ufuk angan
desau angin silih berganti
dari pagi hingga sore hari
di hari terbunuhnya Umar Si Fajir
yang tak beriman pada Allah dan Hari akhir
penyulut bencana penebar kerusakan
hingga hari manusia dikumpulkan
keceriaan mengisi gelas-gelas kaca
dengan arak dari hulu sukma
di campur lembutnya rasa gembira [90]
Kemudian ia melanjutkan dengan Syair panjang yang mengungkapkan rasa gembira di hari terbunuhnya Umar.[91]
Dari keyakinan Syi’ah ini tercium aroma busuk rasa dengki dan ta’ashub pada golongan Majusi . Sedang Abu Lu’lu’ah adalah orang majusi yang kafir, ia membunuh Umar karena ingin membalas dendam agama dan negerinya karena Umarlah yang menjadi penyebab matinya api majusi dan runtuhnya kerajaan mereka. Ia terpanggil rasa dengki pribadi – jika tidak boleh dikatakan ia disuruh seseorang- lalu membunuh Umar serta beberapa belas sahabat lainnya. Jadi pembelaan Syi’ah ini adalah bentuk pembelaan atas orang kafir : Ibnu Taimiyah menceritakan perihal kaum Syi’ah,” Oleh itu engkau lihat orang Syi’ah membela Abu Lu’lu’ah Si Majusi kafir, diantara mereka ada yang berkata,” Ya Allah ridhoilah Abu Lu’lu’ah dan himpunlah aku bersamanya”. Yang lain mengatakan,” Perbuatan Abu Lu’lu’ah setara dengan tindak kriminal yang telah dilakukan Umar. Abu Lu’lu’ah kafir menurut kesepakatan Ahli Islam. Ia orang majusi penyembah Api…, Ia membunuh Umar karena benci terhadap Islam dan pemeluknya demi membela agama Majusinya dan balas dendam terhadap Umar karena telah` menaklukkan negerinya, membunuh pembesarnya dan membagi-bagi harta mereka”.[92]
Apa yang saya sebutkan ini hanya sekelumit dari selaksa tuduhan yang ada dalam buku-buku mereka yang mengarah kepada sahabat mulia, sahabat yang paling dicintai Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam setelah Abu Bakar dan putrinya.[93]
Majlis Ke Enam
Sikap Syi’ah Itsna Asyriyah terhadap Abu Bakar dan Umar Radiyallahu ‘Anhuma.

Ketiganya menyerbu dengan penuh ketangkasan
Rabb mereka senang jika mereka berpencaran
Hidup mereka tiada terpisahkan
Mati pun berkumpul tatkala dikuburkan
Tak seorang muslimpun yang memiliki mata pengelihatan
Mengingkari yang ada pada mereka berupa keutamaan

Tahukah kalian siapakah yang dimaksud oleh Hasan Bin Tsabit Radiyallahu ‘Anhu “ ketiganya menyerbu”?
Sungguh mereka adalah Rasul Shalallohu Alaihi Wasalam dan dua sahabatnya, kekasihnya, , wazir beliau dari penduduk dunia, Abu Bakar dan Umar Radiyallahu ‘Anhuma.
Saya telah kemukakan contoh-contoh cercaan kaum Syi’ah yang ditujukan pada masing-masing sahabat ini. Kaum Syi’ah masih memiliki ‘stok’ hinaan yang siap ditikamkan kepada kedua sahabat ini secara bersamaan. Saya akan sebutkan beberapa diantaranya”
1. Keyakinan mereka akan wajibnya melaknat keduanya.
Syi’ah Itsna Asyriyah mewajibkan golongannya melaknat Syaikhoni,Abu Bakar dan Umar Radiyallahu ‘Anhuma dan menyatakan bahwa sebagian Imam merekapun telah melaknatnya.
Kepada Ali mereka nisbahkan suatu kebohongan, tatkala ada seseorang yang ingin membaiatnya atas apa yang telah dilakukan Abu Bakar ia membentangkan kedua tanganya dan berkata,” Bertepuklah, Allah telah melaknat dua orang”. [94]
Sulaim Bin Qois mengatakan Ali senantiasa melaknat syaikhoni[95]. Demikian pula- menurut anggapan mereka- Imam Ja’far Ash Shadiq melaknat keduanya setiap selesai shalat wajib.[96]
Kaum Syi’ah juga kreatif mengarang banyak do’a guna melaknat Syaikhani dalam kitab-kitab mereka. Memalsukan hadits tentang keutamaan do’a tersebut agar orang syi’ah bersemangat dalam membaca, mengulang-ulang dan berdo’a dengannya. Diantaranya satu do’a yang berjudul “ Do’a untuk dua berhala quraisy”. Do’a ini merupakan do’a khusus bagi kaum Syi’ah dalam melaknat Syaikhoni dan dua putrinya yang menjadi isteri Rasul Shalallohu Alaihi Wasalam. Menurut mereka Ali Bin Abi Thalib Radiyallahu ‘Anhu juga berqunut dengan do’a ini dalam shalat witirnya[97]. Ia berkata,” Sesungguhnya orang yang berdo’a dengannya laiknya orang yang melempar panah bersama Nabi dalam Perang Badar Dan Hunain”. “ Do’a ini merupakan rahasia yang samar dan dzikir yang mulia”[98]. Dan beliau rajin membacanya pada siang, malam maupun diwaktu sahur –menurut anggapan mereka-.[99]
Kepada Imam Ahli Bait mereka menisbahkan keutamaan hadits ini- yang semuanya adalah dusta- bahwa barang siapa yang membaca do’a ini sekali Allah akan menulis baginya 70.000 kebaikan, menghapus 70.000 keburukan dan mengangkat 70.000 derajat serta memenuhi puluhan ribu kebutuhannya.[100] Dan Barangsiapa melaknat Abu Bakar dan Umar -Radiyallahu ‘Anhuma- pada pagi hari, takkan ditulis baginya satu kejelakan pun hingga sore, dan barangsiapa melaknat keduanya pada sore hari, takkan ditulis baginya satu kejelakn pun hingga pagi tiba.[101]
Kaum Syi’ah sangatlah memperhatikan do’a ini, mereka menganggapnya termasuk do’a yang masyru’[102]. Mereka pun mengarang syarhnya yang jumlahnya lebih dari sepuluh syarh(penjelasan).[103]
Para penulis Syi’ah banyak yang menyebutkan do’a ini, sebagian atau kesuluruhan. Diantara yang menyebutkan secara keseluruhan adalah Al Kaf’amy[104], Al Ka syany[105], An Nury At Tabrasy[106], Asadullah At Tahrany Al Ha’iry[107], Sayyid Murtadzo Husein[108], MandzurBin Husein[109] dan lainnya. Dan yang hanya menyebutkan petikannya saja diantaranya Al Kurky dalam” Tufahat Al Lahutu fie la’ni Al Jibti wa At Thaghut”[110] dan AL Kasyany dalam “Kurratu Al Ain”[111]. Ad Damadi Al Huseini dalam” Syir’atu At Tasmiyah Fie Az Zamani Al Ghibah[112]’, Al Majlisi dalam “ Mir’atu Al ‘Uqul”[113], At Tusturi dalam “ Ihqaqu Al Haq”[114], Abu Hasan Al ‘Amily dalam Muqadimah tafsir Al Burhannya[115], Al Ha’iry dalam “Ilzami An Nashib”[116], An Nury At Tabrasy dalam “ Fashlu AL Khitab”[117], Abdullah Sybr dalam “ Haq Al Yaqin”[118] dan lainnya.
Disebut do’ a untuk dua berhala Quraisy karena awalnya berbunyi,” Ya Allah berikanlah salam sejahtera Atas Muhammad dan keluarganya dan laknatlah dua berhala Quraisy, dua jabatihima, dua thagutnya dan kedustaannya dan dua putrinya….dst.
Maksud dari dua berhala Quraisy adalah Abu Bakar dan Umar Radiyallahu ‘Anhuma – semoga Allah meridhai keduanya dan mengadili orang yang membencinnya- sebagaimana banyak diterangkan orang syi’ah dalam banyak literatur mereka. Diantaranya: Al Kaf’amy dalam syarh do’a ini[119], Al Kurky dalam” Tufahat Al Lahat”[120], Al Majlisy[121], Ad Damadi Al Huseini[122], At Tusturi dalam “ Ihqaqu Al Haq[123], Al Ha’iry dalam “Ilzami An Nashib”[124] An Nury At Tabrasy dalam “ Fashlu Al Khitab”.[125]
Sebagian kaum syi’ah tidak secara jelas menyatakan makna kedua berhala itu adalah Abu Bakar dan Umar- ini adalah taktik taqiyah yang mereka gunakan untuk bermuamalah dengan Ahli sunnah tapi hanya menyebutkan isyarat berupa gelar yang dengannya sesama orang Syi’ah akan tahu maksud dari gelar tersebut. Al Kasyani menyebutkan :” Maksud dua berhala itu adalah Fir’aun dan Haman”. Ia juga berkata,” Makhluq paling rendah adalah dua berhala Quraisy laknatullah alaih, keduannya adalah Fir’aun dan Haman “[126]. Sedang Fir’aun dan Haman adalah gelar yang mereka sandangkan untuk syaikhoni – Abu Bakar dan Umar Radiyallahu ‘Anhuma-.
Abu Al Hasan Al Amily mengisyaratkan makna dua berhala Quraisy dengan “Fulan dan Fulan atau Jibt dan Thaghut “[127] yang maksudnya adalah syaikhoni.
Do’a yang oleh kaum Syi’ah dinamakan” Do’a Dua Berhala Quraisy “ ini sangat sarat dengan laknat, umpatan,hinaan dan do’a demi kecelakaan untuk syaikhoni[128]. Pula penuh dengan kisah-kisah palsu dan tuduhan keji tak berdasar yang kentara sekali kebohongannya. Semua tuduhan itu mereka hunjamkan pada diri orang yang paling mulia setelah Nabi Shalallohu Alaihi Wasalam. Sebagai contoh : Dakwaan mereka bahwa keduanya mengingkari wahyu, merubah Al Qur’an, menyelisihi Syar’i, menghapus hukum, membakar negeri, merusak para hamba, merobohkan rumah Nabi Shalallohu Alaihi Wasalam dan banyak lagi kedustaan lainnya yang kesemuanya tidak dilandasi petunjuk atau diperkuat dalil dan hujjah. Sehingga apa yang ada dalam diri Kaum Syi’ah yang sebenarnya tersingkap jelas, yaitu kedengkian yang mendalam serta rasa benci yang tak terkira pada para sahabat Rasul Shalallohu Alaihi Wasalam, bahkan pada yang paling afdhol dari mereka semua, yang Rasul memerintahkan kita beriqtida’(mencontoh) pada mereka sepeninggal beliau.

Adapun Aqidah Syi’ah dalam hal bara’ kepada Syaikhoni sebagaiman berikut :
Dalam aqidah mereka, berlepas diri dari keduanya juga dari Utsman dan Muawiyah dianggap sebagai dharuriyat mazhab mereka. Barangsiapa tidak berlepas diri dari mereka ia bukan termasuk golongan mereka.
Al Majlisi –referensi Syi’ah Muashir- berkata :” Termasuk dari dharuriyat agama Imamiyah adalah bara’ (berlepas diri) dari Abu bakar, Umar, Utsman dan Muawiyah……..”[129]
Bahkan bara’ terhadap mereka dipercaya menjadi sebab hilangnya penyakit dan obat bagi tubuh,[130] barangsiapa yang telah berlepas diri dari mereka kemudian mati pada malam harinya ia akan masuk jannah. Diriwayatkan Al Kulainy dalam Kitabnya “ Al Kafy” –termasuk salah satu dari empat ushul yang terkenal di kalangan Syi’ah- dengan sanad dari keduanya[131] ia berkata,” Barangsiapa berdo’a” Ya Allah aku bersaksi kepadamu dan bersaksi pada malaikat-malaikat Al Muqarrabien, para pembawa Arsy yang terpilih bahwa engkaulah Allah yang tiada ilah selain engkau. Maha pengasih lagi Maha Penyayang dan bahwa Muhammad adalah hamba dan RasulMu dan Fulan adalah Imam dan Waliku[132],dan bahwa ayahnya Rasulullah Shalallohu Alaihi Wasalam, juga Ali bin Abi Talib, Al Hasan dan Al Husein, fulan, fulan –dan seterusnya hingga berakhir padanya-[133] adalah waliku. Untuk itu aku hidup dan mati serta dibangkitkan dihari Kiamat Aku berlepas diri dari fulan, fulan dan fulan. Jika ia mati pada malam harinya ia akan masuk surga”[134]
Yang dimaksud Fulan, Fulan dan Fulan adalah Abu Bakar Umar dan Utsman.
Menurut mereka tidak hanya kaum Syi’ah saja yang melaknat dan belepas diri dari Abu Bakar Umar dan Utsman, tapi ada suatu golongan yang Allah ciptakan khusus untuk melaknat mereka.
Kaum Syi’ah menisbatkan riwayat dusta pada Ja’far Ash Shadiq bahwa ia berkata :” Sesungguhnya di balik matahari kalian ini ada empat puluh planet yang didalamnya terdapat makhluk yang banyak. Dan di balik bulan kalian ini ada empat puluh bulan yang didalamnya juga terdapat makhluk yang banyak jumlahnya. Mereka tidak tahu apakah Allah mencipta atau tidak, hanya mereka dilhami satu ilham berupa laknat atas Fulan dan fulan….”.
Dalam riwayat Al Kulainy pengarang Al Kafy :” Mereka tidak bermaksiat kepada Allah sekejap matapun dan berlepas diri dari Abu Bakar dan Umar”[135].Al Majlisi mengkaitkan perkataan ini dengan perkataanya “ Fulan dan Fulan” maksudnya Abu Bakar dan Umar Radiyallahu ‘Anhuma[136].
Ringkasnya :
Syi’ah Itsna Asyriyah sepakat untuk melaknat Abu Bakar dan Umar Radiyallahu ‘Anhuma, berlepas diri dari mereka dan mewajibkannya kepada para pemeluknya.
Dan tentu saja, apa yang diyakini Imam-imam mereka menyelisihi apa yang mereka katakan berkenaan dengan syaikhani khususnya dan para sahabat pada umumnya. Akan kami ketengahkan sebagian perkataan para Imam itu. Dan semua yang mereka nisbahkan pada mereka tidak lain hanyalah kedustaan yang mereka karang. Pernyataan Imam tersebut diantaranya:
Adalah Amirul Mu’minin Radiyallahu ‘Anhu melarang sebagian tentaranya mencela Muawiyah Radiyallahu ‘Anhu –padahal dibanding Syaikhani keutamaan beliau lebih rendah sebagaimana diakui kaum Syi’ah sendiri- dan berkata pada mereka,” Tentang apa yang dinisbahkan kaum Syi’ah dalam kitab-kitab mereka aku tidak menyukainya dan melarang kalian menjadi para pencela dan pelaknat”[137]. Dan menurut pandangan mereka apa yang Ia benci dari kaumnya ia membenci pula hal itu atas dirinya.
Pada dasarnya Amirul Mu’minin tidak saja membenci bahkan menyuruh untuk membunuh orang yang berani melaknat Abu Bakar dan Umar Radiyallahu ‘Anhu
Imam Ahmad dan At Tabrani[138] meriwayatkan dengan sanad hasan dari Amirul Mukninin Ali Bin Abi Talib Radiyallahu ‘Anhu bahwa ia berkata,” Akan datang suatu kaum setelah kita yang mengaku dari golongan kita tapi sebenarnya bukan golongan kita, mereka memiliki An Nibz[139] atau gelar-gelar dan tanda untuk mencela Abu Bakar dan Umar Radiyallahu ‘Anhuma. Jika kalian menemui mereka maka bunuhlah karena mereka adalah orang musyrik”.[140]
Tatkala dikabarkan pada beliau bahwa ada orang yang mencela Syaikhani, beliau mengancamnya dengan had (hukuman) seorang Muftary (pembuat dusta besar) yaitu 80 kali jilid. Diriwayatkan Syaikh Muhammad bin Abdil Wahid Al Maqdisy dengan sanadnya dari Amirul Mukminin bahwa telah sampai kabar padanya bahwa ada beberapa orang yang mencela Abu Bakar dan Umar Radiyallahu ‘Anhuma, maka beliau berkata “ Semoga Allah melaknat orang yang dihatinya terdapat perasaan tentang keduanya selain dari yang baik. Lalu beliau naik mimbar dan berkhotbah dihadapan mausia dengan khutbah yang sangat menyentuh dihati :” Apa urusan orang-orang itu menyebut-nyebut dua penghulu Quraisy, dua bapak kaum muslimin?! Saya berlepas diri dari apa yang mereka katakan, dan atas perkataan mereka akan ada balasan. Ketahuilah …demi yang membelah biji dan Yang menghembuskan angin, tidaklah mencintai keduanya selain seorang mukmin yang bertakwa dan tidaklah seseorang membencinya selain pendosa yang rendah”.
Kemudaian beliau terus menerus menyebutkan keutamaan keduanya Radiyallahu ‘Anhuma. Dari keredhoan Nabi ketika wafat, kerelaan manusia membaiatnya, kisah-kisah keduanya dalam kekhalifahan hingga sampai pada perkataannya,” Ketahuilah, barangsiapa yang mencintaiku maka cintailah keduanya, dan barang siapa tidak mencintai keduanya maka ia telah membenciku dan aku berlepas diri darinya. Ketahuliah siapa saja yang pada saat aku mendatanginya mengatakan hal ini- celaan pada Syaikhani- maka baginya hukuman seorang muftary. Ketahuilah orang terbaik setelah Nabi Adalah Abu bakar dan Umar jika aku mau niscaya aku sebutkan yang ketiga. Aku memohon ampun kepada Allah bagiku dan kalian semua”.[141]
Sangat urgen bagi Kaum Syi’ah untuk memperhatikan ucapan agung dari Imam yang mulia ini. Sungguh beliau tidak hanya melarang dari mencela dan membenci dua sahabat tersebut beliau bahkan menjadikan kecintaan terhadap mereka sebagai tanda kecintaan terhadap dirinya yang mulia, mengutamakan keduanya atas dirinya sendiri dengan menjadikan keduanya orang terbaik setelah Nabi Shalallohu Alaihi Wasalam.
Dan bahwa dalam mengutamakan keduanya terdapat riwayat yang mutawatir dari beliau dengan berbagai bentuk, suatu ketika beliau naik mimbar Kufah dan seluruh yang hadir pun mendengarnya, lalu berkata :” Sebaik-baik umat setelah Nabinya adalah Abu Bakar dan Umar!”[142]
Al Bukhary dalam shahihnya meriwayatkan dari Muhammad bin Al Hanafiyah – beliau putra Ali dari isterinya yang berasal dari kabilah Hanafiyah- ia berkata,” Aku berkata pada bapakku,” Siapakah manuisa terbaik setelah Nabi ?” Beliau menjawab,” Abu Bakar”. “ Lalu ?” lanjutku.” Kemudian Umar”.[143]
Dan ketika Ibnu Saba’ terang-terangan menghina Abu Bakar, Ali Bin Abi Thalib menyuruh untuk membunuhnya tapi sebagian orang memintakan ampunan atasnya maka dibatalkanlah hukuman bunuh ,kemudian dia di asingkan ke Mada’in –sebagaimana diakui oleh sebagian Syi’ah-.[144]
Semoga Allah meridhai Amirul Mu’minin dan membalasnya dengan kebaikan atas kebajikannya yang telah menempatkan hak keduanya sesuai proporsinya dan mengakui keutamaan pada yang memilikinya. Hanyasanya yang mengakui keutaman dari pemilik keutamaan adalah orang yang memiliki keutamaan pula.
Keyakinan beliau tentang Syaikhani sebgaimana keyakinan Syi’ah di zaman dahulu. Mereka tidak menghujat Abu Bakar dan Umar. Inilah pernyataan ulama besar Syi’ah, Abu Al Qasim menuturkan bahwa ada seorang bertanya kepada Syuraik bin Abdillah bin Abi Numair – termasuk kibaru sahabat Ali Radiyallahu ‘Anhu – ,” Siapa yang lebih utama, Abu Bakar atau Ali ?” Syuraik menjawab,” Abu Bakar”. “ Apakah engkau mengatakan hal ini sedang engkau berasal dari golongan kami?”. Lanjutnya.” Ya”, jawab Syuraik” .”Yang disebut orang Syi’ah adalah orang yang mengatakan hal seperti ini. Demi Allah Ali RA telah menaiki kaki-kaki mimbar ini – yang dimaksud adalah mimbar Kufah- dan berkata,” Ketahuilah, umat terbaik setelah Nabinya adalah Abu Bakar dan Umar”. Apakah kita menyanggah perkataan beliau? Atau mendustakannya? Demi Allah beliau tidaklah berbohong.!”[145]
Imam Ali Bin Muhammad, Abu Ja’far Al Baqir mutlak melarang laknat dan celaan juga memberitahukan bahwa Allah membenci hal itu, beliau berkata,” Sesungguhnya Allah membenci orang yang suka melaknat, mencela, mencerca,dan suka berbuat fahisah (zina)”. Ini pengakuan salah seorang Syi’ah sendiri[146], maka apakah Imam yang maksum –menurut mereka – melakukan hal yang dibenci Allah?!
Beliau juga berwala’ pada Abu Bakar dan Umar RA dan mengkhabarkan bahwa tak seorang Ahli Bait pun yang mencela keduanya. Ketika Jabir Al Ja’fi bertanya kepadanya tentang Syakhani “Adakah diantara kalian, ahli bait yang yang menghina Abu Bakar dan Umar?”, beliau jawab,” Tidak. Dan aku mencintai keduanya, berwala’ dan memohonkan ampun untuk mereka,”[147]
Adapun Imam Ja’far Ash Shadiq – Imam Kaum yang keenam- beliau bahkan tidak hanya berwala’ saja tapi juga menyuruh para pengikutnya untuk memberikan wala’nya pada kedua sahabat ini. Al Kulaini meriwayatkan dalam Kitab Al Kafi – Kitab ini menurut Syi’ah setara dengan Sahih Bukhari – dengan sanadnya dari Ash Shadiq bahwa ia berkata pada seorang wanita Syi’ah yang bertanya kepadanya tentang Abu Bakar, haruskah aku memberikan wala’ pada keduanya?”. “Berwla’lah pada keduanya!” jawab beliau.” “Kemudian jika aku bertemu Rabku aku katakan pada Nya bahwa engkaulah yang menyuruhku?”. Beliau menjawab ,” Ya”.[148]
Zaid Bin Ali bin Abi Thalib menceritakan bahwa beliau belum pernah mendengar dari bapak-bapaknya seorangpun yang berlepas diri terhadap Abu Bakar dan Umar Radiyallahu ‘Anhuma –seperti di nukilkan kaum Syi’ah-[149]. Diantara mereka adalah: Zainul Abidin, Ali Bin Al Husein, Al Hasan Bin Ali, dan Ali bin Abi Talib.
Tidakkah kaum Syi’ah bisa berlapang dada sebagaimana Imam mereka dari berwala’ kepada Syaikhani dan ridha terhadap mereka, tidak bara’ ataupun melaknat keduanya?!
Tak hanya itu, Zaid Bin Ali bahkan mengaplikasikan wala’nya dengan perbuatan, yaitu tatkala datang padanya satu kaum yang menyatakan diri bergabung dengan Syi’ah dan mencintai Ahli Bait memintanya agar berlepas diri dari dua syaikh tersebut untuk kemudian mereka akan berbaiat kepadanya –terjadi ketika beliau keluar memerangi Umawiyun-.maka beliau mengucapkan kalimat yang membuat mulut-mulut mereka bungkam. Dan beliau menerangkan pada mereka makna tasyayu’ yang benar :” Aku berlepas diri dari orang yang berlepas diri dari keduanya[150], bara’ah dari Abu Bakar dan Umar berarti bara’ah dariku”[151]. Lalu mereka berkata,” Jika demikian kami menolakmu”.[152]
Demikianlah ucapan orang-orang yang dianggap Syi’ah sebagai Imam. Beginilah sikap mereka, berwala’ kepada Abu Bakar dan Umar juga seluruh sahabat. Mengasihi dan tidak berlepas diri serta menghasung manusia agar memberikan wala’nya pada mereka dan mencintai mereka, mewanti-wanti mereka agar jangan membenci ataupun mencela mereka. Maka bagaimana mungkin mereka mengklaim berintisab pada para Imam tersebut sedangkan bara’ah dari syaikhani dan para sahabat menurut Syi’ah adalah wajib. Sebuah pertanyaan yang jawabanya kita serahkan pada mereka.
2.Anggapan kaum Syi’ah perihal akan dikembalikannya Abu Bakar dan Umar Radiyallahu ‘Anhuma kedunia sebelum hari Kiamat untuk diqishas dan diazab dengan keras.
Syi’ah Itsna Asyriyah meyakini, Abu Bakar dan Umar akan dikembalikan kedunia sebelum Kiamat untuk diqishah dengan tangan Sang Pembangkit Ahli Bait – Mahdi Kaum Syi’ah yang ditunggu-tunggu- . Menurut mereka Al Qur’an Al Kariem memberitahukan akan kembalinya mereka dan akan diazab dengan berbagai macam sikasaan. Mereka mengambil dalil dari AlQuran tentang kisah kaum Musa AS dan peristiwa yang menimpa Fir’aun dan tentaranya.
Dan kami hendak memberi karunia kepada oran-orang yang tertindas di bumi (Mesir) itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-rang yang mewarisi (bumi)
Dan akan kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi dan akan kami perlihatkan kepada Fir’aun dan haman beserta tentaranya apa yang selalu mereka khawatirkan dari mereka itu. ( Al Qosos Ayat5-6)
Maksud dari Firaun dan Haman disitu adalah Abu Bakar dan Umar – sungguh keduanya jauh dari apa yang mereka tuduhkan-. Mereka di bangkitkan oleh Al Qo’im ( Sang pembangkit) di hari Kiamat sebagai obat penawar bagi orang-orang Syi’ah.
Muhammad Bin Al Hasan Asy Syaibani dalam kitabnya “ Kasyfi Nahji AL Haq” menyandarkan riwayat pada Muhammad bin Ali Al Baqir dan Ja’far Ash Shadiq Rahimahumallah – keduanya berlepas diri dari tuduhan ini- perkataan keduanya tentang tafsir ayat ini:” Sesungguhnya Firaun dan Haman disini adalah dua orang dari Jabarah( pembesar) nya[153] Quraisy yang Allah ta’ala hidupkan tatkala bangkitnya Al Qoim dari keluarga Muhammad di akhir zaman untuk kemudian membalas keduanya atas apa yang telah mereka kerjakan di masa lampau”.[154]
Sebagian Ulama Syi’ah malah terang-terangan mengatakan bahwa maksud dari Fir’aun dan Haman disini adalah Abu Bakar dan Umar. Lalu Ia akan menyalib keduanya di batang kurma dan membunuhnya setiap hari seribu kali kematian sebagai balasan atas kezaliman yang mereka lakukan serta permusuhan terhadap Ahli Bait.
Diantara ulama’ tersebut adalah: Al Bayadhi[155], Hasan Bi nSulaiman Al Ahly[156], At Ayasy an Najsy[157], Al Bahrani[158], Al Jaza’iry[159], Ahmad Al Ahsa’i[160], Ali Al Ha’iry[161], Abdullah Syibr[162] dan lainya.[163]
Al Majlisy menta’liq riwayat Al Kulaini yang diisnadkan pada Ja’far Ash Shadiq satu perkataan yang dinisbahkan kepada Amirul Mu’minin Ali Radiyallahu ‘Anhu ,” Allah telah membunuh Pembesar Quraisy dalam kondisi yang paling baik….membunuh Haman dan membinasakan Fir’aun” dengan perkataanya :” Membunuh Haman maksudnya Umar dan membinasakan Fir’aun[164] maksudnya Abu Bakar bisa juga sebaliknya yang jelas maksudnya adalah dua pendosa ini”.[165]
Abu Al Hasan Al Amili[166] mengutarakan hal senada. Al Kasyani menjulukinya ‘Dua berhala Quraisy’[167].

Adapun anggapan mereka tentang bangkitnya Al Qo’im kemudian menghidupkan Abu Bakar dan Umar dan menyalibnya serta tuduhan bohong lain banyak terdapat dalam kitab-kitab mereka. Tak sedikit pun mereka menjaga diri dari berdusta atas nama Allah Azza Wa Jalla yang berfirman :
Artinya “ Siapakah yang lebih zalim dari orang yang mengada-adakan kedustaan atas Allah ..”[168]
Dan terhadap Rasul Yang bersabda dalam hadits mutawatir :
ãä ßÐÈ Úáí ãÊÚãÏÇ ÝáíÊÈæà ãÞÚÏå ãä ÇáäÇÑ[169]
Anda akan melihat mereka berdusta dengan mengatakan bahwa Allah mengkabarkan pada Nabinya peristiwa tersebut pada malam Isra’ :
Ash Shaduq menyandarkan pada Ja’far Ash Shadiq kisah tentang Isra’ dan Mi’raj, bahwa Nabi melihat cahaya Imam-imam yang dua belas yang ditengah mereka Muhammad bin Al Hasan Sang Pembangkit, lalu beliau bertanya pada Rabbnya,” Wahai Rabb siapakah mereka..?” Allah berfirman,” Para Imam dan ini adalah Sang Pembangkit yang menghalalkan apa yang aku halakan dan mengharamkan apa yang aku haramkan serta membalas musuh-musuhku, dialah rahah para waliku. Dia penawar luka pengikutmu dari kejahatan orang-orang zalim, para penentang serta orang kafir. Mengeluarkan Lata dan Uzza lalu membakar keduanya, pada hari itu fitnah keduanya lebih dasyat dari fitnah Sapi dan Samiri.[170]
Maksud dari” Lata dan Uzza” menurut kaum Syi’ah adalah Abu Bakar dan Umar. Didukung dengan periwayatan salah satu Ulama Syi’ah Syaikh Ad Damadi Al Huseini katanya,” Perhatikanlah, hendaklah basirahmu tak tertutup demi melihat bahwa Lata dan Uzza adalah dua berhala Quraisy yang Amirul Mu’minin mendo’akan keduanya dalam do’anya dan keduanya dikubur di rumah Rasulullah Shalallohu Alaihi Wasalam di area makam beliau tanpa seijin ahli baitnya yang suci yang senantiasa melaksanakan perintahNya”.[171]
Kaum Syi’ah mengatakan Ali telah mendengar hal itu dari pengkhabaran Rasulullah kemudian beliau beritahukan pada Umar Radiyallahu ‘Anhu : Ibnu Rustum At Thabary mengisnadkan kepada Abi Tufail Amir bi Watsilah[172] bahwa dia berkata – dan tidaklah beliau mengatakan hal dusta ini- ,” Aku melihat Amirul Mukminin berjalan sendirian di sudut kota madinah , lalu aku mengikuti beliau hingga sampai di rumah Ats Tsani,[173] lalu beliau meminta ijin dan dijinkan masuk, akupun ikut masuk. Setelah mengucapkan salam kepada Ats Tsani –Umar Radiyallahu ‘Anhu– yang pada waktu itu menjabat khalifah, beliau duduk seraya berkata,” Siapakah yang mengajarimu kebodohan ini hai orang yang tertipu?! Demi Allah jika saja engkau mengendarai Alqafra dan memakai Syir akan lebih baik bagimu dari pada duduk di sini….”sampai pada perkataan,” Demi Allah seakan aku meliahat diriku telah mengeluarkan dirimu dan sahabatmu –Abu Bakar- Toriyaini( kalau tidak salah dalam keadan buta) untuk disalib di Al Baida’…hingga Umar berkata,” Wahai Abu Al Hasan sungguh aku mengetahui yang engkau katakan adalah kebenaran, dengan nama Allah aku bertanya padamu, apakah Rasulullah menyebut diriku dan Sahabatku ?”. Beliau berkata,” Demi Allah, Rasulullah menyebut dirimu dan sahabatmu…dst”.[174]
Kitab-kitab kaum Syi’ah sarat dengan riwayat yang secara dusta mereka nisbahkan kepada sejumlah Imam yang berisi tentang keyakinan mereka bahwa syaikhani akan dibangkitkan dari kubur dan di salib sebelum kiamat tiba serta diazab dengan azab yang sangat pedih……seperti riwayat dusta yang dinisbahkan kepada Abu Ja’far Al Baqir : mereka menganggap beliau meriwayatkannya dari beberpa perawi Syi’ah semisal Abu Bashir[175], Al Mufdhil Bin Umar[176], Salam bin Al Mustanir[177], Abdul A’la Al Ahlaby[178] dan lainnya. Semua riwayat palsu yang mengada-ada ini berisi seputar kisah dibangkitkannya Syaikhani dari kuburnya Ghodhiyani thoriyani lalu disalib. Hari itu manusia terfitnah karena keduanya.
Riwayat dusta yang disandarkan pada Abi Abdullah Ash Shadiq mereka yakini juga diriwayatkan beberapa perawi Syi’ah lainnya seperti Abu Al Jarud[179], Al Mufdhil Bin Umar[180], Basyir An Nubal [181]serta Ishaq bin Amar dan lainnya. Demikian pula Abdul Adhim Bin Abdullah Al Hasani meriwayatkan kisah serupa dari Muhammad bin Ali Al Jawad yang terkenal dengan sebutan Abi Ja’far Ats Tsani.[182]

Dari Muhammad Bin Al Hasan Al Askari – Dia adalah Al Qoim yang nantinya menyalib Syaikhani, pada dasarnya beliau bukan anak Al Hasan Al Askari karena ia mandul-, yang meriwayatkan darinya adalah Ali Bin Abi Ibrahim Bin Mahziar. Riwayat ini berisi kisah panjang yang didalamnya mereka menyebutkan perkataan Muhammad Bin Al Hasan Al Mahdi Al Maz’um : Aku datang ke Yatsrib untuk menghancurkan Batu berikut dua orang didalamnya toriyani ghodiyani . lalu kuperintahkan keduanya menuju Baqi’ untuk disalib di dua batang kayu, keduanya tawarraqa , maka manusia saat itu terfitnah oleh keduanya dengan fitnah yang lebih dasyat dari fitnah pertama…dst.”[183]
Suatu keyakinan kotor yang menyelisihi Kitab, Sunnah dan Ijma’ kaum Muslimin ini di kalangan Syi’ah disebut dengan Roj’ah, mereka menganggap hari itu adalah hari dikumpulkannya jasad dan arwah atau serupa dengan Yaumul Hasr pada hari Kiamat. Roj’ah termasuk asas aqidah Syi’ah, mereka mendasarkan aqidah ini pada lebih dari seratus ayat dari Kitab yang mereka takwilkan tanpa dalil yang mendukung atau hujjah yang menguatkan. Bagi Syi’ah, orang yang tidak meyikini roj’ah maka ia tidak disebut Imam atau golongan mereka sama sekali. Oleh itu , Abu Bakar dan Umar RA bukanlah orang yang memiliki keimanan, tapi keduanya adalah fariq (sempalan) yang lain dengan dalil: Ijma’ kaum Syi’ah seperti yang terdapat dalam kitab-kitab mereka bahwa keduanya akan dibangkitkan dan merasakan berbagai macam siksa di tangan Sang Pembangkit yang diutus untuk membalas dendam atas keduanya, menyalib, memukul mereka dengan cemeti dari neraka, membunuh keduanya seribu kali setiap hari dan menenggelamkan keduanya di laut seperti yang dilakukan Musa terhadap patung sapi lalu membakarnya, bahkan Ia juga membunuh orang-orang yang mencintai keduanya.
Orang yang membaca buku-buku do’a kaum Syi’ah akan mendapati buku-buku tersebut dipenuhi do’a-do’a kepada Sang Pembangkit agar mengeluarkan Syaikhani dan membalaskan dendam Ahli Bait Rasul SAW. Kebanyakan doa tersebut berbentuk sya’ir seperti :

Wahai Hujjatullah,wahai makhluk terbaik
wahai cahaya di kegelapan,
wahai putra bintang kejora
Aku berharap pada rabku
tuk bisa melihat dua terlaknat
dibangkitkan dari lahat
dengan mata telanjangku
Seperti sabda Nabiku
Tanpa keraguan ataupun syubhat
Tuk disalib didua batang pohon
Dan dibakar
Saat itu….
Hati manusia kan sembuh dari dendam
Yang sekian lama mendekam
Dan kesedihan berganti kegembiraan

Menurut Syi’ah, masa penyaliban Abu Bakar dan Umar ini tidak hanya pada saat Raj’ah yaitu saat keduanya dibangkitkan di hari Kiamat saja melainkan keduanya di salib setiap tahun sesuai dengan riwayat dari As Sofar dan Al Mufid dengan sanad yang bersambung dengan para pendusta dari Isa Bin Abdillah Bin Abi Tohir Al Alwi meriwayatkan dari bapaknya dari kakeknya Ia menceritakan Bahwa saat itu Ia bersama Abu Ja’far Bin Ali Al Baqir di Mina untuk melempar Jumrah, lalu Abu Ja’far melemparkan beberapa batu, manakala tersisa lima batu beliau melemparkan tiga batu ke satu penjuru dan dua batu ke penjuru lainnya, maka kakekku bertanya,” Demi diriku menjadi tebusanmu, Sungguh engkau telah melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan seorangpun. Aku melihatmu melemparkan beberapa jumrah, lalu engkau melempar lima sisanya, tiga ke satu penjuru dan dua ke yang lain?”. Beliau berkata,” Benar. Pada satiap musim dua orang fasiq yang telah merampas hak dibangkitkan, lalu keduanya dipisah di tempat ini. Tiada yang melihatnya selain Imam yang adil. Karena itu aku melempar yang pertama – Abu Bakar- dengan dua kerikil dan yang kedua – Umar- dengan tiga kerikil karena yang terakhir lebih buruk dari yang pertama”.
Beginilah, kaum Syi’ah seakan tak merasa berdosa setiap kali mehujamkan berbagai tuduhan kepada dua orang yang paling utama setelah para Nabi dan Rasul, Abu Bakr dan Umar. Dua wazir Nabi SAW yang telah diakui kedudukannya. Amirul Mukminin Ali bin Talib pun telah bersaksi akan hal itu :
Dari Ibnu Abbas berkata,” Jasad Umar diletakkan diatas ranjang, maka manusia pun mengelilinginya sebelum diangkat untuk dimakamkan,waktu itu tak satupun orang yang memperhatikanku, tiba-tiba seorang lelaki memegang pundakku yang ternyata beliau adalah Ali Bin Abi Talib, beliau mendoakan kerahmatan atas Umar dan berkata,” Sepeninggalmu tak seorang pun yang lebih aku sukai agar amalku serupa dengan amalnya ketika berjumpa dengan Allah selain dirimu, demi Allah aku kira Allah akan mempertemukanmu dengan dua sahabatmu, aku telah banyak mendengar Nabi bersabda ,” Aku pergi bersama Abu Bakar dan Umar, Aku masuk bersama Abu Bakar dan Umar, aku keluar bersama Abu Bakar dan Umar” aku yakin AllAh akan menempatkanmu bersama keduanya”.[184]
Aqidah Raj’ah yang diyakini kaum Syi’ah ini sangatlah bertentangan dengan nash-nash Kitab maupun sunnah :
Terdapat beberapa ayat yang dengan jelas membatilkan keyakinan ini :
(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu ), sehingga datang kematian kepada seseorang dari mereka dia berkata,” Ya tuhanku kembalikanlah (aku kedunia)
agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak sesungguhnya itu hanyalah perkatan yang diucapkan saja . dan dihadapan mereka ada sampai mereka dibangkitkan .(Al Mukminun 99-100)
Tinggal di alam barzakh hingga kiamat tiba adalah hal yang telah disepakati. Dan ayat ini telah memutus angan-angan untuk kembali kedunia, entah itu supaya bisa beramal baik atau sebaliknya.
Rabb Tabaraka wata’ala telah menjelaskan akan mustahilnya seseorang kembali kedunia dikarenakan adanya barzakh yang tak seorangpun bisa menembusnya, suatu batas diantara maut dan dan kebangkitan juga dunia dan Akhirat.
Ada beberapa hadits yang yang secara sharih menafikan raj’ah sebelum hari Kebangkitan akan tetapi terlalu panjang untuk mencantumkannya.
Akan tetapi karena ayat Qur’an ataupun hadits tak sedikitpun memberi pengaruh bagi orang Syi’ah, akan saya kumpulkan aqwal beberapa orang yang mereka anggap sebagai Imam tentang batilnya aqidah raj’ah, agar tampak kedustaan yang mereka nisbahkan pada mereka:
1. Diantaranya: Amirul Mukminin Ali Bin Abi Talib yang dalam beberapa riwayat mengkhabarkan akan mustahilnya seseorang kembali kedunia setelah mati. Seperti perkataan yang mereka nisbahkan pada beliau dalam Kitab Syi’ah “ Tihajul Balaghah” :” Segeralah beramal, Dan takutlah akan ajal yang sekonyong-konyong. Karena kembalinya umur tak bisa diharapkan seperti kembalinya rizki”. Juga,” Diantara kalian dan surga tak ada sesuatu selain maut yang akan menjemput”,
MAJLIS KE TUJUH



Sikap Syi’ah Itsna Asyriyah terhadap Asy Syahid Dzunnurain, Utsman Bin Affan radhiyallahu ‘anhu

Utsman Bin Affan termasuk sahabat angkatan pertama, orang ketiga setelah Umar dan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu. Nabi Shollalahu ‘alahi wasallam menikahkannya dengan dua putri beliau secara berturut yang dengannya Utsman mendapatkan hubungan besan yang sangat mulia dengan Rasulullah Shollalahu ‘alahi wasallam hingga beliau menujulukinya dzu nurain ( yang memiliki dua cahaya). Seorang sahabat yang sangat pemalu, memiliki moral dan budi tinggi, lembut wataknya, halus budi bahasanya, legawa jiwanya, halus tabiatnya, suka berbuat kebaikan dan sangat pengsih, seorang Quraisy yang paling bijak dan memiliki pandangan yang sangat mulia.
Kaumnya mencintainya karena akhlaknya yang mulia dan perilakunya yang terpuji sehingga kecintaan mereka menjadi satu permisalan, ada seorang wanita quraisy yang menimang anaknya sambil berkata :

Aku mencintaimu juga Ar Rohman
Seperti cinta Qurisy pada Utsman

Beliau masuk Islam dan menjadi orang yang paling bertakwa, wara’ ( menjaga diri dari yang haram bahkan makruh) dermawan dan murah hati, turut berperang bersama Rasulullah dalam berbagai peperangan. Menjabat khalifah setelah Abu Bakar dan Umar lalu mengajak manusia mengikuti sirah Nabinya Shollalahu ‘alahi wasallam dan dua sahabatnya serta menauladani mereka sehingga umat bisa bersatu bersamanya.
Meluasnya daerah yang bisa dibuka dan ditaklukkan dimasa pemerintahannya serta intervensi berbagai kelompok dalam kedaulatan Negeri Islam menjadi sebab juga konsekwensi dari masuknya para pendengki yang memusuhi Islam yang kemudian membentuk komplotan. Pembesar komplotan ini adalah seorang Yahudi bernama Abdullah bin Saba’. Ia memprovokasi manusia dengan mengatakan Utsman telah merubah sunnah Rasululah Shollalahu ‘alahi wasallam dan dua sahabatnya, maka berkumpulah disekitarnya para pembeo dan kaki tangan setan, mereka mendatangi Madinah lalu membunuh Khalifah Ar Rasyid Utsman bin Affan, para sahabat yang menyaksikan tidak bisa berbuat apapun karena sumpah beliau agar mengekang tangan dan jangan menumpahkan setetes darah pun.. Hati mereka pun menangis sebelum mata melelehkan airmata, kesedihan tak terperi bagai menyaksikan anak sendiri dibunuh didepan mata.
Sejak saat itu kaum muslimin terus menerus menangis hari demi hari bulan demi bulan atas khalifah yang terdzalimi tapi sangat penyabar, menebus kaum muslimin dengan dirinya, menjaga darah mereka dengan darahnya.. Maka merekapun ridha padanya, mengasihinya dan bersaksi atas semua pengorbanannya, keutamaannya serta kepribadianya….. semoga Allah meridhoinya. Ti tidak demikan halnya Kaum Syi’ah, meski melihat semua itu mereka tetap menusuknya dengan lidah tajam mereka dengan berbagai tuduhan menyakitkan tanpa melihat kedekatan beliau dengan Rasulullah Shollalahu ‘alahi wasallam dan keistimewaannya.
Diantara tuduhan itu :
1. Hinaan mereka terhadap ahklak beliau.
Kebaikan akhlak Utsman telah ditetapkan oleh banyak riwayat yang jumlahnya mencapai batas mutawatir ma’nawi hingga jika seseorang mengingkari kebaikan akhlaknya dan pengorbanannya yang mulia itu niscaya manusia seluruhnya akan bangkit menentangnya dan mencelanya seraya berkata ,” Sungguh orang ini adalah pendusta”.
Saya sendiri tidak mengerti bagaimana bisa Kaum Syi’ah menghalalkan berbuat bohong dan mengatakan sesuatu yang menyanggah riwayat yang muawatir secara lafal maupun ma’na. Hingga orang yang membaca apa yang mereka tulis akan mencapnya dengan ‘kedustaan’?!. Lalu mereka mengatakan hal itu sebagai taqiyah . Saya tidak melihat selain bahwa taqiyah adalah legitimasi mereka untuk menyelisihi perkara-perkara yang mutawatir. Oleh karena itu kita lihat mereka mengarahkan berbagai tuduhan dan celaan terhadap akhlak sahabat mulia Utsman Bin Affan dan mensifatinya ‘Seorang Pezina yang tercekik yang bermain dengan hasrat,perut dan kemaluannya’…..dst.
Mereka menamainya dengan ‘Na’tsal’ ( anjing hutan jantan) mereka menyebut beliau dengan nama itu karena menurut mereka ada kemiripan yang sangat antara Sahabat Utsman Bin Affan RA dengan anjing hutan jantan. Anjing hutan jantan jika memburu mangsanya ia menyetubuhinya terlebih dulu baru memakannya, sedang Utsman Bin Affan – beliau suci dari tuduhan ini- Ia menetapkan hukum had bagi seorang wanita lalu ia menjimaknya untuk kemudian menyuruh merajamnya –menurut mereka-.[185]
Menurut Syaih beliau tidak hanya berzina tapi juga bermain-main dengannya bahkan beliau adalah seorang banci.[186]
Merek menisbatkan sebuah perkataan dusta kepada Ali Ra bahwa ia berkata tentang Utsman,”Hasratnya hanya perut dan kemaluan: Diriwayatkan dari Al Kulaini dengan sanadnya dalam kitab Al Kafi dari Ali Bin Abi Thalib ia berkata dalam salah satu khutbahnya,” Dua orang telah mendahului, dan yang ketiga seperti burung gagak, hasratnya hanya perut dan kemaluanya, celakalah ia jika sayapnya digunting dan kepalanya dipotong niscaya itu lebih baik baginya”[187].Al Majlisi dalam Syarhnya mengatakan ,” Yang ketiga adalah Utsman dan dua orang yang mendahuluinya adalah Abu Bakar dn Umar”[188]. Mereka juga mengatkan Utsman tidak pernah peduli halalkah yang makan atau haram : Al Kulaini menyadarkan riwayat dusta pada Ja’far Ash Shadiq ia berkata,” Sesungguhnya temannya Utsman tidak pernah peduli halalkah makanannya atau haram, karena temanya juga seperti itu”[189]. Maksud dari temannya adalah Utsman Bin Affan RA. Tuduhan-tuduhan ini mereka hujamkan atas orang yang Rasul kabarkan bahwa malaikat saja malu kepadanya.[190].
Dan juga beliau beritahukan kepada sejumlah besar manusia bahwa belaiu tidak pernah berzina baik di masa jahiliyah maupun Islam.[191]
Adapun yang mereka katakan bahwa Ali RA berkata bahwa “ Hasratnya hanya perut dan kemaluan “ adalah sama sekali bohong yang benar adalah bahwa beliau memuji Utsman dengan berkata,” Dia terbaik diantara kami dan persendian kami”.[192] Juga,” Dia termasuk yang beriman lalu bertakwa lalu beriman lalu bertakwa”.[193]
Perkatan beliau yang berisisi pujian kepadanya sangatlah banyak yang kesemuanya itu mengugurkan apa yang dinisbatkan Syi’ah atas diri beliau yang mengatakan,” Hasratnya hanya perut dan kemaluan” dan menjadi saksi akan kedustaan dan sikap mengada-ada kaum Syi’ah terhadap orang yang mereka anggap sebagai Imam mereka.
Ada satu riwayat yang juga menyanggah tuduhan itu yaitu ketika masa pemerintahannya beliau memberi makan orang-orang dengan makan para pejabat sedang beliau hanya makan cuka dan zaitun. Maka akankah perut yang hanya makan cuka dan zaitun dijadikan bahan olokan ?![194]
2. Klaim Syi’ah Itsna asyriyah bahwa Utsman Bin Affan Adalah seorang munafik lagi kafir dan wajib berlepas diri darinya.
Mereka mengklaim Utsman adalah seorang munafik yang menampakkan Islam dan menyembunyikan nifak.[195]
Ni’matullah Al Jaza’iri berkata :”Sesungguhnya Utsman dizaman Nabi Shollalahu ‘alahi wasallam adalah orang yang menampakkan keislaman dan menyembunyikan nifak.
Al Kurky berkata ,” Sesungguhnya orang yang dihatinya tidak memusuhi Utsman, menghalalkan kehormatannya dan tidak meyakini kekafirannya maka dia adalah musuh Allah dan RasulNya, kafir terhadap apa yang diturunkan Allah.[196]
Jadi, masalahnya tidak hanya pengkafiran Utsman RA bahkan mereka juga mengkafirkan orang yang tidak membencinya, mengkafirkan, mencela dan merendahkan martabat beliau RA. Dan yang mereka maksudkan adalah anda sekalian wahai kaum muslimin.
Tidak cukup itu mereka juga mewajibkan laknat dan berlepas diri dari beliau RA[197]. Siapa yang membaca literatur mereka akan melihat keanehan yang nyata.
Maka tak diragukan lagi perbutan semacam ini jelas dianggap menyelisihi Rasulullah Shollalahu ‘alahi wasallam dan Allah telah menjanjikan bagi siapa saja yang menyelisihi Rasulnya dengan fitnah didunia dan azab yang keras di akhirat dengan firmannya,:
Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau azab yang pedih (An Nur 63.)
Rasulullah Shollalahu ‘alahi wasallam memberikan kabar gembira pada Utsman RA dengan Jannah[198]. Menikahkannya dengan putri beliau, Ruqayyah [199] dan ketika Ruqayyah wafat Rasul menikahkan putrinya yang lain yakni Ummu Kultsum. Ketika Ummu Kultsum[200] pun wafat, bersedihlah Utsman saat itu Rasulullah Shollalahu ‘alahi wasallam bersabda,” Jika aku memiliki yang ketiga niscaya aku nikahkan ia dengan Utsman.”[201]
Telah kita ketahui bahwa seorang munafiq lagi kafir tidak akan masuk jannah bahkan diharamkan atasnya, maka bagaimana bisa disatukan hukum kafir dan munafik kaum Syi’ah atas Utsman dengan kabar gembira dari Rasul bahwa Utsman adalah ahli surga?! Kemudian mengapa Rasul menikahkan dua putrinya secara berturut dengan Utsman sedang beliau –menurut mereka- adalah orang kafir munafik?!!!
Semua ini menunjukkan pada kita bahwa tuduhan Syi’ah menyelisihi Rasulullah Shollalahu ‘alahi wasallam yang memberinya busyro ( kabar gembira) berupa Jannah dan menikahkan dua putrinya dengannya setelah mengetahui dien, akhlak serta keutamaannya. Lalu Rasulullah pun wafat sedang beliau ridha terhadap Utsman RA.[202]
3. Klaim Syi’ah bahwa Utsman telah membunuh putri Rsulullah Shollalahu ‘alahi wasallam
Mereka mengklaim Utsman telah membunuh Ruqayah putri Rasulullah Shollalahu ‘alahi wasallam, mereka berdalil dengan beberapa ayat dan berdusta dengan mengatakan ayat-ayat tersebut turun karenanya, diantaranya firman Allah dalam surat Al Balad ayat 5-10 :
Apakah manusia itu menyangka bahwa sekali-kali tidak seorangpun yang berkuasa atasnya?
Dia mengatakan,” aku telah menghabiskan harta yang banyak”.
Bukankah kami telah memberikan kepadanya dua buah mata?
Lidah dan dua buah bibir
Dakami telah tunjukkan kepadanya dua jalan?
Al Qummi meriwayatkan dengan sanadnya dari Abi Ja’far Al Baqir –Rahimallah, tidak mungkin kedustaan besar ini teriwayatkan darinya- tentang tafsir ayat ‘Ayahsabu…’.Beliau berkata “ Yaitu Utsman tentang pembunuhan atas putri Rasulullah Shallallahu alaihi waalihi. “Yaqulu ahlaktu…” yakni harta yang disiapkan Nabi untuk Jaisyu Al ‘Usrah.’”ayahsabu…” kerusakan yang ada pada dirinya.” ‘alam naj’al…” yakni Rasulullah dan keluarganya..” Walisanan” Yakni Amirul Mukminin ( Ali Ra ) .”wasyafatain” Al Hasan dan Al Husein RA. “ Wahadainahu An Najdain”
Al Kulaini menyandarkkan riwayat pada Abu Basir dalam kitab Al kafi ia berkata,” Aku berkata pada Abu Abdullah ( Ali) “Adakah orang yang terlepas dari himpitan Kubur?” Beliau menjawab ,” Na’udzubillah min dzalik, sangat sedikit orang yang selamat dari himpitan kubur, Sesungguhnya Ruqayah ketika dibunuh oleh Utsman, Rasulullah berdiri diatas kiuburnya dan menatap langit sambil menitikkan airmata dan bersabda kepada manusia,” Aku teringat akan anak ini tapi aku tidak bisa bertemu, aku terharu dan memohonkan keselamatan atasnya dari himpitan kubur dan dikabulkan”.[203]
Soal bagaimana Utsman membunuhnya, Al Baidhawi Asy Syi’i berkata,” Ia memukulnya hingga mati.[204]Mereka juga mengatakan Ruqayah takut kepada Utsman dan berdo’a kepada Allah agar diselamatkan darinya dan dari perbuatannya. Syarafuddin An Najfi meriwayatkan dari Abu Abdullah Ja’far bin Muhammad bin Li Ash Shadiq berkata tentang tafsir firman Allah
Dan Allah telah menjadikan istri Fir’aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman , ketika ia berkata:” Ya tuhanku bangunlah untukku sebuah rumah disisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim ( At Tahrim;11)
“ Permisalan ini Allah tujukan kepada Ruqayah binti Muhammad yang diperistri Utsman Bin Affan. “ Dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan amal perbuatanya” yaitu dari yang ketiga Utsman”.[205]
Hasyim Ma’ruf Al Hasani – seorang Syi’ah Mu’ashirin- berkata,”Beberapa riwayat menunjukan bahwa Utsman bin Affan bukan sahabat yang baik dan tidak menjaga Rasulullah Shollalahu ‘alahi wasallam, Ia menikah dengan lebih dari satu wanita dan semua istrinya mati karena bekas pukulan kerasnya hingga meremukkan tulang rusuk…”.[206] Dengan demikian Syi’ah, salaf maupun kholafnya sepakat bahwa Utsman membunuh Ruqayah. Tuduhan batil ini tentu saja tertolak dengan dalil-dalil sebagai berikut:
Kita telah mengetahui akan sifatnya yang pemalu, Rasulullah bersabda,:

Umatku yang paling pengasih Abu Bakar, yang paling keras dalam diennya Umar dan yang paling jujur rasa malunya Utsman…”[207]
Dimuka telah kami sebutkan hadits bahwa Rasul mensifatinya dengan sifat pemalu hingga para malaikatpun merasa malu padanya.[208]
Rasa malu seluruhnya adalah kebaikan[209], seperti sabda Rasulullah Shollalahu ‘alahi wasallam
‘Wahuwa la ya’ti illa bikhoir[210]’ “ Ia tidak mendatangkan kecuali yang baik. Wahuwa minal iman” ia sebagian dari iman[211]. “ Ia tidak terdapat dalam apapun melainkan akan menghiasinya”[212]. Huwa disini adalah al Haya’ ( rasa malu) satu perilaku yang mendorong seseorang meniggalkan perbuatan buruk . Rasulullah bersabda,”

“Sesungguhnya yang manusia dapati dari kalam nubuwah yang pertama “ jika tidak malu berbuatlah sesukamu”.[213]Jika manusia kehilangan rasa malunya maka tidak ada lagi yang menghalanginya dari berbuatan keji dan melanggar larangan, maka jika Allah memberikan sifat ini pada seseorang maka ia telah dikaruniai kebaikan yang sangat banyak.
Dalil kedua: Hadits yang ditakhrij Imam Ahmad , Al Hakim , Ad Daulabi dari hadits Abu Hurairah bahwa Ruqayah RA berkata,” Rasulullah Shollalahu ‘alahi wasallam datang kepadaku, lalu aku menyisir rambutnya, beliau berkata,” Bagaimana Abu Abdulah – Utsman-? Aku berkata,” Ia sebaik-baik pria”. Beliau bersabda,” Muliakanlah ia, karena ia sahabatku yang paling mirip akhlaknya denganku”.[214] Dalam riwayat lain Ummu Kultsumlah yang mengatakan hal ini.[215]
Mana bukti bahwa Utsman telah membunuhya, dan bahwa Ruqayah berdo’a kepada Allah agar diselamatkan darinya dan dari perbuatannya!?.
Hadits diatas menyebutkan pujian Ruqayah atas Utsman bahwa ia adalah sebaik-baik lelaki lalu dibenarkan oleh bapaknya,Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam dan menambahkan satu sifat lain bahwa Utsman adalah sahabatnya yang paling mirip akhlaknya dengan beliau. Maka barangsiapa yang mencela Utsman maka ia telah mencela orang yang menyerupakan akhlak Utsman seperti akhlaknya, yakni Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam yang maksum yang tidak berbicara dari hawa nafsu –nyawa dan darahku menjadi tebusannya-.

Dalil ketiga : Rasulullah menikahkan putrinya yang lain, Ummu Kultsum dengan Utsman setelah saudaranya, Ruqayah meninggal. Sebagian Syi’ah mengakui hal ini, seperti Al Fadhl Bin AL Hasan At Tabrisi yang berkata,” Utsman menikahi Ummu Kultsum setelah kematian istrinya Ruqayyah.[216] Al Qumi dan Al Abasi juga mengisyaratkan halserupa.[217]
Jika Utsman telah mmbunuh salah putri Rasulullah mengapa rasulullah menikahkanya dengan putri beliau yang lain??!
Bagaimana dengan sabda beliau ketika putri keduanya juga meninggal,” Jika mereka ada sepuluh niscaya aku nikahkan mereka dengan Utsman, dan akau tidak menikahkan kecuali berdasar wahyu dari langit”.??[218]
Kenyataan ini saya paparkan pada anda sekalian saudaraku pembaca budiman , Apa yang telah Ulama’ sebutkan dalam kitab-kitab mereka ini menunjukkan kepada anda sekalian bahwa tuduhan Syi’ah ini tidak jauh berbeda dengan berbagai tuduhan lain yang mereka hujamkan pada hamba-hamba Allah yang terbaik, sahabat Nabi Shollalahu ‘alahi wasallam. Semua ini tak lebih dari buah pikiran yang terdikte dari keyakinan mereka yang bercokol dihati lalu menelurkan kebencian kepada generasi manusia yang paling baik. Hanya saja Ia ibarat rumah laba-laba, lemah dan mudah putus.
Al Uqaili dan Ibnu ‘Adi berkata dengan sanad keduanya dari Ibad bin Ibad bahwa Yunus bin Khabab Al Usaidi –seorang Syi’ah Rafidhoh- berkata,” Sesungguhnya Utsman telah membunuh dua putri Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam,”. Ibad menjawab,” Jika Ia membunuh yang satu mengapa Rasul menikahkannya dengan yang lain ?!”[219] . Maka orang syi’ah tadi tercengang dan tidak bisa menjawab.
Sebagian Syi’ah berpendapat yang dibunuh Utsman adalah Ummu Kultsum sehingga Rasul tidak menikahkannya lagi. Ni’matullah Al Jaza’iri berkata,” Utsman juga mempersunting Ummu Kultsum setelah istrinya Ruqayah wafat disebabkan pukulan kerasnya yang menyebabkan kematianya.[220] Tapi ini tidak diterima dikalangan Syi’ah sebab ini menyelisihi riwayat dari para Imam mereka yang mengatakan bahwa yang dibunuh Utsman adalah Ruqayah bukan Ummu Kultsum. Telah kami sebutkan hadits Rasulullah Shollalahu ‘alahi wasallam ,” Jika mereka ada sepuluh niscaya akan aku nikahkan mereka dengan Utsman”. Hadits ini membatalkan klaim mereka bahwa Rasul tidak menikahkan Utsman lagi setelah membunuh putrinya.
4. Dalil ke empat: Kisah ini sama sekali tidak terdapat dalam kitab Ahli Sunah, hanya Kaum Syi’ah saja yang menyebutkannya…jika hal ini benar terjadi niscaya riwayat ini akan mengalir dari para perowi tarikh apalagi peristiwa ini terjadi di zaman Nabi Shollalahu ‘alahi wasallam, di depan mata dan didengar telinga beliau, lalu apakah beliau melupakanya dan tidak menegakkan had bunuh bagi pembunuh – ini jika dipahami dari maksud mereka-. Sedang Rasul adalah orang yang tegas dalam menegakkan had dan tidak pernah takut celaan para pencela dalam menegakkan hukum Allah, beliaulah yang berkata ketiak seorang wanita Al Makhzumiyah mencuri,” Jika ia Fatimah niscaya aku potong tangannya”. [221]
5. Ayat-ayat yang dipakai sebagai landasan mereka ini dita’wilkan dengan takwil batini–menurut anggapan mereka- yang tak seorangpun bisa melakukannya kecuali malaikat yang dekat sekali dengan Rabnya atau Nabi yang diutus, atau hamba yang Allah uji hatinya kerana Iman. [222] Padahal Al Qur’an turun dengan bahasa Arab dan dipahami dengan bahasa Arab pula. Allah Berfrman
Sesungguhnya kami menurunkannya berupa Al Qur’an dengan bahasa Arab agar kamu memahaminya (Yusuf ;2)
Akan tetapi tafsir batini kaum Syi’ah adalah tafsir yang sama sekali tidak bisa dinalar, hal ini mereka akui dan mereka nisbahkan kepada imam-imam mereka.[223]
Jika diperhatikan, sisi kebatinan yang mereka pakai dalam menakwilkan ayat-ayat ini sangat kentara sekali. Mereka mengatakan maksud “Dua mata” adalah Rasulullah Shollalahu ‘alahi wasallam dan Ali Bin Abi Thalib, “ Dua bibir” adalah Al hasan dan Al Husein dan “ najdain” keduanya tidak tertuduh. Ini tidak masuk akal sama sekali dan mereka pun mengakuinya dalam kitab-kitab mereka. Dan jelas Al Qur’an tidak ditakwilkan dengan takwil semacam ini .
Tak satu pun mufasir yang mengatakan ayat ini turun berkenan dengan Utsman seperti anggapan mereka.[224]Maka jelaslah kini wahai saudara muslimku, yang mencintai Rasulullah Shollalahu ‘alahi wasallam, Ahli bait dan para sahabat RA apa yang dituduhkan kaum Syi’ah atas para sahabat-sahabat terbaik juga celaan, laknat dan kewajiban berlepas diri dari mereka hanyalah sesuatu yang muncul dari akidah bobrok yang dilandaskan pada kebencian atas para sahabat RA.

MAJLIS KEDELAPAN

Sikap kaum Syi’ah Al Itsna Asyriyah terhadap sahabat lain yang mendapat kabar gembira menjadi Ahli Jannah

Bertemukah engkau dengan ahlu ilmi dan khibrah
Wahai penanya, siapakah hamba terbaik?
Quraisy terbaik adalah ahlu Hijrah
Hamba yang paling baik seluruhnya quraisy
Delapan, bersatu menolongnya
Sebaik-baik ahli hijrah terdahulu
Talhah dan dua yang bersinar
Ali, Utsman,dan Zubeir
Dan Syaikhani tetangga kubur Ahmad
Maka janganlah kalian berbangga
Setelah mereka, karena mereka telah menjadi sepuluh
Amir dari Fihr danIbnu Zaid

Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam memberi kabar gembira bagi sepuluh sahabat yang paling utama dengan Jannah dalam sabdanya ,” Sepuluh orang masuk Jannah, Abu Bakar di Jannah, umar di Jannah, Utsman di Jannah, Ali di jannah, Talhah di Jannah, Az Zubair di Jannah, Abdurrahman bin Auf di Jannah, Sa’ad di jannah, Sa’id di Jannah dan Abu Ubaidah Bin Al Jarrah di jannah.[225]
Kaum Syi’ah mengingkari hadits ini meskipun derajatnya sahih dan menganggapnya maudhu’ ( palsu).[226] Mereka juga menganggap sepuluh orang itu selain Ali semuanya munafiq dan mengamalakan amalan kaum munafik. Tentang tuduhan mereka atas tiga Khulafa’ Ar Rasyidin Al Mahdiyin telah kami paparkan di muka. Akan saya ringkas beberapa contoh perkataan mereka tentang enam lainya dari sepuluh orang yang dijanjikan atas meeka surga.

Pertama: Sikap Syi’ah Itsna Asyriyah terhadap Talhah bin Ubaidillah dan Zubair Bin Al awam radhiyallahu ‘anhu .
Talhah Bin Ubaidillah At Taimi Al Qursyi dan Zubair Bin Al Awam Al Asadi Al Qursyi adalah sahabat angkatan pertama dan termasuk sepuluh orang ynag dijanjikan Jannah. Bahkan keduanya menjadi tetanga Nabi Shollalahu ‘alahi wasallam di jannah seperti dalam Haditsnya yang diriwayatkan Amirul Mukminin Ali Bin bi Thalib Ia berkata,” Telingaku menengar Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda,” Talhah dan Zubeir menjadi teanggaku di Jannah”.[227]
Keduanya memeluk Islam dipermulaan lalu berjuang menolong Rasulullah Shollalahu ‘alahi wasallam dengan lisan dan kekuatan, mengikuti berbagai macam peperangan bersama Rasulullah Shollalahu ‘alahi wasallam dan mersakan berbagai ujian. Msing-masng dari keduanya memiliki perjalanan hidup istimewa yang tidak dimliki orang lain :
Adapun Zubair, Ia adalah orang yang pertama kali menghunus pedang di jalan Allah[228]. Dia adalah Hawari-nya Nabi Shollalahu ‘alahi wasallam.[229]
Sedangkan keistimewaan talhah: Beliau melindungi Rasululah Shollalahu ‘alahi wasallam pada pernag Uhud dengan tangannya hingga lumpuh[230], Beliau juga membungkukkan badanya untuk Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam untuk dinaiki hngga tatkala sampai pada sebuah batu beliau sudah tidak mampu lagi naik, saat itu Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda,” Wajib atas Talhah”[231]. Artinya Talhah telah melakukan sesuatu yang mewajibkan dirinya masuk Jannah. Bertempur mati-matian melindungi Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, melindungi beliau sendirian, badanya menjadi tameng panah-panah Quraisy hingga terluka parah. Abu Bakar Ash Shidiq jika mengigat hari perang Uhud berkata,” Hari itu milik Talhah”.[232] Masih banyak lagi kisah tentang kiprah Talhah yang tidak cukup empat untuk menyebutkannay. Kaum Syi’ah, sebagaimana para pendahulunya membenci Para sahabat Nabi Shollalahu ‘alahi wasallam terutama orang-orang mulia diantara mereka. Mereka berusaha menghapuskan fadhilah yang ada pada sahabat dengan menyematkan aib dan berbagai tuduhan palsu, demikian pulalah yang mereka lakuakan atas diri Talhah dan Zubair radhiyallahu ‘anhu.
Akan saya sebutkan dengan ringkas beberapa penjelasan sikap Syi’ah terhadap kedua sahabat ini.
1. Klaim mereka bahwa Talhah dan Zubair adalah dua imam kafir, keduanya hidup dan mati dalam keadaan kafir. Mereka melandasi klaim ini dengan perkataan Imam Ali – yang menurut mereka- mengatakan,” Ketahuilah ! imam kafir dalam Islam ada lima : Talhah, Zubair, Mu’awiyah,amru bin Al Ash dan Abu Musa Al Asyari”.[233] Para Imam mereka bahkan mengatakadengan jelas bahwa kedua sahabat ini hidup dan mat dalam keadaan kafir : Al Mufid – Ulama Besar Syi’ah- berkata,” Sesungguhnya kaum itu, talhah dan Zubair dan sejenisnya terus menerus dalam perbuatan mereka tanpa menyesal dan bertobat”.[234]
Muhammad Ali Al Hasani –seorang Syi’ah modern- berkata,” Zubair menjual diennya dengan dunianya, ia membolehkan segala sesuatu demi perut dan syahwatnya.Tak sedikitpun kalimat rasul yang berarti baginya..”[235]
Mereka mengatakan Imam Ali berkata,” Aku bersaksi bahwa Rasulullah Shollalahu ‘alahi wasallam bersabda bahwa engkau adalah ahli neraka”.[236]
Dan sebagainya. Kesemuanya menyelisi kabar dari rasul bahwa dua sahabat mulia ini adlaah ahli Jannah bahkan menjadi tetangga beliau Shollalahu ‘alahi wasallam .
Keduanya mendapat gelar Syahid dari Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam :
Diriwayatka Imam Imam Muslim dalam Sahihnya dari Abu Hurairah RA ,” Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam berada di gua hira’ bersama Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Talhah dan Zubair, saat itu batu gua bergerak, maka Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda,” Tenanglah, tak seorangpun berada diatasmu ini selain Nabi, Siddiq dan Syahid”.[237]
Ashidiq adalah Abu Bakar dan Syuhada’ adalah Umar, Utsman, Ali, Talhah dan Zubair. Syahidnya Talhah da Zubair menunjukkan bahwa keduanya adalah ahli Jannah bahkan memiliki kedudukan yang tinggi di Jannah. Allah telah berfirman dalam Al Qur’an bahwa AS Sidiqqin dan Asyuhada’serta orang-orang salih memiliki kedudukan yang tinggi di Jannah,
Dan barangsiapa yang mentaati Allah da Rasul-Nya mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugrahi ni’mat oleh Allah , yaitu : Nabi-nabi, para shiddiqin syuhada’, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman sebaik-baiknya (Annisa’ 69.)
Talhah dan Zubair kehidupannya terpuji dan mati dalam keadaan syahid, tak sekalipun keduanya menyelisihi perintah Rasul. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam wafat dalam keadaan ridha pada keduanya. Semoga Allah meridhoi keduanya, dengan keadilanNya membalas orng-orang yang membenci mereka atau mengganti keduanya dengan kebaikan.
2. Tuduhan Syi’ah bahwa Talhah anak hasil Zina –beliau suci dari tuduhan ini-.Mereka menisbahkan satu perkatan tentang Ibunda Talhah, As Su’bah binti Al Hadhrami kepada Muhammad bin Sa’ib Al Kalbi bahwa ia –Ibunda Talhah- memiliki bendera[238] di Makkah menjual dirinya kepada Abu Sufyan lalu Abu sufyan menggaulinya. Setelah itu Ia kawin dengan Ubaidullah bin Utsman Bin Amru Bin Ka’ab Bin Sa’ad Bin Taim – Bapak Talhah- lalu lahirlah Talhah Bin Ubaidullah setelah enam bulan. Abu Sufyan dan Ubaidullah pun berseteru tentang Talhah maka keduanya menyerahkan urusan tersebut pada ibunya dan ibunya pun menyambung nsabnya pada Ubaidullah. Dikatakan padanya : “Mengapa kamu meninggalkan Abu Sufyan?”. Ia berkata,” Tangan Ubaidullah telah membebaskannya sedang tangan Abu Sufyan seperti debu”.Al Kalbi berkata,”
Sudah bisa dipastikan tuduhan ini dusta yang tak perlu diperdebatkan lagi. Kaum Syi’ah melemparkan tuduhan ini tidak hanya kepada Talhah saja, mereka juga melemparkan tuduhan ini kepada para sahabat yang lain bahwa mereka anak zina – merek suci dari semua itu-. Penisbatan dusta besar ini kepada Hisyam Al Kalbi tidak bisa membebaskan mereka :
Al Kalbi adalah orang Syi’ah menurut kesepakatan ulama’ rijal , mereka berkata,” Dia mukhtasan deangan madzhab kita”. Dan dia menurut Ulama’ ahlu Sunnah,” Rafidhah yang matruk,tidak tsiqat ( bisa dipercaya).Dan tidak diterima perkataannya. Imam Ahmad Berkata,” Saya kira tak seorangpun yang mengambil haditsnya”.[239]Karena itu perkataannya tidak bisa diperlukan lagi juga perkataan orang yang menukil darinya, tidak perlujuga memuliakan mereka.

Kedua Sikap Syi’ah Itsna Asyriyah terhadap Sa’ad bin abi Waqqas Az Zuhri RA.

Sa’ad bin Abi Waqqas Az Zuhri seorang sahabat mulia, salah satu dari sepuluh orang yag diberi kabar gembira menjadi ahli Jannah. Beliau juga salah satu anggota Syuro yang berjymlah enam orang. Pada perang Uhud Rasulullah Shollalahu ‘alahi wasallam menjadikan kedua orang tuannya sebagai tebusannya- fidakaAbi wa Umi-. Diriwayatkan Imam Muslim dalam Sahihnya dari Amirul Mukminin Ali Bin Abi Thalib RA,” Rasulullah belum pernah menjadikan kedua orang tuannya sebagai tebusan kecualikepada Sa’’d Bin Malik, beliau berkata padanya pada perang Uhud,” Lemparkanlah, demi Bapak dan Ibuku menjadi tebusanmu”.[240]
Bukhari dan Muslim mentakhrij satu hadits dari Sa’ad Bin Abi Waqqas RA beliau berkata,” Nabi menjadkan kedua orangtuanya sekaligus menjadi tebusanku pada perang uhud”.[241]Beliau adalah pamn Nabi Shollalahu ‘alahi wasallam , At tirmidzi meriwayatkan sebuah hadits dan menghasankannya dari Jabir bin Abdullah RA berkata,” Ketika Sa’ad datang , Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda,” Ia adalah pamanku, manakah paman kalian?”.[242]
At Tirmidzi menambahkan Sa’ad berasal dari Bani Zuhrah dan Ibunda Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam berasal dari Bani Zuhrah karena itulah Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam mengatakan ,” Ini Pamanku”.[243] Beliau Shollalahu ‘alahi wasallam juga mensifatinya dengan As Solah ( Yang salih) dan mendo’akan kebaikan untuknya.[244]
Firman Allah ayat 52 dari Surat Al An’am juga turun karenanya[245] :
“Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya dipagi haridan petang, sedang mereka menghendaki keredhaan-Nya.”
Setelaha ada tazkiyah ( rekomendasi) dari Rab semesta ini tak perlu lagi ada rekeomendasi dari seorangpun di dunia. Keutamaan beliau sangatlah banyak, jika ditulis akan menghabiskan banyak lembaran kitab.
Sebagaimana para pendahulu mereka dan memang sudah menjadi kebiasaan orang Syi’ah mencela dan menuduh para sahabat dengan berbagai hinaan, demikian pula terhadap Sa’ad. Lihatlah contoh-contoh berikut :
1. Mereka berkata beliau adalah Qarunnya umat ini.
Abu Hasan Al Amiri berkata,” Sa’ad bin Abi Waqqas Qarunnya umat ini. Hal ini jelas dilihat dari murtadnya dirinya dan enggan membaiat Amirul Mukminin ( Ali RA)…”.[246]
Tuduhan ini menjadi bukti yang paling autentik akan batilnya tuduhan ini karena kontradiksi yang ada didalamnya, Sa’ad berbaiat pada Ali dan sama sekali tidak menolak untuk taat sebagaimana yang mereka katakan, bahkan dalam kitab Syi’ah terdapat perkataan Ali – karangan mereka- yang membatalkan klaim mereka sendiri, Ali berkata kepada Sa’ad dan orang-orang yang tidak i’tizal dari perang,” Mengapa kalian keluar dari berperang denganku sedang kalan telah membaiatku?![247]. Dan perkataan beliau ,”Bukankah kalian tealh membaiatku?” mereka menjawab,” Benar”[248]. Dan lain-lain.
Mereka telah berbaiat dan tetap menepatinya sebagaiaman yang diakui oleh kaum Syi’ah sendiri berdasarkan perkataan yag mereka nisbatkan kepada Imam Ali RA lalu bagaimana bisa mereka sepakat berbohong dengan mengatakan Sa’ad enggan berbaiat kepada Ali padahal dalam kitab mereka sendiri , mereka mengatakan bahwa Sa’ad telah berbaiat?!!
2. Mereka mengatakan Ali memberitahu Sa’ad bahwa di setiap helai rambut jenggotnya terdapat syetan yang sedang duduk.
Orang Yang berjuluk Ash Shaduq menyandarkan sebuah riwayat kepada Al As Bagh bin Nubatah[249] Imam Ali RA berkata dalam khutbahya,” Bertanyalah kepadaku sebelum kalian kehilangan aku, tidaklah kalian menanyakan sesuatau kapadaku melainkan aku akan beritahukan ada kalian”. Maka Sa’ad berdiri dan berkata,” Beritahukan padaku berapa jumlah rambut kepala dan jenggotku?”. Ali menjawab,” Demi Allah engakau telah menanyakan kepadaku satu masalah yang Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam telah memberitahuku bahwa engkau akan menanyakannya padaku. Tidaklah sehelai rambut kepala danjenggotmu tumbuh melainkan di akarnya ada setan yang sedang duduk dan dirumahmu ada seekor anak akmbing yangakan membunuh anakku”. saat itu Umar bin Sa’ad berjalan didepannya.[250]
Menueurt At Tastari,” disetiap rambutmu ada malaikat yang melaknatmu dan disetiap lengkung jenggotmu ada setan yang duduk…”[251]
Ini hanya salah satu diantara sekian banyak kisah dusta tentang Ali RA, pengaragnya adalah Asbagh bin Nubatah dia Kadzab (pendusta) matrukul hadits ( haditsnya ditinggalkan) dan berkeyakinan raj’ah. Abu Bakar bin utsman berkata tentang dirinya,” Kadzab”. Ibnu Mu’in berkata,” Tidak Tsiqah” dan ,” sama sekali tidak bisa dipakai”. An Nasa’i dan Ibnu Hibban berkata,” Matruk ( ditinggalkan)”. Ibnu Hibba menambahkan,” Ia terfitnah karena kecintaan berlebihan pada Ali dan mendatagkan bencana maka ia berhak untuk ditinggalkan”.
Ibnu ‘Adi berkata,” Jelas kelemahanya”. Abu Hatim berkata,” Layyinul Hadits ( lemah haditsnya)”.Al Uqaili berkata,” Ia mengatakan Raj’ah. Ad Daruquthni dan As Saji berkata,” Munkarul Hadits”. Dan kisah-kisah ini semakin memperjelas kemungkarannya karena berlawanan dengan sikap Ali RA terhadap Sa’ad. Ali mencintai Sa’ad dan memuliakannya. Beliau juga meriwayatkan hadits Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam tentang penebusan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam diri Sa’ad deangan dua orangtuanya. Jika Ali RA mendengar dari Rasulullah Shollalahu ‘alahi wasallam hal yang bertentangan dengan itu semua seperti yang mereka katakan niscaya beliau tidak akan menutupinya.
Saya tambahkan, dalam kisah ini ada kontradiksi berkaitan dengan lokasi dimana kisah diatas terjadi. Perkataan diatas dikatakan –menurut mereka- oleh Imam Ali ketika berda diats mimbar Kufah sedangkan pada saat itu Sa’ad telah beri’tizal ke Madinahdan tidak bertemu Ali RA di Madinah.
Adapun landasan mereka menyalahkan Sa’ad karena anaknya, Umar Bin Sa’ad ikut memerangi Al Husein bin Ali lalu mereka membuat tuduhan dan celaan kepada bapaknya, lalu apa salah Sa’ad dalam hal ini?! Hal itu tidak terjadi melainkan setelah kematian beliau. Jika beliau tahu bahwa anaknya akan ikut memerangi cucu Rasulullah Shollalahu ‘alahi wasallam tentu beliau akan berharap mati sebelum menikah, atau tidak memiliki anak, atau jika saja bumi terbelah dan menelan ia dan anaknya, atau ia dilupakan begitu saja karena rasa cintanya pada Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam Ahli Baitnya. Sa’ad tidak berdoas dan tidak ada alasan bagi Syi’ah untuk mencelanya dengan alasan ini karena firman Allah Surat “Dan orang-orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain”. (Fatir 18.)
3. Sikap mereka terhadap Abdurrahman bin Auf Az Zuhri RA.
Abdurrahmn bin Auf adalah seorang Sahabat Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam yang telah dijanjikan Jannah dan salah satu anggota Ahli Syura. Meski beliau adalah seorng sahabat Rasulullah Shollalahu ‘alahi wasallam dan memiliki banyak kemuliaan, kaum Syi’ah tak segan untuk menghina beliau dengan tuduhan-tuduhan bohong. Allah lebih tahu bahwa beliau terlepas dari apa yang mereka tuduhkan . Akan saya sebutkan satu contoh hinaan terhadap sahabat mulia ini yang terdapat dalam buku-buku mereka:
Mereka mengatakan beliau memiliki satu pintu dineraka yang akan dimasukinya bersama dengan Fir’aun dan Hamman.
Ash Shaduq meriwayatkan –riwayat dusta- dari Ja’far Ash Shadiq beliau berkata,” Neraka itu memilki tujuh buah ointu yang akan dimasuki Fir’aun, Hamman dan Qarun….”.[252]
Telah kami jelaskan maksud dari Fir’aun dan Hamman menurut mereka adalah Abu Bakar dan Umar RA. Dan Qarun menurut Al Kasyani,” Abdurrahman Bin Auf qarunnya umat ini ,” [253]
Ucapan ini jelas bertentangan dengan Sabda Rasul dalam hadits sahih yang mengatakan bahwa beliau adalah ahli Jannah[254], juga dengan apa yang mereka sebutkan sendiri dalam sebagian kitab-kitab Syi’ah bahwa Rasulullah Shollalahu ‘alahi wasallam berdoa untuk Abdurrahman,” Ya Allah berilah Abdurrahman minum dari As Salil dari Jannah”.[255]Hal ini jika dilandaskan pada maksud hadits ini secara bahasa.Ia melanjutkan dengan berkata,” As Salil adalah air minum yang sangat jernih…dst”.[256]
Jika Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam mengetahui bahwa Abdurrahman Bin Auf akan masuk neraka bersaa Fir’aun Hamman niscaya beliau tidak akan mendoakan Abdurrahman agar diberi minum dari air surga yang jernih juga tidak mengkhabarkan bahwa abdurahman adalah ahli Jannah karena beliau tidak berbicra menurut hawa nafsunya, hanya wahyu yang diwahyukan padanya Shollalahu ‘alahi wasallam .
4. Sikap Mereka terhadap Abu Ubaidah, Amir bin Al Jarrah Al Qursy RA.
Abu Ubaidah yang bernama Amir bin Al Jarrah adalah sahabat yang masuk Islam diawal –awal rasul mendakwahkannya. Telah banyak berjuang dalam berbagai perang bersama Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam dan dijanjikan menjadi salah satu penghuni Jannah. Memiliki banyak keutamaan yang tidak cukup tempat untuk menyebutkan keseluruhannya tapi cukuplah julukan yang diberikan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam kepadanya “ Aminu Hadzihil Ummah” ( kepercayaan umat ini). Imam Bukhari da Muslim juga selainnya mentakhrij hadits dari Anas bin Malik Al Anshari RA ia berkata,” Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda,” setiap umat memiliki orang kepercayaan, dan orang kepercayaan kita wahai umatku adalah Abu Ubaidah bin Al Jarrah”.[257]
Akan tetapi kaum Syi’ah tetap tidak mau mengakui keutamaan-keutamaan ini dan tidak peduli dengan martabat beliau sebagai seorang sahabat Nabi. Bahkan dengang kejam mereka hujamkan ke wajah beliau panah-panah hinaan yang sangat beracun dan menyakitkan sebagaimana yang telah mereka lakukan terhadap sahabat yang lain.
Mereka mengatakan gelar yang disandangkan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bukanlah pujian tapi justru celaan. Mereka menyandarkan sebab penamaan ini dari sebuah kisah dusta : Sekelompok sahabat berkumpul guna mengadakan konspirasi agar setelah Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam wafat kekhilafan tidak di serahkan pada Bani Hasyim dan keturuananya selamanya –yang mereka maksud Ali dan keturunannya- . Mereka menulisnya dalam sebuah lembaran dan mereka kuburkan di tengah Ka’bah. Dan yang bertindak sebagai penulisnya adalah Abu Ubaidah Bin Jarrah, dialah yang membawa tulisan itu dan menguburnya di dalam Ka’bah. Lalu Allah memberitahukan konspirasi ini pada Rasulnya Shollalahu ‘alahi wasallam, maka Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda kepada Abu Ubaidah Bin Al Jarrah,” Engkau adalah kepercayaan dari sebagian umat ini dalam kebatilan yang mereka lakukan”.[258]
Maksudnya mereka mempercayakan lembaran itu pada Abu Ubaidah dan mengutusnya ke Makkah agar menimbunnya di tengah ka’bah, karena itu– menurut orang-orang syi’ah – beliau dinamakan “Orang kepercayaan umat ini dalam kebatilan mereka” bukan orang kepercayaan ummat dalam hal menyimpan rahasia. Yang mengatakan hal tersebut diantaranya: Al Bayadhi, Al Kasyani, Al Bahrani, At Tastary, Al Jaza’iri dan Asy Syairazi.[259]
Bahkan menurut mereka Abu Ubaidah adalah musuh keluarga Muhammad[260], beliau dituduh telah bersekongkol dengan Abu Bakar merampas kekhilafahan dari Ali RA[261]. Sebagai bukti dari itu perkataan seorang orientalis kristen –kelahiran Belgia berkebangsaan Prancis- Henry Lamens,” Sesungguhnya pasukan Quraisy yang di komadoi Abu Bakar, Umar Bin Al Khattab dan Abu Ubaidah Bin Al Jarrah tidak terlahir begitu saja atau secara kebetulan akan tetapi ini adalah sebuah konspirasi yang tersusun secara cermat dan teliti, dan yang menjadi komandan komplotan ini adalah Abu Bakar, Umar bin Al Khattab dan Abu Ubaidah Bin Al Jarrah dengan anggaotanya Aisyah dan Hafsah…”[262]
Klaim Syi’ah ini tak bisa dibenarkan dari berbagai sisi, baik itu bahasa maupun kesesuaiannya dengan realita.
1. Al Amien secara bahasa berartidipercaya dan diridhoi. Dikaitkan dengan Al Ummah menunjukkan bahwa ia dipercaya dan diridhoi seluruh umat. Hal ini tidak berlaku pada cerita persekongkolan diatas, karena didalamnya ia hanya dipercaya oleh sebagian umat yang bersekongkol dan tidak secara keseleruhan. Mereka pun mengerti dan mengetahui hal yang sangat kontradiktif ini sehingga mereka dengan segera merubh lafadz hadits yang sahih agar sesuai dengan hawa nafsu mereka dengan menambahkan “ Aminu qaumun min hadzhihl ummah ala bathilihim” ( Kepercayaan sebagian umat atas kebatilan mereka”.Ini adalah dusta atas Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam dengan sengaja yang mana Allah telah mengancam degan neraka siapa saja yang berdusta dengan sengaja atas nama Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam sebagaimana dalam hadits Sahih

“ Barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja maka hendaklah ia mengambil tempatnya di neraka”.
2. Kenyataan yang berlaku hingga menjadi sebab penamaan ini menyangkal klaim mereka.Imam Musim meriwayatkan dalam Sahihnya dari ans RA :” Ahlu yaman datang kepada Nabi Shollalahu ‘alahi wasallam dan berkata,” utuslah bersama kami seseorang yang akan mengajari kami As Sunnah dan Islam”. Anas berkata:” lalu nabi Shollalahu ‘alahi wasallam mengambil tangan Abu Ubaidah dan bersabda,” Dia adalah kepercayaan umat ini”.[263] Jelas tidak bisa dibenarkan mengutus seseorang untuk mengajarkan dien selain orang yang bisa di percaya. Beliaulah penasehat umat Muhammad Shollalahu ‘alahi wasallam .
Al bukhari dan Muslim mentakhrij hadits dari Hudzaifah Bin Yaman,” Ahlu Najran datang kepada Rasulullah Shollalahu ‘alahi wasallam dan berkata,” Ya Rasulullah, utuslah kepada kami seorang lelaki yang terpercaya. Nabi Shollalahu ‘alahi wasallam bersabda,” Aku benar-benar akan mengutus seseorang yang sangat terpercya, benar-benar terpercaya, benar-benar terpercaya”. Orang-orangpun sangat terkesan dan kagum padanya. Lalu beliau mengutus Abu Ubaidah Bin Al Jarrah”.[264]
Yang dimaksud “orang-orang” disitu adalah para sahabat Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam . Saat itu mereka sangat ingin tahu dan menginginkan kekusaan tersebut karena tamak akan sifat yang disebutkan tadi. Yaitu Al amanah bukan sekedar kekuasaan saja. Sampai-sampai Umar – dengan segala keutamaan dan keberaniannya atas yang lain- berkata,” Aku tidak menyukai kekuasaan sama sekali melebihi kecintaanku akan kekuasaan itu pada hari tersebut demi mengharap aku menjadi pemlik gelar itu”.[265]
Para sahabat pun mengakui hal ini:
Imam Ahmad meriwayatkan dari Umar bin Khattab, Ia berkata,” Jika saja aku masih bertemu Abu Ubaidah aku akan mengangkatnya menjadi penggantiku tanpa musyawarah. Jika kau tanyakan padaku aku akan menjawab aku telah mengangkat Kepercayaan Allah dan kepercayaan Rasul””[266]
Dalam riwayat lain ,” Jika aku mengangkat Abu Ubaidah menjadi Khalifah dan Rabku menayakan kepadaku mengapa kau lakukan itu? aku akan menjawab aku mendengar NabiMU bersabda dia adalah kepercayaan umat ini.”[267]
Adapun perkataan seorang orientalis, Lamens yang dijadikan landasan Hasyim Al Huseini untuk menguatkan hujjahnya maka hal itu adalah batil, karena musuh Islam tidak bisa menjadi saksi atau penguat hujjah atas kaum muslimin.
Dan tak bisa disangkal para orientalis itu sebenarnya mengambil dari referensi Syi’ah untuk memunculkan Syubhat dan keraguan dalam agama kemudian mendatangkan satu pemikiran yang merusak dan menyelewengkan manusia dari pemikiran Islam yang sebenarnya.

Majlis ke Sembilan
Sikap Syi’ah terhadap Ash Shiddiqah Binti Ash Shiddiq Aisyah Binti Abi Bakr radhiyalaahu ‘anhuma
ÍÕÇä ÑÒÇä ãÇ ÊÒä ÈÑíÈÉ æÊÕÈÍ ÛÑËì ãä áÍæã ÇáÛæÇÝá
ÍáíáÉ ÎíÑ ÇáäÇÓ ÏíäÇ æãäÕÈÇ äÈí ÇáåÏì æÇáãßÑãÇÊ ÇáÝæÇÖá
ãåÐÈÉ ÞÏ ØíÈ Çááå ÎíãåÇ æØåÑåÇ ãä ßá Ôíä æÈÇØá

Di mata seorang muslim, keutamaan Aisyah RA akan tampak sangat jelas. Allah mengistimewakan rumahnya sebagai salah satu tempat turunnya wahyu serta memberinya satu kedudukan mulia yang ia rasakan yakni menjadi pendamping Rasulullah dan menjadi wanita yang sangat beliau cintai.
Diantara istri-istri beliau, Aisyah adalah istri yang paling sayang, paling tahu arah pikiran Rasul dan yang paling bersegera mencari sebab-sebab keridhoan suaminya disetiap kedip matanya SAW.
Maka sangatlah pantas jika Ash Shiddiqah binti Ash Shiddiq, Al Habibah binti Al Habib, At Tahirah Al Afifah yang dibebaskan dari tuduhan dari langit ketujuh, Aisyah RA menjadi orang yang paling pertama mendapat segala nikmat dan keistimewakan berupa rahmat yang luas ini.
Seakan Ia telah merebut hati Rasulullah dari istri-istri yang lain. Beliau adalah sosok kekasih yang bisa menunjukkan jalan, putri teman dekat Rasul yang Beliau tidak memperistri seorang gadis selain dirinya. Belum pernah sekalipun wahyu turun diatas ranjang seorang wanita selain diranjang beliau sebagaimana dinashkan oleh Rasul dalam sabdanya kepada Ummu Salamah RA. ,” Wahai Ummu Salamah janganlah kamu cemburu kepadaku tentang Aisyah. Karena demi Allah tak satupun wahyu turun kepadaku saat aku berada di selimut seorang wanita dari kalian selain di selimutnya.”[268]
Aisyah juga telah melakukan tugas mulia yakni saat Ia melayani dan merawat Rasul di hari-hari menjelang wafatnya. Hingga tatkala beliau jatuh sakit yang menjadi saat akhir kehidupannya, beliau bertanya-tanya, “ Dimana aku esok ? diamanakah aku esok?”[269]. Beliau ingin berada dirumah Aisyah. Kemudian beliau meminta isteri-isterinya supaya dijinkan tinggal dirumah Aisyah, maka tinggalah beliau bersamanya RA, lalu Aisyahlah yang merawat, melayani dan terjaga dimalam hari tatkala Rasul sakit hingga Allah memanggilnya SAW. Saat itu kepala beliau berada dalam pelukannya RA, antara leher dan tulang dadanya[270],antara dagu dan perutnya . Ludah beliau telah bercampur dengan ludahnya[271]. Beliau meninggal dirumah wanita yang paling dicintainya, sebagaimana sabda beliau tatkala ditanya : Siapakah oarang yang paling engkau cintai ?Beliau bersabda,” Aisyah”. [272]
Beliau wafat dalam keadaan ridha padanya dan dikuburkan dirumahnya. Semoga Allah meridhai Aisyah . Aisyahlah kekasih Rasul, orang yang paling dekat dihati beliau dan yang paling beliau cintai. Dan seorang mu’min akan mencintai apa yang dicintai Allah dan Rasulnya .
Lalu, apakah kaum syi’ah mencintai Ummul Mu’minin Aisyah RA dan menghormatinya, menempatkan beliau sesuai dengan martabat yang telah Allah dan Rasulnya berikan ?!Kedudukan mulia yang berhak ia sandang karena ia adalah isteri dari penghulunya anak Adam khairul awalin wal akhirin, dan karena ia adalah orang yang paling dekat dihati rasul yang agung ini?!
Jawabnya: Tidak. Orang syi’ah justru sangat membencinya. Hal ini terlihat jelas dari cara mereka bersikap, mereka malah mencelanya, menyakitinya dan menisbahkannya kepada tuduhan yang Allah telah bebaskan. Menghapus keutamaanya dan menghujamkan berbagai hinaan padanya. Bukan maksud kami memojokkan atau memburuk-burukkan syi’ah semata, tapi kitab-kitab mereka menjadi saksi atas kebenaran dakwaan ini. Tuduhan tersebut sangatlah banyak, akan saya sebutkan beberapa diantaranya:

1. Tuduhan Syi’ah akan kekafiran Aisyah RA, ketiadaan iman dan anggapan mereka bahwa beliau termasuk Ahlun Naar.
Al Ayashi seorang ulama Syi’ah, menyandarkan riwayat pada Ja’far Ash Shodiq –dengan segala dusta dan kebohongan- satu pernyataan beliau tentang tafsir ayat
æáÇ ÊßæäæÇ ßÇáÊí äÞÖÊ ÛÒáåÇ ãä ÈÚÏ ÞæÉ ÃäßÇËÇ
“Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali. (An Nahl: 92)
Dia berkata,” Aisyah …ia telah mengurai keimanannya.”[273] Adanya tendensi dalam hal ini sangatlah jelas, mereka memalingkan makna “perempuan yang menguraikan benang “ menjadi “perempuan yang menguraikan keimanan” yang bukan lain adalah Aisyah RA. Meski demikian Ulama Mufasirin (pakar tafsir) sepakat menyatakan hal yang sama sekali bertentangan yaitu bahwa perempuan yang mengurai benang adalah perempuan jahiliyah yang pandir bernama” Rithah” . Ia menenun dari pagi hingga dzuhur bersama salah seorang tetangganya, kemudian ia menyuruhnya untuk mengurai apa yang telah mereka tenun. Cerita ini sangatlah masyhur. Kemudian Allah menjadikannya satu permisalan agar jangan sampai menyerupai mereka lalu melanggar al ‘uhud (perjanjian) setelah diteguhkan. Allah menyerupakan Naqdhul Ghazl ( mengurai tenunan) dengan naqdhul ‘uhud ( mengurai atau melanggar perjanjian).Tak satupun ulama yang menyatakan perempuan yang dimaksud adalah Aisyah RA atau menta’wil “mengurai tenunan” dengan “mengurai iman”, tidak pula menyerupakan.[274]
Syi’ah juga mengarang cerita bahwa Aisyah memiliki satu pintu di Neraka yang bakal dimasukinya. Al Ayashy menyandarkan riwayat kepada Ja’far Ash Shadiq RAHM– Dan sungguh ia suci dari apa yang mereka nisbahkan- Ia berkata mengenai tafsir ayat Al Qur’an tentang neraka” “áåÇ ÓÈÚÉ ÃÈæÇÈ” ( ia memiliki tujuh pintu[275]):” Jahanam didatangkan,ia memiliki tujuh buah pintu…dan pintu ke enam untuk askar…dst[276]. Askar adalah kinayah dari Aisyah RA, sebagaimana dituduhkan Al Majlisi. Al Majlisi menerangkan dinamakan demikian karena diwaktu perang Jamal beliau mengendarai unta yang bernama Askar.[277]
Tak puas dengan ini, kaum syi’ah menjuluki beliau dalam beberapa kitab Syi’ah dengan “Ummu Syurur”[278] yang berarti “ Biang kejelekan” dan “ Syaithanah”[279] artinya “setan perempuan” . Mereka menuduhnya telah berdusta kepada Rasulullah.[280] Dan bahwa sebutan “ Khumairo’” adalah gelar yang dibenci Allah.[281] Jadi menurut Syi’ah Aisyah Ra adalah kafir, tidak beriman dan termasuk ahli neraka.
Dengan demikian mereka melemparkan tuduhan tak berdalil ini kepada orang yang paling dicintai Rasul. Sedang Rasul tidak mencintai kecuali yang Thayyib sedang orang kafir adalah keburukan yang tidak beliau sukai. Maka mengapa mereka bisa sepakat akan tuduhan itu padahal kecintaan Rasul pada Aisyah teriwayatkan secara mutawatir –mutawatir secara ma’nawi-?!!
Imam Ahmad, Abu Hatim dan selainnya mentakhrij dari Ibnu Abbas bahwa beliau masuk rumah Aisyah sedang Aisyah telah wafat dan berkata ,” Engkau adalah orang yang dicintai Rasul dan Beliau tidak mencintai kecuali yang thayyib.”[282]
Ammar bin Yasir mendengar seorang lelaki menyebut hal buruk tentang aisyah. Lalu beliau menghardik dan mendampratnya seraya berkata,” Mengasinglah dengan segala keburukan dan celaan, mengapakah kamu hendak menyakiti kekasih Rasulullah?![283]
Telah kami sebutkan bahwa Rasul ditanya “ Siapakah orang yang paling engkau cintai?” Beliau bersabda,” Aisyah”.[284]
Rasulullah pun mengutamakan beliau dari wanita-wanita lain dengan sabdanya,” Keutamaan Aisyah atas seluruh wanita seperti keutamaan bubur atas seluruh makanan”.[285]
Dan apa yang tuduhkan kaum syi’ah bertolak belakang dengan apa yang telah Rasul tetapkan berupa kabar gembira bahwa Aisyah adalah wanita ahli Jannah dengan sabdanya,” Sungguh aku telah melihat Aisyah disurga, melihat telapak tangannya meringankanku dalam kematian”.[286] Juga seperti apa yang dikukuhkan Amirul Mukminin Ali RadiyAllahu ‘Anhu dari perkataan beliau ,” Sungguh dia adalah istri Nabi kalian dunia akhirat”.[287]
Lalu setelah ada berbagai dalil sharih ini Syi’ah menyelisihi Rasulullah dan menyelisihi orang yang mereka anggap sebagai Imam bagi mereka – Ali RA- serta menuduh Aisyah kafir dan ahli neraka padahal Beliau suci dari semua tuduhan itu. Beliau adalah mu’minah yang suci, salah satu penduduk Jannah Firdaus yang tinggi di surga bersama Sang suami Rasulullah Shalallohu Alaihi Wasalam.
2. Syi’ah Itsna Asyriyah menuduh Aisyah dengan tuduhan yang telah dibebaskan langsung dari langit ketujuh.
Tatkala kaum munafik melemparkan tuduhan kepada Aisyah tentang apa yang telah Allah bebaskan dirinya dari tuduhan itu, Allah murka karena kehormatan Nabi-Nya dinodai lalu menafikan tuduhan tersebut dari Aisyah dan menurunkan ayat “ tabri’ah” dari langit ketujuh sebagai pembebas. Ayat yang penuh dengan ancaman keras didunia dan azab yang pedih di akhirat.
Jika anda meneliti dan memperhatikan ayat-ayat dalam Al Qur’an yang berisi ancaman bagi ahli maksiat, anda tidak akan menemukan hukuman yang lebih keras dari ayat tentang hukuman orang yang menuduh Aisyah dengan ifki-gosip bahwa beliau telah berzina-pent. Ayat tentang hal tersebut sarat dengan teguran dan peringatan keras dan menganggap tuduhan yang dilontarkan kepada Aisyah oleh kepala kaum munafik dan orang-orang yang mengikuti ucapanya sebagai dusta besar dan bukan perkara yang bisa dianggap enteng. Apa yang mereka perbincangkan dari perkara itu dari mulut ke mulut adalah perbuatan keji, mereka menyangka membicarakan hal itu adalah perkara sepele sedang disisi Allah adalah ‘ adzim,sangatlah besar. Allah menjadikan para penuduh terlaknat dunia akhirat. Dan menjanjikan pada mereka azab yang tak terperi dan di akhirat nanti, lisan, tangan dan kaki mereka akan menjadi saksi kedustaan dan kebohongan mereka.
Siksa itu bukanlah kezaliman tapi balasan yang setimpal dari apa yang mereka omongkan perihal kehormatan Nabi dan Istri beliau. Juga sebagai peringatan akan kemuliaan dan ketinggia manzilah Rasulullah.
Berita dusta itu telah berakhir seusai dijilidnya para penyebar gosip, pernyataan taubat mereka dan permintaan maaf mereka kepada Nabi dan istrinya.
Tapi setelah beberapa kurun berlalu, Orang Syi’ah membuat fitnah baru pada diri Al afifah, Aisyah hingga menodai kehormatannya untuk kedua kalinya. Allahlah yang akan membuat perhitungan dengan mereka karena Ia selalu mengawasi apa yang mereka kerjakan, Allah jugalah yang akan menjaga dan melindungi kehormatan kekasihnya, Rasulullah SAW.
Mereka mengklaim bahwa ayat yang berbunyi,
Allah membuat istri Nuh dan istri Luth perumpaman bagi orang0rang kafir. Keduanya berad di bawah pengawasan dua hamba yang saleh diantara hamba-hamba kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya itu tidak dapat membantu mereka sedkitpun dari ( siksa0 Allah; dan dikatakan (kepada keduanya)”masuklah ke neraka bersama orang-orang yang masuk (neraka)”(At Tahrim;10)
Adalah permisalan dari Aisyah dan Hafsah dan menafsirkan kata khianat dengan berbuat zina.-waliyadh billah-.
Al Qummi berkata tentang tafsir ayat ini,” Demi Allah ! Yang Allah maksud dalam firmannya,” Fakhonatahuma” tidak lain adalah zina[288]. Dan sudah seharusnyalah had ditegakkan atas Aisyah atas apa yang terjadi di jalan (menuju Basrah)[289]. Ia –Thalhah- sangat menyukainya. Maka tatkala ia hendak keluar menuju basrah[290] Thalhah berkata,”Tidak halal bagimu keluar sendiri tanpa disertai mahram”. Lalu Aisyah menikahkan dirinya dengan Thalhah[291]….!.[292]
Alasan harus ditegakkan atasnya had adalah –menurut mereka- karena dirinya menikahkan diri dengan orang lain setelah Nabi padahal hal itu diharamkan. Karena Allah telah mengharamkan istri-istri Nabi untuk dinikahi sepeninggal beliau selamanya.
Lalu siapa sebenarnya orang yang menikahkan dirinya dengan Thalhah dari kalangan istri Nabi di jalan menuju basrah – seperti klaim Syi’ah-?
Tidak lain permisalan ini ditujukan kepada Aisyah dan Hafsah. Akan tetapi yang keluar menuju Basrah bukanlah Hafsah tetapi Aisyah, jadi dialah yang harus di had menurut ijma’ kaum syi’ah karena telah menikahkan dirinya dengan dengan Talhah padahal hal tersebut diharamkan.
Menurut persepsi kaum syi’ah, had ini harus ditegakkan manakala imam mereka dan musuh-musuhnya dibangkitkan di Hari Kiamat.
Meski mereka tidak menyebut nama Aisyah secara terang-terangan, tapi riwayat sebagian mereka menyebutkan dengan jelas maksud nama itu, dan ini menjadi bukti yang autentik.
Satu riwayat Syi’ah dalam kitab-kitab mereka menyebutkan tuduhan palsu yang berbunyi,” Tatkala turun firman Allah, :
“Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka. ( Al Ahzab.6)
Yang dengan ayat ini Allah mengharamkan isteri-isteri Nabi atas kaum muslimin, seketika itu Thalhah marah dan berkata,” Muhammad mengharamkan isteri-isterinya atas kita sedang ia sendiri menikahi wanita kita. Demi Allah, jika Allah telah mewafatkan Muhammad niscaya kita akan berlari diantara gelang kaki isteri-isterinya sebagaimana yang telah ia lakukan pada wanita kita”. Dalam riwayat lain mereka menyebutkan, “ Aku benar-benar akan memperistri Aisyah”[293]. Disebutkan juga bahwaTalhah menginginkan Aisyah[294] lalu turunlah ayat:
Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini isteri-isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah.
Tak puas dengan semua ini, mereka menisbahkan suatu perkataan kotor dan sangat rendah. Saya telah berulangkali menyebutnya dan berniat untuk tidak lagi menuliskannya. Kalau saja bukan karena komitmen saya untuk memberikan gambaran jelas tentang cara pandang kaum syi’ah terhadap para sahabat niscaya saya tidak akan menulisnya. Untuk itu akan saya sebutkan sebagian dan saya erangkan sebagian yang lain.
Rajab Al Barisi -seorang ulama syi’ah- menyebutkan bahwa Aisyah pernah mengumpulkan empat puluh dinar dan membagikannya pada orang-orang yang membenci Ali. Ahmad bin Ali At Thabrisi menyebutkan suatu ketika Aisyah merias salah satu budak wanitanya dan berkata,” Barangkali kita bisa memikat salah seorang pemuda Quraisy yang tertarik denganmu”.[295]
Semoga Allah membinasakan mereka semua, bagaimana mungkin mereka mengaku menjaga Rasulullah berkenaan dengan perihal isterinya yang paling beliau cintai, sedang mereka telah menuduhnya dengan yang lebih menyakitkan dari tuduhan kepala munafik dan antek-anteknya di zaman Nabi.
Perbincangan perihal tuduhan yang mengada-ada ini.
Seoarang yang berakal tidak akan ragu sedikitpun bahwa klaim syi’ah ini adalah sama sekali dusta dan diada-adakan. Allah tidak menjadikan isteri Nuh dan Luth sebagai permisalan atas Aisyah dan Hafsah, tapi itu adalah permisalan untuk orang kafir sebagaimana dalam firmannya,”
Allah membuat isteri Nuh dan isteri Luth perumpamaan bagi orang-orang kafir”.(At Tahrim ;10)
Karena rasa dengki atas Aisyah dan Hafsah dan keyakinan mereka akan kufurnya mereka berdua, mereka memaknai permisalan itu dengan Aisyah dan hafsah.
Tak seorangpun Ahli tafsir Ahlus sunnah menyatakan bahwa yang dimaksud Al Khiyanah ( pengkhianatan) dari isteri Nabi Luth dan Nabi Nuh AS adalah perbuatan zina, tapi mereka menta’wilkannya dengan khianat dalam agama[296], sebagian syi’ahpun menta’wil demikian.[297]
Dalam hal ini “Tinta Umat” ini berkata,” Keduannya tidaklah berzina, pengkhiantan isteri Nabi Nuh adalah karena ia mengatakan bahwa suaminya gila. Dan pengkhiatan isteri Luth adalah dia menunjukkan kepada kaumnya akan keberadaan tamu-tamunya. Semua Mufassir mengikuti pendapat ini”.[298]
Cerita yang dikarang kaum syi’ah ini tak diragukan lagi kebohongannya. Si pengarang pun sebenarnya telah terjebak pada kesalahan yang membuka kedoknya diantaranya: dakwaan mereka bahwa Aisyah keluar tanpa mahram, tatkala diberitahukan padanya bahwa hal itu dilarang beliau menikahkan dirinya dengan Talhah.
Dakwaan ini terbantahkan dengan ijma’ ahlus sunnah juga jumhur syi’ah sendiri bahwasanya keponakan beliau, Abdullah bin Zubair saat itu bersamanya dalam rombongan tentara. Syi’ah sendiri meriwayatkan Ibnu Zubairlah yang memotivasi Aisyah untuk keluar menuju Basrah dan menghasung ayahnya supaya memerangi Ali bin Abi Thalib. Dan ketika kedua pasukan telah bertemu, ayahnya ingin menghentikan peperangan. Maka iapun terus menerus menghasungnya hingga ayahnya mau berperang kembali . Ini semua hanyalah omong kosong yang terdapat dalam kitab-kitab Syi’ah.[299] Bagaimana mereka mengatakan beliau keluar tanpa mahram sedangkan keponakannya Abdullah bin Zubair adalah mahramnya?!
Oleh itu firman Allah :
Sesungguhnya orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya Allah akan mela’natinya didunia dan di akhirat dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan.
Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin dan mu’minat tanpa kesalahan yang mereka perbuat maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata (Surat Al Ahzab 57-58
Ini ditujukan bagi orang yang memfitnah beliau. Karena menuduh Aisyah RadiyAllahu ‘anha, dilihat dari sisi bahwa beliau adalah isteri Rasul adalah merupakan perbuatan idza’ (perbuatan menyakiti) terhadap Allah dan Rasulnya dan dari sisi bahwa Aisyah adalah seorang mu’minah yang tak bersalah adalah idza’ terhadap pribadinya serta orang-orang yang mengasihinya.
Perlu diketahui, menuduh Aisyah dengan apa yang telah Allah bebaskan dirinya dari tuduhan itu, termasuk perbuatan muruq ( keluar) dari agama – sebagaimana ditetapkan dalam kaidah-kaidah Syar’i- dan orang yang mencelanya menjadi kafir. Ini adalah ijma’ kaum muslimin berdasarkan dalil dalam surat Annur ayat 17 dan beberapa ayat lain yang senada.
Al Qadhi Abu Ya’la berkata,” Barangsiapa yang masih menuduh Aisyah dengan apa yang telah Allah bebaskan dirinya dari hal tersebut darinya maka ia telah kafir tanpa khilaf”.[300]
Muhammad bin Zaid bin Ali bin Al Husein saudara Al Hasan ketika beliau melihat orang mengatakan hal buruk tentang Aisyah ia berdiri dan memukulnya hingga tewas. Seorang berkata,” Orang ini dari golongan kita dan keturunan moyang kita!”. Beliau menjawab,” Orang ini menamai kakekku dengan qornani ( yang memilki dua tanduk)[301] barangsiapa yang menyatakan demikian ia berhak dibunuh”.[302]
Diriwayatkan pula dari saudaranya Al Hasan bin Zaid bin Ali Bin Al Husein Bin Ali Bin Abi Thalib bahwasanya ketika dihadapannya ada seorang lelaki yang menjelek-jelekkan Aisyah dan mengatakan ia telah berzina, beliau berkata,” Hai budak penggal leher orang ini!”. Orang-orang Alawiyun ( pengikut Ali)berkata,” Lelaki ini dari golongan kita”. Beliau berkata,” Ma’adzAllah…! Orang ini telah mencela Nabi Shalallohu Alaihi Wasalam. Allah berfirman dalam surat An Nur ayat 27:
“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji pula dan Wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik pula” .
Maka jika Aisyah seorang khobitsah maka Nabipun demikian oleh itu dia kafir maka penggallah lehernya”!, dan saat itu aku berada disitu.[303]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,” Barangsiapa yang menuduh Aisyah dengan apa yang Allah telah bebaskan maka dia kafir…”.[304]
Ibnu Hajar Al Haitsami berkata setelah menyebutkan perkara ifki . :” Barang siapa yang menisbahkan Aisyah pada zina maka dia kafir, Imam-imam juga yang lainnya dengan sharih menyatakan hal itu karena didalamnya ada unsur pendustaan terhadap nash-nash Al Qur’an. Dan orang yang mendustkan nash adalah kafir berdasar ijma’ kaum muslimin. Oleh itu dapat diketahui secara pasti kekafiran orang-orang Rafidhah karena mereka telah menisbahkan hal itu pada Aisyah semoga Allah membinasakan mereka![305]
Syaikh Muhammad bin Sulaim berkata,” Wal Hasil, menuduh Aisyah bagaimanapun juga telah mendustakan Allah dalam perkara yang telah Allah bebaskan dirinya dari para penuduh”.[306] Dalam tempat lain ,” Barangsiapa mendustakan Allah maka dia kafir”[307]. Beliau juga menukilkan perkataan Ahli Bait,” Menuduhnya saat ini adalah kafir dan murtad, tidak cukup dijilid, karena ia telah mendustakan tujuh belas ayat dalam Kitabullah seperti yang telah lalu, untuk itu ia dibunuh karena murtad…..dan barangsiapa yang menuduh At Tahirah At Tayyibah Ummul Mu’minin isteri Rasul Robbil Alamain di dunia dan akhirat maka dia seperti halnya kepala kaum munafik , Abdullah bin Ubay bin Salul”.[308]
Aqwal Ulama dalam bab ini sangatlah banyak yang kesemuanya menyatakan hal serupa. Yaitu kafirnya orang yang memfitnah Aisyah atau yang menuduhnya berbuat zina –wal’iyadzu billah- sesuai dengan kitab yang menerangkan bahwa At Tayyibah (perempuan yang baik) untuk At Thayyibin ( lelaki yang baik) dan Al Khobitsat (perempuan yang buruk) untuk Al Khobitsin (lelaki yang buruk) dan sunnah Nabi yang secara qath’i menunjukkan akan kecintaan beliau pada Aisyah dengan cinta yang sangat, sedang beliau tidak mencintai kecuali yang thayyib.

Ketiga. Hinaan Kaum Syi’ah yang ditikamkan kepada Aisyah dan Hafsah sekaligus.
Kaum Syi’ah telah menghina Aisyah dan Hafsah dengan berbagai hinaan. Akan saya sebnutkan sebagiannya:
Berlepas diri dan melaknat keduannya
Al Kurki dan Al Majlisi- para pembesar ulama syi’ah- menyebutkan bahwa Ja’far Ash Shadiq –dan sungguh beliau jauh dari apa yang mereka tuduhkan- melakanat setiap kali selesai shalat empat orang laki-laki : At Tamimy Al’Adawy – Abu Bakar dan Umar-, Utsman dan Muawiyah. Dan empat orang perempuan : Aisyah, Hafsah, Hindun dan Ummu Hakam, saudara Muawiyah.[309]
Ini dalam hal melaknat, tentang sikap berlepas diri mereka : Ibnu Rahawaih Al Qummi –bergelar Ash Shaduq- dan Al Majlisi menukil ijma’ kaum Syi’ah akan hal tersebut, keduannya berkata:” Aqidah kita dalam Al Bara’ adalah : Kita berlepas diri dari empat berhala[310]: Abu Bakar Umar, Utsman dan Muawiyah. Dan empat orang wanita: Aisyah, Hafsah, Hindun dan Ummul Hakam juga seluruh pengikut serta golongannya. Dan mereka adalah seburuk-buruk makhluq di muka bumi[311]. Dan tidak sempurna iman seseorang kepada Allah, Rasul dan para Imam kecuali setelah bara’ dari musuh-musuhnya”.[312]
Merasa tidak cukup dengan hanya melaknat Abu Bakar, Umar, Utsaman dan Muawiyah, mereka laknat pulan kedua putri Abu Bakar dan Umar, Aisyah dan Hafsah dan menyatakan bara’ darinya serta menganggap seluruh pengikutnya adalah seburuk-buruk makhluk dimuka bumi.
Tapi seorang muslim tahu bahwa Abu Bakar dan Umar adalah sebaik-baik makhluq Allah dimuka bumi setelah para Nabi. Demikian pula kedua putri beliau yang keduanya adalah isteri Makhluq terbaik, Penghulu para nabi dan Rasul. Dan bahwa Muawiyah adalah salah seorang sahabat yang mereka adalah makhluq Allah yang paling baik juga orang-orang yang menegakkan Kitabullah, mengamalkan sunnah rasul dan menapaki manhaj Sahabatnya..
2. TuduhanSyi’ah bahwa Aisyah dan Hafsah telah meracuni Rasulullah
Menurut mereka Aisyah dan Hafsah berkonspirasi dengan kedua bapaknya, mnenyebarluaskan rahasia Rasulullah, membuka tabirnya serta meracuni beliau hingga beliau wafat karenanya.
Kisah dusta tentang konspirasi Abu Bakar , Umar dan kedua putrinya ini dianggap sebagai riwayat yang tsabit, mereka melandaskan pada sebuah ayat Al Qur’an dan memaknainya dengan makna yang tak terkandung didalamnya agar sesuai dengan hawa nafsu dan keyakinan mereka mengenai para sahabat. Ayat itu adalah:”
Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang Rasul,sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul, pakah jika ia wafat atau dibunuh kamu berbalik kebelakang ( murtad) ? (Ali Imran ;144)
Al Ayashi mengisnadkan – dengan sanad yang bersilsilahkan pada para pendusta- kepada Abdullah bin Ja’far Ash Shadiq –dan beliau suci dari apa yang mereka tuduhkan- bahwasanya beliau berkata:” Tahukah kalian apakah Rasulullah mati atau dibunuh? Sesungguhnya Allah berfirman,” Afain mata au qutila,” Beliau telah diracun sebelumnya, keduanya benar-benar telah meracuninya[313], lalu kamipun berkata,” Sungguh keduanya dan bapak-bapaknya adalah seburuk-buruk makhluq”[314]
Al Majlisi – Syaikh Syi’ah dan referensi mereka –menyatakan status sanad ini mu’tabar. Ia menngkaitkan dengan perkataanya,” Sesungguhnya Al Ayasy meriwayatkan dengan sanad yang mu’tabar dari Ash Shadiq bahwasanya Aisyah dan Hafsah yang semoga Allah melaknat keduanya dan bapaknya telah membunuh Rasulullah dengan racun yang mereka bubuhkan.”[315]
Para penulis Syi’ah banyak menukil riwayat dusta ini. Mereka menyebut nama Aisyah dan Hafsah juga ayah mereka dengan sangat jelas dan menuduh mereka telah meracuni Rasul yang kemudian beliau mati kerananya.[316]
Ini hanyalah satu kisah dari banyak kisah dusta yang dibuat kaum syi’ah yang kemudian mereka kaitkan dengan para sahabat pilihan yang rasul telah bersaksi bahwa mereka adalah ahli surga. Beliau wafat dalam keadaan ridha pada mereka. Ahlus sunnah dan juga selainya pun tidak ada yang melakukan hal seperti ini. Hanya orang Syi’ahlah yang ingin menampilkan sahabat dengan profil para pengkhianat terhadap Allah dan Rasulnya.
Dan anehnya mereka melakukan semua itu tanpa dilandasi satu dalil shahih pun bahkan bertolak belakang dengan riwayat mutawatir.
Barang siapa yang mengenal Abu Bakar dan Umar , mengenal budi pekerti mereka, kedekatan mereka yang sangat kepada Nabi, serta keistimewaan keduanya disisi Rasul -ketika mendengar semua ini akan berkata,” Ini adalah dusta yang nyata!”.
Aisyah dan Hafsah tak perlu disangsikan lagi ketinggian derajatnya. Mereka berdua adalah istri Nabi di dunia dan Akhirat.
Adalah Amirul Mu’minin Ali dan seorang sahabat mulia Amar bin Yasir bersumpah bahwa Aisyah adalah isteri Nabi di dunia dan Akhirat.[317] Demikian pula Hafsah. Sebagaimana sabda Nabi SHOLLALAHU ‘ALAHI WASALLAM yang diriwayatkan khadimnya, Anas bin Malik , bahwa Jibril AS datang kepada Nabi tatkala beliau menceraikan Hafsah, dan berkata,” Sesungguhnya Allah memberimu salam”, dan berkata,” Sesungguhnya ia adalah isterimu di dunia dan akhirat maka rujuklah ia”.[318]
Aisyah dan Hafsah adalah dua isteri yang paling dicintai Nabi, demikian pula kedua bapaknya adalah orang paling dekat dengan beliau Shalallohu Alaihi Wasalam.
Seseorang yang biarpun hanya memilki sedikit pengetahuan tentang sirah para sahabat akan mendapati dirinya berkata mengenai pelbagai tuduhan ini, “ SubhanAllah, ini adalah dusta yang nyata.!”

Majlis Kesepuluh


Beberapa contoh hinaan Syi’ah kepada beberapa sahabat yang lain


Sikap Syi’ah Itsna Asyriyah terhadap para sahabat sebenarnya sama yaitu menganggap mereka murtad hanya berbeda dalam hal hinaan, laknat dan sikap berlepas diri dan tuduhan-tuduhan palsu. Hampir disetiap buku yang mereka tulis terdapat hinaan dan umpatan kepada sahabat.
Karena begitu banyaknya hinaan yang mereka lontarkan pada sahabat selain yang sudah saya sebutkan, saya akan ungkap secara ringkas beberapa diantaranya agar pembaca bisa mengerti bagaimana kedudukan para sahabat menurut Syi’ah Itsna Asyriyah hingga pembaca bisa melihat betapa rendahnya sikap kaum ini.
Berikut saya sebutkan beberapa perkataan mereka tentang Abu Sufyan, Amru bin Al Ash dan Khalid Bin Walid RA.
1. Hinaan terhadap Muawiyah Bin Abu Sufyan.
Kritikan mereka akan jujur tidaknya beliau, dan anggapan bahwa Abu Sufyan sebenarnya Kafir, munafik dan ia akan kekal dineraka pada Hari Kiamat kelak.[319]
Mereka menuduh Muawiyah masih saja melakukan kesyirikan dan menyembah berhala meski sudah masuk Islam hingga sekian lama.[320] Ia menampakkan keislamannya hanya berselang lima bulan sebelum Nabi wafat[321] dan masuk Islam hanya karena takut akan pedang[322] oleh itu ia hanya muslim namanya saja karena ia masih seperti kaum jahiliyah terdahulu[323] sampai-sampai matipun di lehernya dikalungi salib[324]. Muawiyah itu lebih buruk dari Iblis,[325] sikap kezindikannya melebihi Iblis[326]. Ia benar-benar seorang pemimpin kesesatan[327], Imam kekafiran[328], Fir’aunnya Umat ini[329], munafik, keras kepala atau “ngeyel” terhadap Allah, Rasul dan kaum Mukminin.[330] Musuh keluarga Muhammad Shollalahu ‘alahi wasallam terutama Ali Bin Abi Thalib RA.[331] Ia mati dalam keadaan kafir sehingga ia kekal dineraka.
Mereka melandaskan tuduhan bahwa Mu’awiyah kekal dineraka pada sabda Rasul yang menurut mereka pernah mengatakan,” Allah memperlihatkan kepadaku Hari Kiamat dan huru-haranya dalam tidurku, jannah dan kenikmatannya, neraka berikut azab, aku melihat neraka tiba-tiba aku melihat Muawiyah Bin Abu Sufyan dan Amru Bin Al Ash sedang berdiri diatas bara jahanam dan kepalanya dilempari batu jahanam oleh malaikat Zabaniyah yang berkata kepada keduanya ,” Tidakkah kamu beriman pada kekuasaan Ali Alaihi Salam?!”.[332]
Al Mufid menyandarkan riwayat kepada Ja’far Ash Shadiq ia berkata,” Mu’awiyah dan Amru Bin Al Ash tdak diberi makan dan dihentikan azabnya”.[333]
Menurut keyakinan Syi’ah Mu’awiyah diazab dineraka sejak ia mati.Mereka juga berbohong dengan mengatakan para Iama mereka melihat Muawiyah di belenggu dengan rantai yang panjangnya 70 hasta di sebuah lembah di neraka Jahanam.
Kaum Syi’ah juga berbohong dengan mengatakan bahwa Abu Ja’far Al Baqir berkata,” Aku dibelakang bapakku mengendarai keledai, tiba-tiba keledainya ketakutan dan kau melihat orang tua yang dilehernya terdapat rantai bersama seorang lelaki yang mengikutinya, orang itu berkata,” Hai Ali berilah aku minum?”. Orang yang mengikutinya berkata,” jangan beri ia minum, Allah tidak memberinya minum”. Orang tua itu ternyata Muawiyah.[334]
Mereka mengatakan hal itu juga terjadi pada Abdullah ja’far Ash Shadiq bersama bapaknya Muhammad Al Baqir.[335] Dalam riwayat itu Muawiyah memintanya agar memohonkan ampun kepada Allah, Al Baqir berkata tiga kali,” Allah tidak akan mengampunimu”[336]. Dan karena Muawiyah adalahorang yang kekafirannya jelas , ia akan dikembalikan kedunia sebelum Kiamat untuk mendapat hukuman balas dendam.[337]

Tak diragukan lagi, anggapan Syi’ah akan terlambatnya keislaman Muawiyah D hingga 5 bulan sebelum Nabi S wafat sama sekali tidak benar.Bahkan beliau telah masuk Islam pada Fathu Makkah tahun 8 hijrah yang berarti 3 tahun sebelum Nabi S wafat.
Jumhur Ulama Ahli Maghozi wa Sair[338] berpendapat demikian. Sebagian mereka mengatakan beliau masuk Islam sebelum itu.[339]
Ibnu Saad meriwayatkan dari Muawiyah D bahwa beliau ( Muawiyah)memberitahukan padanya waktu keislamannya, katanya,” Aku telah masuk Islam sebelum Umroh Qodho’ , tapi aku takut pergi ke Madinah sebab ibuku mengancamku ,” Kalau kamu keluar (pergi ke Madinah) aku akan memboikotmu”. Saat itu Rasulullah s ke Makkah untuk umrah qodho’ lalu aku beriman padanya. Kemudian ketika datang Fathu Makkah aku menampakkan keislamanku dan menghadap beliau maka beliaupun menyambutku.”
Al Bayadhi –seorang Syi’ah- mengatakan bahwa Muawiyah D menampakkan keislamannya pada waktu Fathu Makkah, katanya,” Dalam tarikh dibenarkan bahwa ia menampakkan keislamannya pada tahun 8 hijrah.”
Hal ini merupakan bukti dari mereka bahwa Muawiyah menampakkan keislamannya pada tahun 8 hijriah – tepatnya pada waktu Fathu Makkah- dan menjadi hujjah atas orang yang mengklaim bahwa ia masuk Islam 5 bulan sebelum rasul wafat.
Paling tidak kondisi Muawiyah pada saat itu termasuk Thulaqo’ atau Mu’allifah Qulubuhum ( orang yang dilunakkan hatinya untuk masuk Islam). Dan hal tersebut tidaklah menjadikanya tercela, karena kondisi kebanyakan dari mereka tatkala masuk Islam adalah seperti yang dituturkan Ibnu Taimiyah dalam Minhajus Sunnah ,” Seseorang dari mereka masuk Islam di awal siang karena cinta padanya, dan tidaklah datang waktu sore melainkan Islam lebih mereka sukai dari pada terbitnya mentari.”[340] Dan Muawiyah termasuk orang yang baik keislamannya sehingga Rasulullah mengikutsertakannya dalam penulisan wahyu.Hal ini sudah menjadi ijma’ ahlus sunnah.[341]
Rasulullah sendiri memuji beliau dan berdo’a untuknya dalam sabdanya“ Ya Allah jadikanlah Ia Hadi ( pemberi petunjuk ) yang diberi petunjuk dan berikanlkah padanya hidayah”[342], juga,” Ya Allah ajarkanlah pada Muawiyah Al Kitab dan al Hisab (Ilmu menghitung) dan hindarkalah ia dari Adzab.”[343]
Rasulullah berdoa pada Robbnya agar memberi Muawiyah petunjuk dan melindunginya dari Adzab, tapi kaum Syi’ah justru menganggapnya kafir dan kekal dineraka tanpa dalil yang shahih melainkan sekedar mengikuti hawa nafsu.
Dan apa yang mereka nisbahkan pada Rasulullah tentang pemberitaan bahwa beliau-Muawiyah- kekal dineraka hanyalah dusta belaka yang mereka sandarkan pada Rasul. Dan barangsiapa yang berdusta atas nama Nabi maka hendaklah ia mengambil tempatnya dineraka seperti yang di sebutkan dalam hadis mutawatir.
Tidaklah benar bahwa antara Nabi dan Muawiyah pernah ada permusuhan, karena tatkala muawiyah masuk Islam ia masih kecil dan belum pernah mengikuti perang kontra Nabi sama sekali. Kaum Syi’ah menukil sebuah riwayat bahwa Nabi pernah berseteru dengan bapak-ibu Muawiyah, padahal sebenarnya Rasul telah memaafkan kedua orangtua Muawiyah. Keduanya termasuk orang yang baik keislamannya serta telah bertaubat nasuha dan taubat menghapus apa yang telah lampau.
Kedua. Perkataan kaum Syi’ah akan wajibnya membenci Muawiyah, melaknatnya dan bara’ ( berlepas diri) darinya.
Sangat sedikit kitab-kitab Syi’ah yang tidak menyebut Muawiyah melainkan pasti melaknatnya dan berlepas diri darinya Radiyallahu ‘anhu .
Ibnu Abu Hadid berkata,” Wajib bagiku jika telah berlepas diri dari seseorang untuk bara’ darinya bagaimanapun keadaannya”. Ia juga telah bara’ dari Mughiroh , Amru Bin Ash dan Muawiyah Radiyallahu ‘anhum.

Al Majlisi berkata,” Termasuk dhoruriyat agama Imamiyah adalah bara’ dari Muawiyah.”
Bukti diatas juga terdapat dalam doa mereka, terkhusus apa yang dibaca ketika mengunjungi para Imam, apalagi Imam Husein. Misalnya seperti do’a yang bpara sahabat adalah termasuk al Mubiqot ( perkara yang membinasakan).
Dinukil dari Imam Ahmad bahwa ketika disebutkan kepada beliau satu kaum yang mencela Muawiyah, beliaupun berkata,” Apa urusan mereka dengan Muawiyah?”Jika engkau melihat seseorang mengatakan sesuatu yang buruk mengenai para sahabat maka curigailah keislamannya” lanjutnya. Beliau juga menandaskan wajibnya menta’zir orang yang mencela Muawiyah ,mengultimatumnya supaya bertobat hingga pada taraf hukuman jilid, jika belum kapok maka dipenjara sampai mati atau hukuman tersebut diulangi.” Beliau juga berkata ,’ Aku tidak melihatnya berada dalam Islam, maka curigailah keislamannya,” juga,” Berlaku kasarlah dalam memeranginya”.Imam Ishaq Bin Rahawaih juga mengatakan hal senada.
Ibrohim Bin Maisarah berkata,” Aku belum pernah melihat Umar Bin Abdul Aziz memukul orang selain orang yang mencela Muawiyah, Ia memukulnya beberapa kali cambukan’.
Mencela Muawiyah dan para Sahabat jelas dilarang dan termasuk al Mubiqot (perkara yang membinasakan) sebagaimana di nashkan oleh Salaful Ummah. Maka bagaimana bisa mereka menisbahkan para sahabat pada kekufuran dan zindiq?! . Wal iyadlu billah.
Pernyataan Syi’ah dalam hal ini telah dijelaskan dimuka dan disana ada hal yang lebih dasyat lagi. Kita memohon ampunan kepada Allah.
Tentang landasan mereka pada perselisihan antara Ali dan Muawiyah, maka sesungguhnya perselisihan keduanya adalah satu hal yang mulia. Siapa yang mempelajari sirahnya akan mendapatkan kejelasan. Seperti yang ditegaskan Al Hafidz Abu Zar’ah Ar Rozi terhadap orang yang menuduh Ali membenci Muawiyah: Al Hafidz Ibnu Asakir meriwayatkan dalam kitabnya “ Tarikh Damsyiq” tentang Muawiyah, bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Abu Zar’ah, ” Aku membenci Muawiyah”.Abu Zar’ah berkata,” Kenapa?”. “ Karena Ia menentang Ali.” jawabnya. Abu Zar’ah berkata,” Celaka kamu ! Sungguh Robb Muawiyah Maha Pengasih. Permusuhan Muawiyah adalah permusuhan yang mulia, apa urusanmu ikut campur urusan keduanya?!”
2. Beberapa contoh celaan mereka terhadap Amru Bin Al Ash.
Pertama. Celaan mereka terhadap nasab beliau bahwa beliau anak zina.[344]
Mereka mengatakan Ibu beliau adalah seorang pelacur yang mengibarkan bendera sebagai tanda bahwa dirinya seorang pekerja seks.[345] Ia telah dizinahi oleh lima orang yang kemudian melahirkan Amru, menurut pendapat beberapa orang dari mereka dalam hal ini Muhammad Jawad Bin Mughirah – seorang Syi’ah modern- ia berkata,” Yang melahirkan Amru adalah seorang pelacur yang telah dizinahi oleh Abu Lahab, Umayah Bin Kholaf, Hisyam Bin Al Mughirah, Abu Sufyan dan Al Ash Bin Al Wa’il, kemudian lahirlah Amru. Empat dari mereka mengakuinya tapi ibunya berkata,” Dia anak Al Ash.” Tatkala ditanya ,” Kenapa engkau memilih Al Ash?” Ia menjawab, ‘ Ia memberi nafkah kepadaku dan anak-anakku lebih banyak dari yang lain, meskipun Amru lebih mirip Abu Sufyan.”[346]
Kalangan Syi’ah yang lain tidak menafikan hal tersebut bahkan menguatkan pendapat ini. Mereka mengatakan yang menzinahi ada 6 orang lalu lahirlah Amru. [347]
Orang yang menamakan diri sebagai Abdul Wahid Al Anshori –seorang Syi’ah modern- berkata tentang Amru,” Tak seorangpun dari kalangan Ahli tarikh yang menyangkal bahwa Ia anak hasil Zina. Dan Yang berpartisipasi dalam menzinahi Ibunya ada 6 orang, Abu Sufyan, Umayah, Al Ash, Hisyam, Abu lahab dan Kholaf Al Jamhi. Mereka semua mengakuinya sebagai anak, lalu ibunya memutuskan bahwa ia anak dari Al Ash karena nafkah yang ia berikan lebih banyak. Maka bagaimana mungkin seorang anak zina bisa menjadi baik. Pendosa ini telah mewarisi sifat-sifat buruk dari ayah-ayahnya. Ia mewarisi sifat ingkar dan tak tahu malu dari Abu Sufyan, sifat kufur dan atheisme dari Abu Lahab, Zalim dari “Al Ashy” -Ahli Maksiat kepada Allah dan RasulNYA- dan berbagai hal yang serupa dengan sifat bapak-bapaknya berupa kezaliman”.[348]
Tuduhan Syi’ah yang mengada-ada ini tak satupun yang berlandaskan dalil yang shahih selain hanya dalil dusta belaka. Kebohongan yang sangat nyata yang mereka usung atas dasar rasa dengki kepada para Shahabat secara umum dan terkhusus kepada orang-orang yang mulia lagi baik diantara mereka. Sebagaimana para Shahabat lain, Amru Bin Ash menjadi salah satu korban kedengkian mereka. Sedangkan Amru sendiri telah wafat dan terputus amalnya akan tetapi Allah belum berkenan memutus pahalanya.Kaum Syi’ah ingin menhujamkan tuduhan-tuduhan ini kepada para sahabat, bahkan jarang mereka menyebutkan sahabat melainkan pasti menyematkan kedustaan ini.[349] Jika tidak malu berbuatlah sesukamu.
kedua beberapa contoh perkataan kaum Syi’ah atas diri Amru Bin Ash
Orang Syi’ah Itsna Asy riyah apalagi yang modern memiliki sejumlah gelar untuk Amru Bin Ash sebagai implementasi rasa dengki dalam dada mereka. Gelar ini mereka sematkan pada Sahabat mulia ini. Diantara gelar itu: Al Ashy Bin Al Ashy ( Ahli maksiat anak Ahli maksiat ), Al ‘Ahirah[350] ( pezina), Al Makir[351] ( pembuat makar), Al khobits[352] ( Orang yang kotor), Al Munafiq[353], “ Orang yang masyhur kenifakannya dan nampak keraguannya terhadap dien”[354], Al Mujrim[355] ( pendosa), “ Orang yang paling buruk dari kalangan Awwalin dan Akhiri[356]n”,” Menolak akherat dan mencintai dunia”[357], dan “ Termasuk orang yang memusuhi Nabi S , menyakitinya, menipu dan mendustakannya”[358] dan lain sebagainya.
Seorang pembaca yang adil akan melihat bahwa kata-kata ini jauh dari dalil. Orang-orang Syi’ah tersebut tidak menyandarkan perkataan ini pada seorang Imampun – dari Ahli Bait-. Sudah menjadi kebiasaan mereka menisbahkan berbagai macam kedustaan atas para Shahabat. Sebab munculnya kata-kata dusta ini dikarenakan pada zaman ini mereka tidak menemukan satu kata pun yang berisi kebohongan atas para Shahabat yang dinisbahkan pada kepada para Imam – dari Ahli Bait- sedangkan mereka dituntut mengadakan hal semacam ini, sehingga mereka meniru apa yang dilakukan pendahulu mereka dari kalangan Ulama Syi’ah yang suka memalsukan cerita. Maka dibuatlah cerita-cerita dan tuduhan palsu yang mereka pandang cocok untuk dijadikan julukan bagi para sahabat secara umum ataupun per orangan, seperti tuduhan anak hasil zina dan lainnya.
Hal ini, bagi seorang pembaca yang labib ( berakal) akan menjadi satu titik terang bahwa cotoh-contoh hinaan tersebut tidak lain berasal dari hawa nafsu dan tendensi pribadi. Berangkat dari sini Ulama Jarh wat Ta’dil sangat berhati-hati dalam meriwayatkan satu riwayat dari ahli bid’ah, terlebih lagi jika mereka melihat sesuatu yang meyakinkan kebid’ahannya.
Dan Syi’ah – terkhusus Syi’ah muashir- serta orang yang mencela Amru Bin Al Ash D mengalamatkan tuduhan dusta ini kepada orang yang Rasulullah s senang akan keislamannya dan mengkabarkan kejujurannya serta memujinya dengan kebaikan.
Diriwayatkan dari Tirmidzi, Ahmad dan lainnya dari Uqbah Bin Amir berkata,” Manusia telah masuk Islam sedangkan Amru telah beriman”.Hadits diatas menunjukkan bahwa manakala Amru Bin Al Ash D masuk Islam, beliau berislam dengan hati dan lisannya, karena cinta amal sholih dan tamak akan ampunan Robnya”.
Suatu hari Rasulullah s memintanya untuk datang, tatkala ia sampai beliau bersabda,” Wahai Amru, aku akan mengutusmu ke medan perang, kemudian Allah akan menyelamatkanmu dan memberimu ghonimah serta harta yang baik”. Ia berkata,” Wahai Rasulullah s , aku masuk Islam bukan karena suka terhadap harta tapi karena mencintai jihad dan menyertaimu”. Rasulullah s bersabda ,” Wahai Amru, Sebaik-baik harta adalah harta milik orang sholih”[359].
Dalam hadits diatas terlihat sifat itsar Amru Bin Al Ash D dihadapan Allah dan RasulNYA , tujuannya memeluk Islam bukanlah karena cinta dunia yang fana tapi karena cinta akan balasan dan pahala dari Allah Ta’ala serta tamak akan ridhoNya. Dan ini menjadi satu bantahan atas orang Syi’ah yang menuduhnya sebagai pencari dunia dan menolak akherat.
Rasulullah s sendiri memuji dirinya serta keluarganya,” Sesungguhnya Amru trmasuk orang shalihnya kaum Quraisy”[360]. Tentang keluarganya beliau bersabda,” Sebaik-baik ahli bait adalah Abdullah bapak Abdullah dan ibu Abdullah – Abdullah Bin Amru Bni Al Ash, pent-“.
Semoga Allah merahmati sahabat mulia Amru Bin Al Ash D dan dengan keadilanNya, membalas orang-orang yang mencela dan membencinya.

3. Tentang Kholid Bin Walid D orang-orang Syi’ah berkata,” Dia pedang syetan yang terhunus”. Mereka mengingkari apa yang Rasulullah s sifatkan pada Kholid bahwa beliau adalah Saifullah (pedang Allah ). Mereka menuduh penamaan itu adalah fitnah dari Ahlus Sunnah. Mereka katakan,” Jika Ahlus Sunnah mau berlaku adil niscaya mereka akan menyebutnya sebagai “pedang syetan yang terhunus”. Muqotil bin Atiyah seorang ulama Syi’ah berkata,” Dia adalah Si Pedang Syetan yang terhunus”. Menurutnya dikarenakan kurangnya rasa adil para Ahlus sunnah maka mereka menyebutnya sebagai “Pedang Allah”. Kemudian ia menuturkan sebab penamaan Syi’ah ,” Hal itu karena dia adalah musuh bagi Ali.[361]
Al haly seorang ulama syi’ah juga menyebutkan hal serupa.[362]
Sanggahan terhadap tuduhan mereka
Penyebutan Kholid Bin Walid D sebagai “ Saifullah” bukan berasal dari Ahlus Sunnah, tapi yang pertama kali menyebutnya demikian adalah Rasulullah s sendiri yaitu tatkala terjadi perang Mu’tah[363] pada tahun 8 hijriyah. Bukhori dan lainnya meriwayatkan dengan sanad dari Anas Bin Malik, Ia berkata,” Nabi memberitahukan kematian Zaid, Ja’far dan Ibnu Rawahah sebelum datang kabar tentang mereka, beliu bersabda,” Zaid membawa bendera, kemudian ia gugur lalu Ja’far mengambilnya dan ia pun gugur, kemudian Ibnu Rawahah mengambilnya dan ia pun gugur pula. Lalu kedua mata beliau s berkaca-kaca,” Hingga bendera itu diambil oleh “Saifullah” Kholid…..”[364]
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam berulangkali menyebut gelar ini di beberapa haditsnya diantaranya : Hadits yang berbunyi ,” Ia sebaik-baik hamba Allah dan saudara Yang Sepuluh – 10 orang yang dijanjikan Jannah- Kholid Bin Walid Pedang dari Pedang-pedang Allah yang Allah hunus untuk orang-orang kafir dan munafik”[365]. Maka tatkala Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam mendengar ada orang yang mengatakan hal yang buruk tentang Kholid Bin Walid Radhiallahu ‘anhu beliaupun bersabda,” Janganlah kalian menyakiti Kholid Bin Walid karena ia adalah Pedang dari pedang Allah yang terhunus untuk orang kafir”.
Hadits ini menjadi hujjah atas kaum Syi’ah yang mencela dan menjelek-jelekkan Kholid Bin Walid -Radhiallahu ‘anhu- dengan berbagai celaan. Ahlus Sunnah sendiri bukan yang pertama kali memberi gelar Saifullah pada Kholid Bin Walid Radhiallahu ‘anhu tapi Rasulullah Shallallahu alaihi wasallamlah yang menyebutnya demikian kemudian Ahlus Sunnah mengikuti.
Masih banyak celaan lain yang mereka alamatkan kepada orang-orang pilihan dari Sahabat Nabi SAW. Tapi dalam pembahasan ini saya akan konsekwen untuk tidak menyebutkannya panjang lebar.
Sebagai ringkasan :
Bahwasanya keyakinan Syi’ah Itsna Asyriyah baik yang salaf maupun kholaf tentang para Sahabat -Radhiallahu ‘anhum- adalah sama sama. Yaitu menganggap mereka kufur dan murtad dari dienul Islam setelah wafatnya Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, hal ini bisa dilihat dari sikap mereka yang selalu menebarkan berbagai macam tuduhan palsu terhadap orang-orang pilihan lagi mulia dari kalangan Sahabat -Radhiallahu ‘anhum-.
Sebagai bukti, mereka mengkafirkan Syaikhoni – Abu Bakar dan Umar- Utsman dan tujuh lainnya dari sepuluh orang yang dijanjikan masuk Jannah.
Tak hanya itu, bahkan mereka menuduh Shidiqah Binti Ash Shidiq, Aisyah Radhiallahu ‘anha telah berbuat fahisah (Zina). Dan mengingkari bahwa ayat yang membebaskan dirinya dari tuduhan itu telah turun.
Mereka juga menebar fitnah atas Sahabat Radhiallahu ‘anhum lainnya, mencela iman mereka dan terus menerus merendahkan martabat mereka. Menuduh sebagian mereka anak zina dan lain-lain. Maka barang siapa mentelaah kitab-kitab Syi’ah tentang apa yang mereka tulis, akan ia dapatkan keanehan yang mengherankan.
Imam-imam Ahli Bait benar-benar telah berlepas diri dari klaim bahwa apa yang dituduhkan Syi’ah Itsna Asyriyah berupa kebohongan yang mereka tujukan pada Sahabat Radhiallahu ‘anhum berasal dari mereka. Sedangkan para Imam Ahlu bait itu mencintai para Sahabat Radhiallahu ‘anhum menghormati mereka serta menempatkan mereka pada derajat yang telah Allah dan RasulNya berikan.
Maka dari itu hendaklah kaum Syi’ah – Ulama dan Awamnya- jika memang mereka mencintai Ahli Bait- hendaklah mereka juga mencintai para Sahabat – Radhiallahu ‘anhum- yang Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam dan Ahli baitnya Ath Thoyyibin wa Thohirinpun mencintai mereka. Karena mahabbah akan diketahui lewat ittiba’.Ahli Syair berkata :
Jika cintamu jujur, kau akan mematuhinya
Orang yang mencinta akan patuh pada yang dicinta
Penutup.
Kepada Kaum Syi’ah yang hatinya masih cinta kepada para Ahli Bait Nabi Shallallahu ‘alai wasallam, saya nukilkan satu nasehat dari Imam Asy Syaukani RA . Setelah beliau menyebutkan ijma’ melalui dua belas jalur periwayatan tentang keharaman mencela Sahabat Radhiallahu ‘anhum, mengkafirkan dan memfasikkan salah seorang dari mereka, beliau berkata,” Wahai orang-orang yang merusak diennya dengan mencela Khoirul qurun dan melakukan suatu hal yang orang gilapun tak mengerjakanya…! Jika kalian mengatakan,” Dalam mencela mereka kami berdasarkan Kitab”, maka engkau telah berdusta dengan dakwaan ini. Orang yang pemahaman Qur’annya minim sekalipun akan jelas baginya bahwa Allah Azza wa Jalla telah ridho pada mereka akan kebaikan dan budi pekerti mereka. Al Qur’an juga menganjurkan untuk mendo’akan mereka. Jika kalian mengatakan,” Aku mengikuti Sunnah Nabi Shallallahu’alaihi wasllam.” Niscaya apa yang ada dalam kitab-kitab Sunnah yang shahih dari karangan Ahli Bait dan selainnya menentang dakwaanmu dengan nash-nash shorih tentang haramnya menghina Sahabat Radhiallahu ‘anhum dan menyakiti Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam dengan hinaan itu. Sedang mereka adalah Khoirul qurun dan ahli jannah. Dan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam wafat dalam keadaan ridho terhadap mereka. Apa yang terdapat dalam daftar-daftar berupa manaqib ( kisah perjalanan) mereka yang begitu banyak, seperti jihad mereka dengan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam kerelaan mereka menjual jiwa dan harta kepada Allah , rela meninggalkan keluarga, negri,orang-orang yang dicintai serta sahabat karib demi dien dan memilih lari daripada harus tinggal bersama orang-orang Jahid (penentang). Berapa banyak orang yang menghimpun kisah ini dan tidak cukup baginya melainkan mesti dengan beberapa jilid buku.
Barangsiapa yang membuka kitab-kitab sirah dan hadits akan mengetahui sesuatu yang luas tak terbatas tentang hal ini. Dan jika kalian , wahai para pencela, mengatakan bahwa kalian mengikuti ahlu bait dalam hal ini maka dalam risalah ini telah kami paparkan kepada kalian ijma’ mereka berupa kebalikan dari apa yang kalian katakan…….” Sampai akhir kata beliau dalam karangannya yang sangat berharga.
Saya memohon kepada Allah, Robbil Arsyil Adhim agar menjadikan kita orang-orang yang mendengar satu perkataan lalu mengambil darinya hal yang baik. Ia Maha memberi lagi Mulia. Sholawat dan salam atas Nabi keluarga serta Sahabat Radhiallahu ‘anhumnya. Wal hamdulillahi robbil “alamin.


________________________________________
[1] Shohih Bukhariy 5/63 kitab Fadloilush Shahabah bab 1 dan Shohih Muslim 4/1964 kitab Fadloilush Shohabah bab Fadllush Shohabah tsummalladzina yalunahaum.
[2] Sasaran disini maksudnya target lemparan sesuatu artinya beliau melarang manusia dari membicarakan hal buruk atas sahabat atau kasus-kasus yang terjadi pada mereka. Kemuliaan seorang sahabat mengharuskan manusia untuk menghormati dan memuliakan serta diam dari membicarakan kasus mereka.
[3] Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy di dalam Al-Jami’ 5/ 358 kitab Manaqib bab “Barangsiapa mencela Para Sahabat Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam”. At-Tirmidziy berkata, “Hadits ini hasan gharib.” Diriwayatkan juga oleh Imam Ahmad di dalam Musnad 4/ 87-88, 5/54-55. Juga oleh Ibnu Hibban dalam Shahihnya. Juga dalam Mawariduzh Zham`an, Al-Haitsamiy 568-569 kitab Al-Manaqib bab Keutamaan Para Sahabat Rosulullah Shollallohu ‘alaihi wa sallam dan orang-orang setelah mereka. Juga oleh al-Maqdisiy dalam Larangan mencela para sahabat 2-b-3-1.
[4] Shahih Bukhoriy 5/72 kitab Fadloilush Shohabah dan Shahih Muslim 4/1967-1968 kitab Fadloilush Shahabah bab haramnya mencela sahabat.
[5] Lihat referensi berikut: Asy Syifa’ lihuquqi Al Mustafa, Al Qadhi Iyadh 2/286. As Sharimu Al Maslul, Ibnu Taimiyah hal 565-566,586-587. Baghiyatu Al Murtad miliknya hal 343-344. Al Muntaqa minal Manhaji Al I’tidal, Adz Dzahabi hal 536-537. Tadzkiratu Al Hufadznya 2/294.Risalah fie Ar Raddu Ala Rafidhah, At Tamimi hal 8.
[6] Sebagian perkataan ini ditetapkan dari Imam mulia Amir bin Syurahbil Asy Sya’bi Rahimahullah.
[7] Minhaju As Sunnah An Nabawiyah, Ibnu Taimiyah 1/27.
[8] Maqalat Al Firaq, Muhammad bin Sa’ad Al Qummi hal 21. Firaqu As Syi’ah , An Naukhbati hal 44. Wakhtiyaru Ma’rifatu Ar Rijal, At Tusi hl 108-109. Tanqihu Al Maqal, Al Maqamani 2/184 dan lainya.
[9] idem
[10] Ihqaqu Al Haq, At Tusturi hal 316.
[11] As Saqifah, Sulaim bin Qais hal 92. Al Anwar An Nu’maniyah, Al Jaza’iri 1/81.
[12] Raudhatu AL Kafi, Al Kulaini hal.115. Tafsir Al Ayasyi 1/199. Ikhtiyar Ma’rifati Ar Rijal hal 6-11. Ilmu AL Yaqin, AL Kasyani 1/743-744. Tafsir As Shafi miliknya juga 1/148-305. Qurratu Al Uyun hal 426. Al Burhan, Al Bahrani 1/319. Biharu Al Anwar, Al Majlisi 6/749. Hayatu Al Qulub 2/837. Ad Darajah Ar Rafi’ah, Asy Syairazi hal 223. Haqqu Al Yaqin, Abdullah Syibr 1/218.
[13] idem
[14] Tafsir As Shafi miliknya juga 1/148. Qurratu Al Uyun hal 426. Haqqu Al Yaqin, Abdullah Syibr 1/218.
[15] Lihat buku karangan saya “ Mauqifu Syi’ah Al Itsna Asyriyah min As Sahabah RA”.
[16]. Ikhtiyaru Ma’rifatu Ar Rijal , At Thusi hal 108. Tanqihu Al Maqal, Al Maqamani2/184. Mu’jamu Rijali Al hadits, Al Khau’i 1/202.
[17] Manaqib Alu Abi Thalib, Ibnu Syahr Asyub Al Mazandarani 2/22. Al burhan, Al Bahrani 4/196-197
[18]. Disanadkan padanya oleh Al Kasyi Asy Syi’i dalam Ikhtiyaru Ma’rifatu Ar Rijal hal 151.
[19] Disanadkan Al Kulaini dalam AL Ushul min Al Kafi 1/148
[20] Ihqaqu Al Haq, At Tusturiy hal 3.
[21] Asy Sya’air Al Husainiyah, Hasan Asy Syairazi hal 8-9.
[22] idem
[23] Tanqihu Al Maqal,Al Maqamani 1/213.
[24] Lihat: Tafsir Al Qummi 2/186. Al Burhan, Al Bahrani, 3/299. Tafsir Ash Shafi, Al Kasyani 2/342. Dan Qurratu AL Uyun miliknya hal 416-420.
[25] Disebutkan oleh Asy Syarief Ar Radhi dalam nahju Al Balaghah hal 143.
[26] Disandarkan pada As Shadiq dalam kitabnya Al Khisal 2/639-640.
[27] Syarhu Al Kaukab Al Munir, Ibnu Najar 2/475.
[28] Al Kifayah li Ilmi Ar Riwayah, Al Khatib Al Baghdadi hal 48-49.
[29] Biharu Al Anwar, Almajlisi 8/8. Seorang Mu’aliq menukil darinya dalam kitab Al Idhah, Ibnu Syadzan hal. 49 dan Kitab Amali, AL Mufid hal.38.
[30] Ad Darajah Ar Rafi’ah, Asy Syairazi hal. 11.
[31] As Sowarimu Al Muhriqah, At Tusturi hal.6.
[32] idem hal 9.
[33] Tafsir As Sofi, Al Kasyani 1/4.
[34] Aqoidu Al Imamiyah Al Itsna Asyriyah, Az Zanjani 3/85.
[35] Tanqihul Maqal, Al Maqamani 1/213.
[36]Asy Syi’ah fie Al Mizan, Al Mughniyah hal 82.
[37] Sahih Bukhari –dengan lafalnya- 5/63 kitab Fadho’ilu Sahabah, bab awal. Sahih Muslim 4/1964 kitab Fadho’ilu Sahabah bab Fadhlu Sahabah “tsumma alladzina yalunahum”.
[38] Disandarkan padanya oleh Al Khatib Al Baghdadi dalam Al kifayah fie Ilmi Ar riwayah hal 97. Al Ishabah, Ibnu Hajar 1/11.
[39] Disandarkan padanya oleh Al Khatib Al Baghdadi dalamTarikh Baghdadi 7/138. Lihat At Tarikh, Ibnu Mu’in –riwayat Ad Duri- 2/66. Tahdzibu At Tahdzib, Ibnu Hajar 1/509.
[40] Ibnu Mu’in
[41] Ibnu Mahdi
[42] Tahdzibu At Tahdzib, Ibnu Hajar 11/438.
[43] Padahal Imam ini tidak akan ada karena Hasan Al Askari mandul.
[44] Yang dimaksud adalah “ghaibah shughra”, karena menurut mereka Ia memiliki dua “ghaibah”( masa menghilang) , “ghaibah shughra” yang masih mungkin dilihat dan “ghaibah kubra” yang tak seorang pun bisa melihatnya.
[45] Perhatikanlah kalimat “ ia berada dalam martabat yang lebih tinggi dari martabat ‘adalah”sedang mereka melarang martabat ‘adalah ada pada sahabat Rasulullah Shollalahu ‘alahi wasallam .
[46] Tanqihul Maqal, Al Maqamani 1/211.
[47] Sahih Al bukhary.5/67-68, kitab Al Manaqib, bab Fadhli Abi Bakr
[48] Seperti disebutkan Al Jaza’iri Asy Syi’i dalam Al Anwar An Nu’maniyah 4/60.
[49] Disebutkan Al Bayadhi Asy Syi’i dalam As Shirat Al Mustaqim 3/155. Al Kasyani Asy Syi’i dalam Ilmu Al Yaqin 2/707.
[50] Al Kurki dalam Nufhatu Al LahutFie La’ni jibti wa At Taghut qaf3 alif.
[51] Al Kurki dalam Al Nufhatu Al Lahut, Fie la’nil Jibt wa At Taghut qof 3/alif.
[52] Seperti disebutkan Al Haidar Al Amaly Asy Syi’i dalam kitab Al Kasykul hal104.
[53] Al Kurki dalam An Nafhatu Al Nufhatu Al Lahut, Al Kurky. Fie la’nil Jibt wa At Taghut qof 3/alif. Al Anwar An Nu’maniyah 1/53.
[54] Al Burhan, Al Bahrani 1/500.
[55] Talkhis Asy Syafi, At Tusi hal.407.
[56] At Tara’if Ibnu Tawus hal.32.
[57] Mir’atu Al Uqul –syarh Ar Raudhah- Al Majlisi3/429-430.
[58] Al Kufi dalam Kitabnya Al Istighatsah fie bida’i ats Tsalatsah hal.20.
[59] Al Byadhi dalam As Sirat Al Mustaqim 3/149.
[60] Fadha’ilu AS Sahabah, Imam Ahmad 1/223-227. Tarikh Damsyiq, Ibnu Asakir 9/529. 534-538. Ar Raudh Al Anaq, Ibnu Zanjawaih qof 3/-8/ba’,86/ba’. As Sirah An Nabawiyah, Ibnu Katsier 1/435.
[61] Ditakhrij Al Hakim ia berkata “Sahih ‘ala syart syaikhani”, tetapi keduanya tidak mentakhrij. Adz Dzahabi juga sepakat. Al Mustadrak, Al Hakim 3/66.
[62] Orang Syi’ah, Al Ma Maqoni Asy Syi’i menghasankan haditsnya ( Tanqihul Maqal, Al Maqani 1/393).
[63] Basha’iru Ad Darajat Al Kubra, As Safar hal 444. Tafsir Al Qummy, Tarf Hajariyah hal.157,tarf Haditsah 1/290. Al Ikhtishas, Al Mufid hal. 19. Mukhtasar Basha’iru Ad Darajat, Al Haly hal 29.
[64] Basha’iru Ad Darajat Al Kubra, As Safar hal 444.Raudatu Al Kafi, AL Kulaini tarf Hajariyah hal.338, tarf Haditsah. Tafsir As Shafi, Al Kasyani 1/702. Al Burhan, Al Harani 2/125-126. Mir’atu Al Uqul , AL Majlisi 4/338.
[65] As Saqifah, Sulaim bin Qais hal.224-225.
[66] Sahihul Bukhari 8/46 kitab Al Adab, bab firman Allah ( ya ayyuhalladzina amanu itaqullah wakunu ma’’ as sadikin) Dan Sahih Muslim 4/2013 kitab Al Bir, bab Qabhu Al Kidzb wa husnu As Sidq.
[67] Lihat As Sihah , Al Jauhari 4/1506. Al muhkam Al Muhith Al A’dzam, Ibnu Sayyidihi 6/118. Manalu ath Thalib, Ibnu Al Atsier hal274.
[68] Al Asy Atsiyat, Al Asy’ats Al Kufi hal.80.
[69] As Sirah An Nabawiyah, Ibnu Hisyam 1/321. As Sirah An Nabawiyah, Ibnu Katsier 2/3-9.
[70] Dari qasidah panjang Sang Penyair Hafidz Ibrahim tentang Al Faruq Umar bin Al Khttab RA.
[71] Tabaqat Ibnu Sa’ad 3/270.
[72] Al Anwar An Nu’maniyah 1/63. Ungkapan seperti ini terdapat dalam kitab syi’ah muashir lainnya yang terkenl dengan sebutan “ Az Zahra’ fie As Sunnah wa At Tarikh wa Al Adab” karangan Muhammad Kadzim Al Kifa’i cet.1.Th. 1369 H. Pengarang berkeinginan meneruskan sebelas juz lagi , juz kedua telah dicetak tahun 1371 H dalam 408 halaman namun Ia tidak bisa melanjutkan sisanya. Agha Bazrak Al Ath Thahrani menganggap kitab ini adalah kitab Syi’ah dan menggabungkan dengan karangannya Adz Dzari’ah ila Tashanifi Asy Syi’ah 12/67.Ustadz Basyir Al Ibrahimi , Syaikh Ulama Al Jaza’ir, telah melihat adanay ungkapan keji dalam kitab ini ketika pertama kali berkunjung ke Iraq. Lihat Al Khutut Al ridhah, Muhibbuddin Al Khatib hal 7. Sarabun fie Iran, Ahmad Al Afghani hal 25.
[73] Al Jaza’iri menukil darinya dalam Al Anwar An Nu’maniyah 1/63.
[74] Al Isti’ab, Ibnu Abdil Barr 2/466-467.
[75] Sahih Bukhari 5/77. Kitab Fadhlu Sahabah, Manaqib Umar RA
[76] Pernikahan ini juga disebutkan Syi’ah dalam buku mereka seperti Al Furu’ minal Kafi, Al Kulaini 6/115. Al Asy’atsiat, Al Asy’ats Al Kufi hal 109. Asy Syafi, Al Murtadho hal 216. Awa’ilu Al Maqalat, Al Mufid hal 200-202. Biharu Al Anwar, Al majlisi 9/621-625. Mashaibu An Nawashib, At Tusturi hal 169.
[77] As Sirat Al mustaqim, Al Bayadhi 2/223-22. Nufhatu Al Nufhatu Al Lahut, Al Kurky., Al Kurki qaf 49/ba’-52/alif. Ihqaqu Al Haq , At Tusturi hal 284. Aqaidu Al Imamiyah , Az Zanjani 3/27.
[78] Tafsir Al Ayashi 2/223-224. Al Burhan, Al Bahrani 2/310. Biharu Al Anwar, Al Majlisi 8/220.
[79] Jala’u Al Uyun, Al Majlisi hal 45.
[80] Tertulis “ Yaumu As Sab’i, yang bermakna: Hari Kiamat. ( Fathul Bari Juz.3 hal.334)
[81] Sahih Bukhari 5/78. Kitab Fadhlu Sahabah, Manaqib Umar RA. Muslim 4/1857-1858. Kitab fadhoilu sahabah, min fadhoili Abi Bakr Ash Shiddiq.
[82] Sahih Bukhari 5/79. Kitab Fadhlu Sahabah, Manaqib Umar RA
[83] Sahih Al Bukhari 4/256 kitab Bad’i Al Khalqi bab sifati Iblis.
[84] Al Kasyi As Syi’i menganggapnya sahabat Al Hasan Al Asy ‘ari yang tsiqah. Ikhtiyar ma’rifati Ar Rijal , At Tusi hal 557-558.
[85] Hari Ghadir Khum tanggal 18 Dzulhijjah –pent.
[86] Mereka menyebutnya “Ats Tsani” karena ia orang kedua yang merampas khilafah dari Ali RA . Liha t referensi berikut: Dalailu Al Imamah, Ibnu Rustum hal 257-258. Al Bayadhi dalam As Sirat Al Mustaqim 3/26. Tafsir As Shafi, Al Kasyani 2/570. Al Burhan , Al Bahrani 4/187. Muqaddimahnya, Abu Hasan Al Amili hal 171,249,260,270,341.
[87] Dinukil Ibnu Rustum semuanya dari : Al Bayadhi dalam As Sirat Al Mustaqim 3/29. Al Majlisi, Biharul Anwar 20/330. Nimatullah Al Jaza’iri, Al Anwar An Nu’maniyah 1/111-118. Uqadu ad D urur fie Baqri Batni Umar, qaf 1-3. An Nuri At Tabrisi dalam Fashlu AL Khitab hal 219. Muhammad Hadiq At Thaba’ba’i dalam Majalisu Al Muwahidin hal691. Muhammad Al Hakmi dalam Syarh Al Khutbah Asy Syaqsyaqiyah hal 220-222 mereka semua memaparkan kisah panjangnya.
[88] Uqadu ad D urur fie Baqri Batni Umar, 2-4.
[89] Al Kuna wa Al Alqab, Abbas Al Qummi 1/147.
[90] Uqadu Ad D urur fie Baqri Batni Umar, qaf 6
[91] idem
[92] Minhaju As Sunnah An nabawiyah, Ibnu Taimiyah 6/370-371.
[93] Sahih Bukhari 5/329 kitab Al Maghazi bab perang Dzatu Salasil.
[94] Diriwayatkan oleh ash-Shafar dalam Bashairud Darajah Al kubra hal. 412. Al Mufid fie Al Ikhtshas hal. 312
[95] As Saqifah, Sulaim bin Qs
[96] Nufatu Al Lahut, Al Kurky, q 6/alif 774/ba’.
[97] Al Baladu Al Amin, Al Kaf/amy hal.511.Al Misbah.hal 511. Nafhatu Al Nufhatu Al Lahut, Al Kurky., AL Kurky. Q 74/ba’. Ilmu Al Yaqin, Al Kasyani2/701. Fashlul Khitab, An nury At Tabrisi hal.221-222.
[98] idem
[99] idem
[100] Dhiya’u Ash Shalihin hal.513.
[101] idem
[102] Adz Dzari’ah , Agha Bazrak At Tahrani 8/192.
[103] Lihat : [103] Al Baladu Al Amin, Al Kaf’amy hal.511.Al Misbah.hal 551. Nafhatu Al Nufhatu Al Lahut, Al Kurky., AL Kurky. Q 74/ba’. Ilmu Al Yaqin, Al Kasyani2/701. Fashlul Khitab, An nury At Tabrisi hal.221-222. [103] Adz Dzari’ah , Agha Bazrak At Tahrani 8/192.Amalul Amal, Al Hur Al Amili 2/32.
[104] Al Baladul Amien hal.511-514. Al Mishbahu Al Jannah Al Waqiyah hal. 548-557.
[105] Ilmu l Ayqin 2/701-703.
[106] Fashlul Khitab hal.9-10.
[107] Miftahul Jinan hal.113-114.
[108] Shahifah Alawiyah hal.200.202
[109] Tuhfatul Awam Maqbul 213-214.
[110] Qaf 6/alif 74/ba’.
[111] Hal. 426.
[112] Qaf 26/alif.
[113] 4/356.
[114] Hal. 58. 133-134.
[115] Hal.113, 174, 226, 250, 290, 294, 313, 339.
[116] 2/95
[117] 221-222
[118] 1/219
[119] 1/219Al Mishbah, Al Kafamy ha’. Hal.552-554.
[120] Bukunya yang berjudul Nufhatu Al Lahut Fie la’ni Jibt w At taghut khusus ia karang untuk melaknat Abu Bakar dan Umar, dau sahabat mulia inilah yang dimaksud dengan Jibt dan At Taghut ia sebutkan dalam buku ini bahwa Ali bin Abi Thalib berkunut dalm shalat witir melaknat dua ‘berhala Quraisy’. Lalu ia berkata : Yang dimaksud Ali adalah Abu Bakar dan Umar, telah kami sebutkan perihal disunahkannya berdo’a atas musuh-musuh Allah dalam sholat witir.Nufhatu Al Lahut, Al Kurky. Qof.74/ba’.
[121] Mir’atu Al Uqul 4/356.
[122] Orang yang mengisyaratkan do’a untuk dua berhala Quraisy berkata,” Maksud dari dua berhala quraisy adalah dau orang yang dimakamkan bersama Rasulullah shollalahu ‘alahi wasallam .” Syir’atu At Tasmyah fie Zamani Al Ghaibah qaf 26/alif.
[123] Hal. 133-134.
[124] 2/95. Diantara yang ia katakan ,” Dua berhala Quraisy adalah Abu Bakar dan Umar……keduanya merampas kekhilafahan setelah Rasulullah…”
[125] hal.9-10. Ia mengatakan seperti yang dikatakan Al Ha’iry.
[126] Qurratu Al Uyun , Al Kasyani hal.432-433.
[127] Muqadimah Al Burhan, Al Amily hal.133.
[128] Mereka mengakhiri do’a ini dengan ,” kemudian katakanlah empat kali,”Ya Allah azablah mereka denganazab yang Ahli nereka sekalipun memohon selamat darinya….”
[129] Al I’tiqodat, Al Majlisi, Qaf 17.
[130] Ilzamu An Nashib, Al Ha’iry.2/9.
[131] Istilah yang dipakai Syi’ah yang bermaksud salah satu dari dua Imam, Ja’far Ash Shadiq atau bapaknya Al Baqir.
[132] Disebut Imam Zamannya.
[133] Artinya: sampai pada Imam Zaman itu.
[134] Al Ushul min Al Kafi, Al Kulaini 2/389.
[135] Yang meriwyatkan As Shafar dan Al Kulaini dengan sanad keduanya. Basha’iru Ad Darjat Al Kubra, As Shafar hal.510-513.Ar Raudhah min Al Kafi, Al Kulaini hal. 347. Al Kharayij wa Al Jarayih, Ar Rawandi hal.127.Mukhtasar Basha’iru Ad Darajat. Hasan Al halyhal. 12.Kurratu Al uyun, Al Kasyani hal.433.Al Burhan Al Bahrani 1/48,4/216. Mir’atu Al uqul – Syarh Ar Raudhah-, Al Majlisi 4/347.Rajab Al Barsi ikut meriwayatkan dan menambahkan Utsman bin Affan. Masyariqu Al Anwar.Rajab Al barsi hal.42.
[136] Mir’atu Al uqul – Syarh Ar Raudhah-, Al Majlisi4/347
[137] Lihat : Waq’atu As Sifin, Nasr bin Muzahim hal.102.Al Akhbar At tiwal Ad Dainury hal.1965.Syarh Nahju Al balaghah Ibnu Abi Al Hadid 11/92.Ad Darajah Ar Rafi’ah, Asy Syairazi hal.424.
[138] Al Haitsami berkata,” Diriwyatkan At Tabrani dan sanadnya hasan. Majma’u Az Zawa’id, Al Haitsami 11/22.
[139] An Nibz : Gelar, dalam Ash Shihah karangan Al Jauhary. Yang mereka maksud adalah menjuluki mereka dengan Ar Rafidhah ( Para pembangkang).
[140] Fadha’ilu Ash Shahabah, Imam Ahmad 1/441.
[141] Kitab An Nahyu ‘An Sabbi Al Ahshab Wa Mawarada Fihim minal Itsmi Wal Iqob. Qof.4/ba’-6/alif.
[142] Minhaju As sunnah An Nabawiyah 1/11-12.
[143] Shahih Al bukhari, kitab Fadha’ilu Ashabi An Nabi bab. Hadatsana Al humaidi dan Muhamad Bin Abdullah…
[144] Firaqu Asy Syi’ah, Naubakhty hal.44.
[145] Ibnu Taimiyah berkata dalam Minhaju As Sunnah 1/13-14 :”Abul Qasim Al Bakly menyebutkan riwayat ini dalam menyanggah ibnu Rawandi…………….
[146] Dia adalah Al Ya’quby dalam tarikhnya 2/321.
[147] Tabaqat Ibnu Sa’ad 5/236.
[148] Ar Raudhah min Al Kafi. Al Kulaini hal.101.
[149] Al Intiqodhot Asy Syi’iyah,Hasyim Al Husaini hal. 497.
[150] Mir’atu Al Jinan, Al Ya’ifi hal.257.
[151] Al Ansab, Al Baladziri 3/241.
[152] Mir’atu Al jinan, Al Ya’ifi hal.257. Muruju Adz Dzahb, Al Mas’udi 3/220.. Raudhatu Al Jannat, Khawanisary 1/324.
[153] Al Jaza’iri, Al Ha’iri, dan Syibr –dari Syi’ah- meletakan nama Abu Bakar dan Umar sebagai ganti dari “ dau orang dari jabarati Quraisy.dan menyandarkan perkataan ini pada As Shadiq saja. Al Anwar An nu’aniyah, Al Jaza’iri 2/89. Ilzamu An Nasib, Al ha’iri 2/366-273.Haq Al yaqin, Syibr 2/10,25,28.
[154] Yang menukil darinya adalah Al Bahrani dalam Al Burhan 3/220.Lihat Al Iqadz minal Al huj’ah, Al Hurry Al Amily. Hl 256-342.Al Anwar An Nu’maniyah , Al Jaza’iry 2/89.Ilzamu An Nasib, Al Ha’iry 1/81-82, 2/66-274-338. Haqqul yaqin, Syibr 2/10-25-28.
[155] As Shirat Al Mustaqim.
[156] Mukhtasar Basha’iru Ad Darajah hal.191.
[157] As Syi’ah wa Ar Raj’ah hal.139.
[158] Al Burhan 3/220.
[159] An Anwar An Nu’maniyah 2/89.
[160] Ar Raj’ah hal 191.
[161] Ilzamu An Nasib, Al Ha’iry 1/81-82, 2/66-274-338
[162] Haqqul yaqin, Syibr 2/10-25-28.
[163] Perlu diketahui , mereka ini termasuk Syi’ah Mutaakhirin, setelah abad kesembilan Hijriyah sampai hari ini. Generasinya menukil dari para pendahulunya dan sepakat atas suatu kebohongan. Hal ini wajar karena orang-orang tersebut menukil pendapat untuk menguatkan pendapat mereka. Sedangkan telah jelas bagimu wahai saudaraku, pecinta Rasulullah shollalahu ‘alahi wasallam bahwa membenci sahabat apalagi mencela mereka termasuk kaidah Syi’ah dan aqidah dasar mereka maka janganlah engkau tertipu dengan kesepakatan mereka dalam menukil riwayat busuk ini yang kemudian mereka nisbahkan pada Imam-Imam mereka. Padahal mereka sama sekali suci dari apa yang mereka nisbahkan, karena Syi’ah adalah kaum pembohong dan dien mereka adalah kedustaan.
[164] Ar Raudhah minal Kafi, Al Kulaini hal 277
[165] Mir’atu Al uqul –Syarh Ar Raudah, Al Majlisi 4/277.
[166] Muqaddimah Al Burhan, A Amily hal.263-341
[167]. Qurratu Al uyun, Al Kasyani hal.432-433
[168]. Terdapat dalam Surat Al An’am 21-93, Surat Hud ayat 18, Surat Al Ankabut ayat 68
[169]. Az zubaidi menyebutkan dalam Luqatu Al Lali’ Al mutanatsirah fie al hahadits Al mutawatirah hal261-282 bahwa sebanyak 99 sahabat meriwayatkan hadits ini, diantaranya Amirul mukminin Ali bin Abi Thalib. Ditakhrij oleh Bukhari da Muslim dan lainnya
[170]. Ikmalu AD Dien, Ash Shaduq hal.246.Lihat muqaddimah Al Burhan, Abi Hasan Al Amili hal 249
[171]. Syir’atu At Tasmiyah fie Zamani Al Ghaibah,Ad Damadi Al Husaini q 26/alif
[172] Seorang Sahabat yang wafat pada tahun + 100 Hijriyah. Lihat Al Isti’ab Ibnu Abdil Bar 4/115-118. Al Ishabah, Ibnu Hajar 4/113.
[173]..Menurut Al Ahsa’i, Umar diganti dengan Ats Tsani hal. 130-133. Yang mereka maksud adalah Amirul mukminin Umar RA karena beliau adalah khalifah kedua setelah Ash shidiq.
[174] Dala’ilu Al imamah, Ibnu Rusum At Tabary hal.257-258. Lihat huliyatu Al Abrar, Hasyim Al Bahrani 5/594-606.Ar raj’ah, Al Ahsa’i hal 130-133.. Lihat juga Kitab-kitab An Nasiriyah Al hidayah Al Kubra, Al husein bin Hamdan Al Khadiby hal 162-164
[175] Su’du As Sa’ud, Ibnu Tawus 116. Lihat buku-buku Nushairiyah : Al Laftu Asy Syarif riwayatu Al Mufdhil bin Umar Al Ja’fi hal164.
[176] Al Iqadh min Al Huj’ah, Al Hurr Al Amili hal.286-288. Muqadimah Al Burhan, Abi Al Hasan Al Amili hal.361. Ilzamu An Nashib, Al Ha’iri 1/81-82.
[177] Ikmalu Ad Dien, As Shaduq 626.
[178] Tafsir Al Ayashi 2/57-58. Al Burhan, AL Bahrani 2/81-83.. Biharu Al Anwar, AL Majlisi 13/188-189.
[179] Dala’ilu AL Imamah, Ibnu Rustum Ath Thabari hal.242. Ar Raj’ah, Ahmad Al ihsa’I hal. 128-129.
[180] Ikmalu Ad Dien, As Shaduq 392, Uyun Akhbar Ridha miliknya 1/58.Hulyatu Al Abrar, Hasyim Al Bahrani 2/652-676. Biharu Al Anwar, AL Majlisi 25/379,53/1-38, Haqqu Al Yaqin miliknya – farisi- 526. Al Anwar An Nu’maniyah, Al Jaza’iri 2/85. Muqaddimah Al Burhan, AL Amili hal. 360-362. Ar Raj’ah, Al Ihsa’I hal 182-200. Haqqu Al Yaqin 2/23. Ilzamu An Nashib, Al Ha’iri 2/262-337. Bayanu Ghaibah Hadhrata Imam Mau’ud, Muhammad Karala’I qaf 48/qaf55. Asy Syi’ah wa Ar Raj’ah, Thibsi hal. 139. Dawa’iru Al Ma’arif As Syi’iyah, Muhammad Hasan Al A’lami 1/350-351.
[181] Di sandarkan kepada beliau oleh AL Mufdhil bin Syadzan fie Kitab Ar Raj’ah seperti disebutkan Al Majlisi dalam Biharu Al Anwar 52/386.
[182] Ikmalu Ad Dien, Ash shaduq, 361.I’lamu Al wara
[183] Mukhtasar Basha’iru Ad Darajah, Al Haly hal.172-177. Al Iqadz min Al Huj’ah, Al huri Al Amily hal.286.
[184] Sahih Al Bukhari 5/77. Sahih Muslim 4/1859. masing-masing dalam kitab Fadhoilu As sahabah bab Fadhlu Umar
[185] As Shirat Al Mustaqim, Al Bayadhi 3/30.Ihqaqu Al Haq, At Tustury hal.306.
[186] idem
[187] Ar Raudhah min Al kafi, Al Kulaini hal 277-279. Al Jumal, Al Mufid hal 62. At Taraf, Ibnu Tawus hal 417.
[188] Mir’atu Al Uqul Syarh Raudhah, Al Majlisi 4/278-279.
[189] Ar Raudhah min Al Kafi, Al Kulaini hal 333.
[190] Sahih Muslim 4/1866-1867 kitab Fadhoilu Sahabah bab Min Fadholi Utsman bin ffan.
[191] Musnad Ahmad 1/61-62 kitab fadhoilu sahabah miliknya 1/464-466,495,496,508. Tabaqat Ibnu Sa’ad 3/67. Tarikhul madinah,Ibnu Syibh 2/358.
[192] Fadhoilu Sahabah, Imam Ahmad 1/468.
[193] Idem hal.1/474. Disahihkan oleh pentahqiq.
[194] Disebutkan oleh Al Muhib At Tabari dan berkata,” ditakhrij oleh pemilik Aswah wal Mala’i wal Fadhoili, Ar Riyadh An nadhrah 2/44.
[195] Al Anwar An Nu’mainyah 1/81
[196] Nufhatu Al Lahut, Al Kurky. q 57/alif.
[197] Al Mishbah, Al Kaf’amy hal.37. Ilmu Al Yakin, Al Kasyani 2/768. Al Fushul Al Muhimah, Al Hurr Al Amily hal.170. Mafatihu Al Jinan, Abbas Al Qummy hal.212.
[198] Sahih Al Bukhary 4/64 kitab Al Washaya bab “Idza waqafa ardhan”.
[199] Sahih Al Bukhary 5/85. Kitab fadhailu Sahabah bab Manaqibu Utsman Bin Affan RA
[200] Adz Dzari’ah At Thahirah , Al Jaulaby hal 59.
[201] Tabaqat Ibnu Sa’ad 3/56.
[202] Sahih Al Bukhari 3/213 kitab Al Jana’iz. Bab ma ja’a fie qabri utsman.
[203] Al Furu’ minal Kafi – tha’ Hajariyah- 2/222. Haqqul yaqin, Abdullah Sybr.2/83.
[204] Ash Shirat Al Mustaqim.3/34.
[205] Dinukil Al Bahrani dalam Al Burhan 3/354. Ada beberapa riwayat lain yang menyebutkan secara sharih bahwa yang dimaksud At Tsalits adalah Utsman. Mereka menyematkan gelar ini karena Utsman adalah orang ketiga yang merampas kekhalifahan. Tafsir Al Qummi –tha’ Hajariyah- hal.266. tha’ haditsah, 2/107. Tafsir Ash Shafi, Al Kasyani 2/173.,820. Al Burhan, Al Bahrani 3/133, 140-141,4/463-464.
[206] Sirah Al A’imah Al Itsna Asyriyah, Hasyim Al Husaini 1/67.
[207] Ditakhrij Ahmad dengan sanad shaih dan Ibnu Majah juga selainya, Sunan Ibnu Majah 1/55, Al Muqaddimah, bab fadhoilu Shabah, Musnad Ahmad 1/74. 3/184,281. Fadhoilu Shabah 1/49.4.
[208] Sahih Muslim 4/1867-1866 kitab fadhoilu sahabah bab fadhoilu Utsman bin ffan RA.
[209] Sahh Muslim 1/64 Kitabul Ima bab bayanu ‘adadi syu’abil iman.
[210] Sahih Al Bukhari 8/53 kitab Al Adab bab Al Haya’
[211] idem
[212] Jami’u At Tirmidzi Belaiu menghasankan 84/364. Kitab Al birr.
[213] Sahih Al Bukhari 8/53 kitab Al Adab bab Al Haya’
[214] Muhaqqiq Kitab Fadhoilu sahabah sanad dua riwayat dari Imam Ahmad. Fadhoiluu sahabah 1/510,514. Al Mustadrak, Al Hakim 4/48. Adz Dzuriyah Ath Thohirah An Nabawiyah, Ad Daulabi hal 55-56.
[215] Adz Dzuriyah Ath Thohirah An Nabawiyah, Ad Daulabi hal 51.
[216] I’lamul Wara, Al Fadhl Bin Al Hasan At Tabrisi hal 148.
[217] A Mishbah al Kaf’ami 37. Miftahul Jinan, Abas Al Qummi 212.
[218] Al Haitsami berkata,” Diriwayatkan Ath Tabrani dalam hadits yang panjang dalam sanadnya terdapat Abdurrahman dia seorang yang (layyin) lemah dan sisanya tsiqat ( terpercaya) beliau menyebutkan hadits lain, Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda,” Aku tidak menikahkan Ummu Kultsum dengan Utsman kecuali karena wahyu dari langit”. Al Haitsami berkata, “ sanadnya hasan didahului beberapa syawahid ( hadits penguat). Mujma’u Az Zawa’id. Al Haitsami 1/367.
[219] AD Dhu’afa, Al Uqaili 4/458. Al Kamil Ibnu ‘Adi 7/2629. Lihat Mizanul I’tidal, Adz Dzahabi 4/479.
[220] Al Anwar An Nu’maniyah, Al Jaza’iri, 1/367..
[221] Sahih Al bukhari – Ta’ As Slafiyah- 3/28. Kitab Fadhoilu sahabah bab dzikru Usamah bin Zaid.
[222] Bashairu Darajah Al Kubra, As Shafar hal41-42..Ma’ani Al Akhbar, ash Shaduq hal188-189. Al Amali hal.4. Tafsir Furrat Al Kufi hal 161-162.
[223] Al Mizan fie Tafsieril Qur’an. Ath Thobathoba’i 3/73.
[224] Jami’ul Bayan, Ath Thabari 30/198-199. Tafsir Ibnu Katsier 4/512-513. Fathu AL Qadir, Asy Syaukani 5/443-444.
[225] Hadits ini diriwayatkan sekian sahabat diantarnya Said bin Zaid,haditsnya ditakhrij Abu Daud dan At Tirmidzi beliau berkata : hasan sahih. Ditakhrij pula oleh Ahmad dan disahihkan Ahmad Syakir, Sunan Abu Daud 5/37/40. Kitab as sunnah dan Jami’u At Tirmidzi 5/651. Kitab Al Manaqib.
[226] Kifayatul Atsar, Al Khazaz hal115. Al Iqtishad , At Tusi hal.364.
[227] Ditakhrij Al Hakim dalam Mustadraknya3/364. Beliau berkata,” Sanadnya Sahaih”.
[228] Fadhoilu Sahabah, Imam Ahmad2/735, Al Isti’ab, Ibnu Adil Barr 1/581. Al Mustadrak , Al Hakim 3/360-361. Daru As Shabah, Asy Syaukanihal.241.
[229] Sunan At Tirmidzi 5/646.kitab Al Manaqibbab manaqibu Az Zubair beliau berkata hadits hasan sahih. Fadhoilu sahaba, Imam Ahmad2/737-738. Tabaqat Ibnu Sa’ad 105-106. Al Mu’jamu Al Kabir, At Tabrani 1/78. Al Mustadrak, Al Hakim 3/367. Beliau berkata “ sahaih disepakati Adz Dzahabi.
[230] Sahih Al Bukhari 5/94. Kitab fadhoilu sahabah bab dzikru Talhah.
[231] Jami’u Tirmidzi 5/643-644 kitab manaqib bab Manaqibu Talhah. Tirmidzi berkata hadits hasan Sahih gharib. AL Mustadrak, Al Hakim3/374. Musnad Ahmad 1/165. Fadhoilu sahabah 2/744. Tabaqat Ibnu Sa’ad 3/218.
[232] AR Riyadh An Nadharah, Al Muhib At Tabari 2/252.
[233] Asy Syafi lil Imamah, Al Mutadho hal.287. Talkhis Asy Syafi, At Tusi hal 462.
[234] Al Jumal, Al Mufid hal 225.
[235] Fie dzilali At Tasyayu,’, Muhammad Ali Al Hasani hal.112-113.
[236] Ihqaqu Al Haq, At Tustury hal 297.
[237] Sahih Muslim 4/1880 kitab Al Fadhoil bab Min Fadhoilu Talhah.
[238] Istilah yang dipakai untuk wanita yang melacurkan dirinya di zaman Jahiliyah.
[239] Mizanul I’tidal, Adz Dzahabi 4/304. Diwanu Ad Dhu’afa’ hal 419.
[240] Sahih Muslim 4/1876 Kitab Al Fadhoil bab Sa’ad.
[241] Sahih Muslim 4/1876 Kitab Al Fadhoil bab Sa’ad.
[242] Sunan At Tirmidzi 5/6496.kitab Al Manaqibbab manaqibu Az Zubair beliau berkata hadits hasan sahih. Fadhoilu sahaba, Imam Ahmad2/751. Tabaqat Ibnu Sa’ad 105-106. Al Mu’jamu Al Kabir, At Tabrani 1/78. Al Mustadrak, Al Hakim 3/498. Disahihkan beliau dan disepakati Adz Dzahabi.
[243] Sunan At Tirmidzi 5/649.
[244] Sahih Muslim 4/1875 Kitab Al Fadhoil bab Sa’ad.
[245] Sahih Muslim 4/1878 Kitab Al Fadhoil bab Sa’ad.
[246] Muqaddimah Al Burhan , Abi Al Hasan Al Amili hal 280.
[247] As Saqifah, Sulaim bin Qais hal 211. Al jumal Al Mufid hal 45-46. Al Amali, At Tusi 2/327.
[248] idem
[249] Al Kasyani berkata tentang dia ,” dia orang diistimewakan Amirul Mukminin Ali RA”. Ikhtiyaru Ma’rifati Ar Rijal, At Tusi hal.5,98,103.
[250] Al Amali, As Saduq hal. 133.
[251] Ihqaqu Al Haq, At Tusturi 205.
[252] Al Khishal, Ash Shaduq 2/361-362. Haqqul Yaqin, Abdullah Sybr 2/169.
[253] Ilmul Yaqin, Al Kasyani 2/732.
[254] Hadits sepuluhorang yang dijanjikan Jannah seperti yang telah kami sebutkan.
[255] Ikmalu AD Dien, Ash Shaduq hal 243.
[256] idem
[257] Sahih Al Bukhari 5/100Kitab Al Manaqib Bab Manaqibu Abu Ubaidah. Sahih Muslim 4/1881 kitab Al Fadhoil Bab Fadhoilu Abu Ubaidah
[258] Perhtikanlah lafal hadits ini sama sekali bertentangan dengan lafal aslinya” dan orang kepercayaan umat ini wahai umatku adalah Abu Ubaidah Bi Al Jarrah”.
[259] Lihat As Shirat Al Mustaqim, Al bayadhi 1/296,3/154. Ilmu Al Yaqin, Al Kasyani 2/658. Tafsir Ash Shafinya 2/570. Al Burhan, Al Bahrani 4/187. As Sawarim Al Muhriqah, At Tustury hal 77-78. Al Anwar An Nu’maniyah, Al Jaza’iri 4/340-343 Ad Darajat Ar Rafi’ah Asy Syairazi 302-303.
[260] Al Kasykul, Haidar Al Amali hal 160.
[261] As Saqifah, Sulaim Bi Qais hal76.
[262] Sirah Al Aimah Al Itsna Asyriyah, Hasyim Al Huseini hal 281.Lihat orientali Lamens yang dinukil oleh Hasyim l huseini –seorang Syi’ah muashir- yang berjudul “ Al hukkam Ats Tsalatsah: Abu Bakar, Umar bin Al Khattab dan Abu Ubaidah Bin Al Jarrah”, Munawi’at Kuliyah Asy Syarqiyah 4/1910.
[263] Sahih muslim 4/188 kitab Al Fadhoil bab Fadhoilu Abu Ubaidah.
[264] Sahih Bukhari 5/100 kitab Al manaqib bab manaqibu abu Ubaidah. Sahih muslim 4/188 kitab Al Fadhoil bab Fadhoilu Abu Ubaidah.
[265] Idem. Lihat Ar Riyadh An Nadhrah fie manaqibi Al Asyrah, Al Muhib At Tabari 2/374.
[266] Fadhoilu Sahabah Imam Ahmad2/742-743. Musnad Ahmad 1/18. Al Mustadrak, Al Hakim 3/268.
[267] idem
[268] Shahihul Bukhary 5/107 kitab Fadlailush Shahabah bab Fadlailu ‘Aisyah
[269] Shahihul Bukhary 5/107 kitab Fadlailush Shahabah bab Fadlailu ‘Aisyah
[270] Suatu ungkapan bahwa kepala beliau ‘alaihis salam bersandar pada dadanya
[271] Shahihul Bukhary 6/31-36 kitabul Maghazy bab Ma Ja’a fi Wafatin Nabi Shallalahu ‘alaihi wasallam, sebagian orang Syi’ah menyatakan bahwa keringat beliau Shallalahu ‘alaihi wasallam bercampur dengan keringatnya sebelum beliau wafat, al-‘Asy’ats menyandarkan tulisannya di dalam kitabnya dengan al-Husain bin’ Ali Radliyallahu ‘anhuma bahwa Abu Dzar Radliyallahu ‘anhu mengabarkan bahwa Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam sebelum wafat meminta siwak dan memberikanya kepada Aisyah seraya berkata,” Lunakkanlah dengan air liurmu,” Lalu Aisyahpun menggigit kayu siwak dan memerikannya pada Rasul Saw dan beliaupun bersiwak dengannya, beliau berkata,” Air liurku dengan liurmu wahai Humaira’”. Kemudian beliau menggerak-gerakkan bibirnya seperti mengatakan sesuatu dan meninggaldunia”. Al Isti’ats212. Ini menunjukkan kecintaan beliau kepada Aisyah, mulai dari keinginan beliau tinggal dirumah Aisyah yang kemudian dirawat dan dimuliakan olehnya RA sampai ketika beliau meninggal ludah beliau bercampur dengan ludah Aisyah dan beliau ridha terhadapnya.
[272] Shahihul Bukhary 5/68 kitab al-Fadlail bab Fadlailu Abu Bakr
[273] Tafsirul ‘Iyasyi 2/269, al-Burhan karya al-Bahrany 2/383 dan Biharul Anwar karya al-Majlisy 7/454\
[274] Tafsir Ibnu Katsir 2/583-584, Fathul Qadir karya asy-Syaukany 3/190 dan Ruhul Ma’any karya al-Alusy 14/221-222
[275] Tafsirul ‘Iyasyi 2/243, al-Burhan karya al-Bahrany 2/345 dan Biharul Anwar karya al-Majlisy 7/378, 8/220
[276] Biharul Anwar karya al-Majlisy 4/378, 8/220
[277] ash-Shiratul Mustaqim karya al-Baidlawy 3/131
[278] idem
[279] al-Khishalu karya ash-Shuduq 1/190
[280] al-Ushulu minal Kafii karya al-Kaliby 1/247
[281] As-Samthu as-Tsamin fi Manaqibi Ummahatil Mukminin karya al-Muhibbu ath-Thabary hal. 30
[282] Jami’ut Turmudzy 5/707 kitabul Manaqib bab Fadllu ‘Aisyah Radliyallahu ‘anha, beliau berkata, “Hadits ini Hasan”.
[283] Shahihul Bukhary 5/68 kitab al-Fadlail bab Fadlailu Abu Bakr
[284]HR. al-Bukhary 6/340 kitabul Anbiya’ bab firman Allah QS. Ali ‘Imraan (3): 42
[285] Musnad Ahmad 6/138, Fadlailush Shahabah karya beliau juga 2/871, Thabaqat Ibnu Sa’ad 8/65, dan as-Samthu ats-Tsamin karya al-Muhibbu ath-Thabary hal. 29
[286] Tarikhut Thabary 5/255
[287] Al Qummy bukanlah yang pertama kali mengatakan ini, ia telah didahului Al Kulaini –Syaikhul Islam orang Syi’ah- dan dinisbahkan pada Abu Ja’far , lihat al-Burhan karya al-Bahry 4/35 7-358
[288] Menurut al-Qummy fulanah adalah ‘Aisyah, ini adalah taqiyah, akan tetapi yang lain menyebut namanya dengan jelas sehingga terungkaplah apa maksud taqiyah ini.
[289] Pada tulisan yang lain bahwa fulan adalah Thalhah, inipun termasuk taqiyah
[290] Pada tulisan yang lain maksud fulan adalah Thalhah
[291] Tafsir al-Qummy cet. Hijriyah (lama) hal. 341 cet. Haditsah (baru) 2/358, al-Burhan karya al-bahrany 4/358, Tafsir ‘Abdullah Syibr hal. 338. dan telah beliau menjelaskan sebagaimana dalam matannya.
[292] Tafsir al-Qummy cet Hijriyah (lama) hal 290 cet. Haditsah (baru) 5/195-196, Mu’tamar Ulama’ Baghdad karya Muqatil bin ‘Athiyah hal. 38, asy-Syafi karya al-Murtadla hal. 258, ath-Tharaif karya Ibnu Thawus hal. 492-493, as-Shirath Al Mustaqim karya Al-Bayadly 3/23-35, Manarul Huda karya ‘Aliyil Bahrany hal. 452, Nuhfatul Lahut karya al-Kurky Q 36/B, Tafsir ash-Shafy karya al-Kasyany 2/363, al-Burhan karya al-Bahrany 3/333-334, Ihqaqul Haq karya at-Tastury hal. 260-261, Fashlul Khithab karya an-Nury at-Thabrasy hal. 58, ‘Aqaidul; Imamiyah karya az-Zanjany 3/56, Siratu Al Aimmatuh al Itsna ‘Asyara karya Hasyim al-Husainy 1/381, dan asy-Syi’ah wal Hakimun karya Muhammad Jawad Mughniyah hal. 36
[293] Ath-Thara’if karya Ibnu Thawus hal. 492-493, Nuhfatul Lahut karya al-Karky Q 36/B dan Fashlul Khithab karya an-Nury at-Thabrasy hal. 58
[294] Masyariq Anwaril Yaqin karya Rajab al-Barsy hal. 86
[295] Ihtijajuth Thabrasy hal. 82
[296] Jami’ul Bayan karya ath-Thabary 28/169-, Tafsir Ibnu Katsir 4/393, dan Fathul Qadir karya asy-Syaukany 5/255-256
[297] Ash-Shirathil Mustaqim karya al-Bayadli 3/165-166 dan Tafsir ash-Shafy karya al-Kasyany 2/702
[298] Jami’ul Bayan karya ath-Thabary 28/169-, Tafsir Ibnu Katsir 4/393, dan Fathul Qadir karya asy-Syaukany 5/255-256, dan lain sebagainya dari kitab Tafsir karya Ulama’ Sunny, seluruhnya menyepakati hal itu
[299] Al- Ikhtishah karya al-Mufid hal. 119, Syarh Nahjul Balaghah karya Ibnu Abil Hadid 2/167-170, 4/480, 482-483 dan Ahaditsu Ummil Mukminin ‘Aisyah karya Murtadla al-Askary 1/227, 268 dan 269
[300] Ibnu Taimiyah menukil darinya dalam kitab ash-Sharimul Maslul karya Imam Ibnu Taimiyah hal. 571
[301] Yaitu Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam
[302] Disebutkan oleh Imam Ibnu Taimiyah dalam kitabnya ash-Sharimul Maslul hal. 566-567
[303] Disebutkan oleh Imam Ibnu Taimiyah dalam kitabnya ash-Sharimul Maslul hal. 566
[304] Ash-Sharimul Maslul hal. 568.
[305] Ash-Shawa’iq al-Muhriqah karya Ibnu Hajar al-Haitsamy hal. 101
[306] Risalah fi Ar Raddi ‘ala Ar Rafidlah karya Muhammad at-Tamimy hal. 24-25
[307] Idem
[308] idem
[309] Nufhatul Lahut fi Lahnil Jabat wath Thaghut karya al-Karky Q 74/B dan ‘Ainul Hayah karya al-Majlisy hal. 599
[310] As Shuduq menempatkan “al-Autsan” pada kalimat “al-Ashnam”
[311] Zadul Mulaqqab bish Shuduq: dan kami sangat yakin bahwa mereka adalah musuh-musuh Allah dan Rasul-Nya
[312] al-Hidayah karya ash-Shuduq Q 110/A dan Haqqul Yaqin karya al-Majlisy hal. 59
[313] Al Kasyany menambahkan, “Yaitu dua orang wanita yang Allah laknat beserta kedua orang tua mereka“, Tafsir ash-Shafy 1/305
[314] Tafsir Al Ayashi 1/200. Tafsir As Shafi, Al Kasyani 1/305. Al burhan , Al Bahrani 1/320. Biharu Al Anwar, Al Majlisi 6/504.8/6
[315]. Hayatul Qulub karya al-Majlisy 2/700 Tafsir Al Ayashi 1/200. Tafsir As Shafi, Al Kasyani 1/305. Al burhan , Al Bahrani 1/320. Biharu Al Anwar, Al Majlisi 6/504.8/6
[316] Tafsir al-Qammy cet. Hijriyah (lama) hal. 340 cet. Haditsah (baru) 2/375-376, ash-Shirathal Mustaqim karya al-Bayadli 3/168-169, Syarh Nahjul Balaghah karya Ibnu Abi Hadid 2/457, Ihqaqul Haq karya at-Tastury hal. 308, Tafsir ash-Shafy karya al-Kasyany 2/716-717, al-Burhan karya al-Bahrany 1/320, 4/352-353, dan al-Anwar an-Ni’maniyah karya al-Jazairy 4/336-337
[317] HR. al-Hakim dalam al-Mustadrak 4/6, beliau berkata, “Hadits ini Shahih dengan syarat al-Bukhary dan Muslim, namun keduanya tidak meriwayatkannya dan hal ini disepakati oleh adza-Dzahaby. Lihat juga Tarikh Thabary 5/225
[318] HR. Ibnu Sa’ad, al-Bazzar dan ath-Thabary dalam kitab al-Ausath dan al-Kabir, al-Hakim juga menshahihkannya –namun Ibnu ‘Asakir menghasankannya dalam al-Arba’in- hal ini juga disebutkan oleh Ibnu Abdil Barr, al-Muhibbu, ath-Thabary, Ibnu Hajar dan lain sebagainya. Lihat pula Thabaqat Ibnu Sa’ad 8/84, al-Isti’ab karya Ibnu Abdil Barr 4/269, Hilyatul Auliya’ karya Abu Na’im 2/50, al-Mustadrak karya al-Hakim 4/15, al-Arba’in fi Manaqibi Ummahatil Mukminin karya Ibnu ‘Asakir hal. 91, as-Samthu ats-Tsamin fi Manaqibi Ummahatil Mukminin karya al-Muhibbu ath-Thabary hal. 68, Majma’ az-Zawaid karya al-Haitsamy 9/244, Durrus Sahabah karya asy-Syaukany hal. 323 dan lain sebagainya.

[319] Minhajul Karamah, AL Hali hal 116.
[320] Minhajul Karamah, AL Hali hal 114 Ihqaqu Al Haq, At Tastari, hal226. Aqaid Syi’ah Iamamiyah Al Itsna Asyriyah, Az Zanjani 3/61.
[321] Nufhatu Al Nufhatu Al Lahut, Al Kurky., Al Kurki, qaf 14/ba’-1526/alif.
[322] Fie Dzilali At Tasyayu’, Muhammad Ali Al Hasani hal 286.
[323] Muqaddimah Mir’atu Al Uqul, Murtadha Al Askari 1/38.
[324] As Sirat Al Mustaqim, Al Bayadhi 3/50
[325] Minhajul Karamah, AL Hali hal 116.
[326] Tanqihul Maqal, Mamaqani 3/222.
[327] Syarh Nahju Al Balaghah, ibnu Abi Al Hadid 20/15.
[328] Asy Syafie, Al Murtadha hl287. Talkhis Asy Syafie, At Tusi hal 462.
[329] Al Idhah lil fasl baina syadzani hal 43. Al Khisal, Ash Shaduq 2/457-460. Al Malahim, Ibnu Tawus hal 90. Sa’du Sa’ud, Ibnu Tawus, hal 133. As Sirat Al Mustaqim, Al Bayadhi 3/50. Al Kasykul, Haidar Al amali hal 200.Tafsir Ash Shafi, Al Kasyani 2/740. Muqaddimah Al Burhan, Abu Hasan Al Amamli hal 263-341. Ushulu Syi’ah wa ushuluha, Kasyif Al Ghitha’ hal 45-47.
[330] Al Mishbah, Al Kaf’ami hal552. Sy Syi’ah wal Hakimun, Muhammad Jawwad Mughniyah hal 39. Abu Thalib Mu;minu Quraisy, Al Khinziri hal 51.
[331] Al Jumal, A Mufid hal 49. Minhajul Karamah, AL Hali hal 116. Minhajul Karamah, AL Hali hal 116. Asy Syi’ah wal Mizan, Mughniyah hal 255.
[332] Dinukil Al Bahrani dalam Al Burhan 4/477-478.
[333] Al Ikhtishas, Al Mufid hal 344.
[334] Basha’iru darajat Al Kubra, Ash Shofar hal 304-307. Al Ikhtishas, Al Mufid hal 275-277. Al Kharayij wal Jawarih, Ar Rawandi qaf 134. Mukhtasar Bashai’ru Darajat, Al Hali hal 111. Tfsir As Shafi, Al Kasyani 2/491,740. Al Iqadh minal Huj’ah, Al Hurr Al Amili hal 203-204. Haqqul Yaqin, Syibr 2/89.
[335] idem
[336] idem
[337] Mukhtasar Bashai’ru Darajat, Al Hali hal 29. Al Iqadh minal Huj’ah, Al Hurr Al Amili hal 363-364.
[338] Lihat Al Isti’ab, Ibnu Abdi Al Bar 3/395Minhaju As Sunnah An Nabawiyah, Ibnu taimiyah 4/428-429, 436, 439. Al bidayah wa An Nihayah, bnu Katsier, 8/118. Al Ishabah, Ibnu Hajar Al As qalani 3/433. Tathiru Al jinan, Ibnu Hajar Al haitsami. Hal. 8-11.
[339] Idem.
[340] Minhaju As Sunah An Nabawiyah 4/384.
[341] Lihat: Tarikh Ath Thabary 6/179. Tarikhul Khalifah 1/77. Al Wuzara’ wa Al Kitab, Al Jahsyary. Hal 12. Tajaribul umam, Ibnu Maskubah, 1/291. Al Kamil fie At Tarikh, Ibnu Al Atsir 4/385.Al bidyah Wa Nihayh 5/350. Kitab An Nabi SHOLLALAHU ‘ALAHI WASALLAM , Al A’dhami, hal.103-105.
[342] Ditakhrij At Tirmidzi, ia berkata hadits hasan gharib. Jami’u At Tirmidzi 5/687 kitab Al Manaqib, bab Manaqib Mu’awiyah.
[343] Hadits ini diriwayatkan dari jalur yang banyakyang satu sama lan saling memperkuat, derajat hadits ini sampai pda taraf hasan lighairihi – seperti disebutkan oleh Muhaqqiq Kitab Fadha’ilu Ash Shahabah-. Lihat Fadha’lu Ash Shahabah, Imam Ahmad 2/913-915. Musnad Ahmad 4/127. Tarikh Al Fasawi 2/345.
[344] Al Idhah al fadhl bin Syadzan hal.43.
[345] Asy Syi’ah wa Al Hakimun, Muhammad Jawad Mughniyah hal.53. Aqa’idu Al Imamiyah, Az Zanjani 3/ 66.
[346] Asy Syi’ah wa Al Hakimun, Muhammad Jawad Mughniyah hal.53
[347] Ad Darajah Ar rafi’ah, Asy Syairazi. Hal. 160.
[348] Adhwa’u ala huthuti muhibbu Ad Dien, Al Anshary hal. 81.
[349] Endi iki…………???
[350] Yang menjuluki dengan gelar ini adalah Muhammad Ali Al hasani, dri golongan Syi’ah modern dalam bukunya Dzilalu At Tasyayu’, hal 188.
[351] Idem hal 212.
[352] Yang memberi gelar ini adalah Ibrahim Al musawi dalam Kitabnya Aqai’dul Immiyah Al Itsna Asyriyh 3/111.
[353] Pemberi gelar ini adalah Al Kaf’amy dalam bukunya Al Mishbah hal.552.
[354] Yang mengatakan hal itu adalah Al Murtadho dalam bukunya Asy Syafi fie Al Imamah hal.240.
[355] . Al Anshary seorang Syi’ah moderen dalam bukunya Adhwa’ ala khututi muhibbu Ad Dien Al Aridhah hal. 112.

[357] Yang mensifati adalah orang yang bergelar Ash Shaduq dala bukunya Al Khisal 2/457
[358] Yang menuduh seperti ini asalah Muhammad Jawad Mughniyah seorang Syi’ah modern dalam bukunya Asy Syi’ah wa Al Hakimun hal.53.
[359] Di takhrij oleh Imam Ahmad Al Musnad 3/202 dan dalam Al Fadho’il 2/912. Pentahqiq berkata Isnadnya Shahih. Al hakim dalm l mustadrak 2/2 beliau berkata shahih ala syarti muslim dan disepakati Adz Dzahabi.
[360] Ditakhrij At Tirmidzi dalam Jami’u At Tirmidzi 5/688, kitab Al Manaqib bab Amnaqibu Amru. Imam Ahmad dalam Al Musnad1/161 da dalam Fadhailu asah Shahabah 2/911-913. Lihat Majma’ Az Zawa’id, Al Haitsami 9/354.
[361] Mu’tamar Ulama’ Baghsas, Muqotil bin Atiyah.hal 60
[362] Minhajul Karamah, Al Haly hal .115
[363] Sebuah desa di wilayah Syam yang Rasulullah mengutus pasukan pasukan kesana pada tahun delapan hijriyah. Maghazi Urwah bin Zubair hal.204. Marashidul Ithila’ Al Baghdadi3/133.
[364] Shahih Bukhari 5/103. Kitab Fadhoilu Ash Shahabah. Bab Khalid bin Walid5/293. kitab al Maghazi bab Ghazwah mu’tah.Musnad Imam Ahmad 3/113-117-118.5/299-300-301.Hadts ini diriwayatkan juga oleh Abi Qatadah Al Anshary, abdullah bin Ja’far bin Abi Thalib. Lihat Musnad Imam Ahmad tharf al halby.5/299 dan 300-301 Tharf al Ma’arif 3/192-193. Al Bidayah wa an Nihayah Ibnu Katsier 4/251-252. Majmau zawa’id Al Haitsamy 9/349.
[365] Hadits ini diriwayatkan dari Bau Bakr Ash Shodiq dan Abu Ubaidah Bin Al Jarrah serta Abu hurairoh Radhiyallahu ‘anhum,. Hadits Abu Bakr ditakrij Imam Ahmad dalam Al Musnad 1/8.Dan dalam Fadoilu shahabah 2/815-816. Pentahqiq berkata : _ Sanadnya hasan. Juga Ath Thabrany dalam Al Mu’jamul Kabir 4/120. Dan Durru Shohabah oleh Asy Syaukani hal.433-434. Hadits Abi Huriroh ditakhrij oleh At Tirmidzi dalam Jami’u Tirmidzi. Ia berkata : Hasan Ghorib.5/268, Kitabul Manaqib bab Manaqib Kholid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar