Minggu, 25 Juli 2010

Untuk Pak Radi....(mengapa suka mengangkat tangan ketika berdo'a???) smoga kita segera lurus dalam ihya'us Sunnah...

Kepada Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin –rahimahullah- pernah ditanyakan, “Bagaimanakah kaedah (dhobith) mengangkat tangan ketika berdo’a?”
Beliau –rahimahullah- menjawab dengan rincian yang amat bagus :
Mengangkat tangan ketika berdo’a ada tiga keadaan :
Pertama, ada dalil yang menunjukkan untuk mengangkat tangan. Kondisi ini menunjukkan dianjurkannya mengangkat tangan ketika berdo’a. Contohnya adalah ketika berdo’a setelah shalat istisqo’ (shalat minta diturunkannya hujan). Jika seseorang meminta hujan pada khutbah jum’at atau khutbah shalat istisqo’, maka dia hendaknya mengangkat tangan.
Juga contoh hal ini adalah mengangkat tangan ketika berdo’a di bukit Shofa dan Marwah, berdo’a di Arofah, berdo’a ketika melempar Jumroh Al Ula pada hari-hari tasyriq dan juga Jumroh Al Wustho.
Oleh karena itu, ketika menunaikan haji ada enam tempat untuk mengangkat tangan : (1) ketika berada di Shofa, (2) ketika berada di Marwah, (3) ketika berada di Arofah, (4) ketika berada di Muzdalifah setelah shalat shubuh, (5) di Jumroh Al Ula di hari-hari tasyriq, (6) di Jumroh Al Wustho di hari-hari tasyriq.
Kondisi semacam ini tidak diragukan lagi bagi seseorang untuk mengangkat tangan ketika itu karena adanya petunjuk dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai hal ini.
Kedua, tidak ada dalil yang menunjukkan untuk mengangkat tangan. Contohnya adalah do’a di dalam shalat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca do’a istiftah : Allahumma ba’id baini wa baina khothoyaya kama ba’adta bainal masyriqi wal maghribi …; juga membaca do’a di antara dua sujud : Robbighfirli; juga berdo’a ketika tasyahud akhir; namun beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengangkat tangan pada semua kondisi ini. Begitu juga dalam khutbah Jum’at. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a namun beliau tidak mengangkat kedua tangannya kecuali jika meminta hujan (ketika khutbah tersebut).
Barangsiapa mengangkat tangan dalam kondisi-kondisi ini dan semacamnya, maka dia telah terjatuh dalam perkara yang diada-adakan dalam agama (alias bid’ah) dan melakukan semacam ini terlarang.
Ketiga, tidak ada dalil yang menunjukkan mengangkat tangan ataupun tidak. Maka hukum asalnya adalah mengangkat tangan karena ini termasuk adab dalam berdo’a. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Sesunguhnya Allah Maha Pemalu lagi Maha Mulia. Dia malu terhadap hamba-Nya, jika hamba tersebut menengadahkan tangan kepada-Nya, lalu kedua tangan tersebut kembali dalam keadaan hampa.. ” [1]
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah menceritakan seseorang yang menempuh perjalanan jauh dalam keadaan kusut dan penuh debu, lalu dia mengangkat kedua tangannya ke langit seraya mengatakan : “Wahai Rabbku! Wahai Rabbku!” Padahal makanannya itu haram, pakaiannya haram, dan dia dikenyangkan dari yang haram. Bagaimana mungkin do’anya bisa dikabulkan? [2]
Dalam hadits ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan mengangkat kedua tangan sebagai sebab terkabulnya do’a.
Inilah pembagian keadaan dalam mengangkat tangan ketika berdo’a. Namun, ketika keadaan kita mengangkat tangan, apakah setelah memanjatkan do’a diperbolehkan mengusap wajah dengan kedua tangan?
Yang lebih tepat adalah tidak mengusap wajah dengan kedua telapak tangan sehabis berdo’a karena hadits yang menjelaskan hal ini adalah hadits yang lemah (dho’if) [3] yang tidak dapat dijadikan hujjah (dalil). Apabila kita melihat seseorang membasuh wajahnya dengan kedua tangannya setelah selesai berdo’a, maka hendaknya kita jelaskan padanya bahwa yang termasuk petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah tidak mengusap wajah setelah selesai berdo’a karena hadits yang menjelaskan hal ini adalah hadits yang lemah (dho’if). [Liqo’at Al Bab Al Maftuh, Syaikh Muhammad bin Sholih Al 'Utsaimin, kaset no. 51]
Footnote:
[1] Lafazh hadits yang dimaksudkan adalah :
إِنَّ رَبَّكُمْ تَبَارَكَ‏‎ ‎وَتَعَالَى حَيِىٌّ كَرِيمٌ‏‎ ‎يَسْتَحْيِى مِنْ عَبْدِهِ إِذَا‎ ‎رَفَعَ يَدَيْهِ إِلَيْهِ أَنْ‏‎ ‎يَرُدَّهُمَا صِفْرًا
“Sesunguhnya Rabb kalian tabaroka wa ta’ala Maha Pemalu lagi Maha Mulia. Dia malu terhadap hamba-Nya, jika hamba tersebut menengadahkan tangan kepada-Nya, lalu kedua tangan tersebut kembali dalam keadaan hampa.” (HR. Abu Daud no. 1488 dan At Tirmidzi no. 3556. Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan Abi Daud mengatakan bahwa hadits ini shohih)
[2] HR. Muslim no. 1015.
[3] Hadits yang dimaksudkan adalah dari Umar bin Khothob radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله‎ ‎عليه وسلم- إِذَا رَفَعَ يَدَيْهِ‏‎ ‎فِى الدُّعَاءِ لَمْ يَحُطَّهُمَا‎ ‎حَتَّى يَمْسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila mengangkat tangan ketika berdo’a, beliau tidak menurunkannya hingga beliau mengusap wajahnya dengan kedua tangannya.”
Mengenai hadits ini, seorang pakar hadits terkemuka yaitu Abu Zur’ah mengatakan, “Hadits ini adalah hadits mungkar. Saya takut hadits ini tidak ada asalnya.” (Lihat ‘Ilalul Hadits, hal. 156, Asy Syamilah)
Syaikh Al Albani dalam Irwa’ul Gholil no. 433 mengatakan bahwa hadits ini dho’if (lemah).

Banyak orang yang mengusap muka mereka setelah melakukan sholat ataupun berdo’a. Namun benarkah amalan itu pernah dilakukan dan dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya? Risalah ini insya Allah akan menjelaskan tentang lemahnya hadits-hadits mengenai mengusap wajah.
Abu Daud berkata bahwa saya mendengar Imam Ahmad ditanya oleh salah seorang tentang hukum mengusap wajah sesudah berdoa, maka beliau menjawab : “Saya tidak pernah mendengar itu dan saya tidak pernah mendapatkan sesuatu tentang itu. Abu Daud berkata : Saya tidak pernah melihat Imam Ahmad mengerjakan hal itu. [Abu Daud dalam Masail Imam Ahmad hal.71]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata bahwa mengangkat tangan pada saat berdoa adalah sunnah berdasarkan hadits-hadits yang sangat banyak, tetapi tentang mengusap wajah dengan kedua telapak tangan tidak saya temukan kecuali satu atau dua hadits, itupun tidak bisa dipakai sebagai dasar amalan tersebut. [Majmu Fatawa 22/519]
Syaikh Al-Izz bin Abdussalam berkata bahwa tidaklah mengusap wajah dengan kedua telapak tangan sesudah berdoa kecuali orang-orang bodoh saja. [Fatawa Izz bin Abdussalam] (1)
Dalam fatwanya Al-Lajnah Ad-Daimah nenyatakan: Adapun mengusap wajah ketika selesai berdoa, sebagaimana dalam hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah rahimahullahu:
إِذَا دَعَوْتَ فَادْعُ اللهَ
بِبُطُوْنِ كَفَّيْكَ، وَلاَ تَدْعُ
بِظُهُوْرِهِمَا، فَإِذَا فَرَغْتَ
فَامْسَحْ بِهِمَا وَجْهَكَ
“Apabila engkau berdoa, maka berdoalah kepada Allah dengan kedua telapak tanganmu dan jangan berdoa dengan punggung tanganmu. Lalu jika engkau telah selesai, usaplah wajahmu dengan kedua telapak tanganmu.”
Maka hadits ini lemah, karena kelemahan Shalih bin Hassan, seorang perawinya. Dia didhaifkan oleh Al-Imam Ahmad, Ibnu Ma’in, Abu Hatim, dan Ad-Daruquthni rahimahumullah. Al-Imam Al-Bukhari rahimahullahu mengatakan tentangnya: “Munkarul hadits.”
Begitu pula hadits lain yang berkaitan mengusap wajah yang diriwayatkan oleh Al-Imam At-Tirmidzi rahimahullahu dari Umar ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhu, dalam sanadnya ada Hammad bin ‘Isa, dia bersendiri dalam meriwayatkan hadits dan dia seorang rawi yang lemah. Sehingga mengusap wajah setelah berdoa tidak benar penukilannya, baik dari sunnah qauliyyah ataupun amaliyyah. [Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 6/94-95] (2)
Penjelasan kedudukan hadits tentang mengusap wajah:
1. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika mengangkat kedua tangannya untuk berdo’a, tidaklah menurunkannya kecuali beliau mengusapkannya terlebih dahulu ke mukanya.
Penjelasan:
Hadits ini lemah. Diriwayatkan oleh At Tirmidzi (2/244), Ibnu ‘Asakir (7/12/2). Dengan sanad: Hammaad ibn ‘Isa al-Juhani dari Hanzalah ibn Abi Sufyaan al-Jamhi dari Salim ibn ‘Abdullah dari bapaknya dari ‘Umar ibn al-Khatthab. At Tirmidzi berkata: ”Hadits ini gharib, kami hanya mendapatkannya dari Hammad ibn ‘Isa Al Juhani. Dan dia menyendiri dalam meriwayatkan hadits ini. Dia hanya mempunyai (meriwayatkan) beberapa hadits saja, tapi orang-orang meriwayatkan darinya.” Bagaimanapun juga hadits ini lemah, berdasarkan pada perkataannya Al Hafidh Ibnu Hajar di dalam At Taqrib, dimana beliau menjelaskan tentang riwayat hidupnya dalam At Tahdzib: ”Ibnu Ma’in berkata: ’Dia adalah Syaikh yang baik’, Abu Hatim berkata: ’Lemah didalam (meriwayatkan) hadits’, Abu Dawud berkata: ’Lemah, dia meriwayatkan hadits-hadits munkar’. Hakim dan Naqash berkata: ’Dia meriwayatkan hadits-hadits yang tidak kuat dari Ibnu Juraij dan Ja’far Ash Shadiq’, Dia dinyatakan lemah oleh Ad Daraquthni, Ibnu Hibban mengatakan bahwa dia meriwayatkan sesuatu yang salah melalui jalur Ibnu Juraij dan Abdul Aziz bin Umar bin Abdul Aziz, tidaklah diperbolehkan untuk menjadikannya sebagai sandaran, Ibnu Makula berkata: ’mereka semua mencap hadits-hadits dari dia sebagai hadits lemah”.
Terdapat hadits yang sejenis dengan hadits 1:
”Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a dan mengangkat kedua tangannya, maka beliau mengusap wajahnya dengannya.”
Hadits ini Dha’if. Diriwayatkan oleh Abu Dawud (1492) dari Ibnu Lahi’ah dari Hafsh bin Hisyam bin ‘Utbah bin Abi Waqqash dari Sa’ib bin Yazid dari ayahnya. Ini adalah hadits dha’if berdasarkan pada Hafsh bin Hisyam karena dia tidak dikenal (majhul) dan lemahnya Ibnu Lahi’ah (Taqribut Tahdzib). Hadits ini tidak bisa dikuatkan oleh dua jalur hadits berdasarkan lemahnya hadits yang pertama.
2. ”Jika kamu berdo’a kepada Allah, kemudian angkatlah kedua tanganmu (dengan telapak tangan diatas), dan jangan membaliknya, dan jika sudah selesai (berdo’a) usapkan (telapak tangan) kepada muka.”
Penjelasan:
Hadits ini lemah. Diriwayatkan oleh Ibnu Majah (1181, 3866), Ibnu Nashr dalam Qiyaamul-Lail (hal. 137), Ath Thabarani dalam Al-Mu’jam al-Kabir (3/98/1) & Hakim (1/536), dari Shalih ibn Hassan dari Muhammad ibn Ka’b dari Ibnu ‘Abbas radiallaahu ‘anhu (marfu’).
Lemahnya hadits ini ada pada Shalih bin Hassan, sebagai munkarul hadits, seperti dikatakan Al Bukhari dan Nasa’i, ”Dia tertolak dalam meriwayatkan hadits”; Ibnu Hibban berkata:”Dia selalu menggunakan (mendengarkan) penyanyi wanita dan mendengarkan musik, dan dia selalu meriwayatkan riwayat yang kacau yang didasarkan pada perawi yang terpercaya”; Ibnu Abi Hatim berkata dalam Kitabul ‘Ilal (2/351): ”Aku bertanya pada ayahku (yaitu Abu Hatim al-Razi) tentang hadits ini, kemudian beliau berkata: ’Munkar’.”
Hadits dari Shalih bin Hasan ini diriwayatkan juga oleh jalur lain yaitu dari Isa bin Maimun, yaitu yang meriwayatkan dari Muhammad bin Ka’ab, seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Nashr. Tapi hal ini tidaklah merubah lemahnya hadits ini, sebab Isa bin Maimun adalah lemah. Ibnu Hibban berkata: ”Dia meriwayatkan beberapa hadits, dan semuanya tertolak”. An Nasa’i berkata:”Dia tidak bisa dipercaya”. Hadits dari Ibnu Abbas ini juga diriwayatkan oleh Abu Dawud (1485), dan Bayhaqi (2/212), melalui jalur ‘Abdul Malik ibn Muhammad ibn Aiman dari ‘Abdullah ibn Ya’qub ibn Ishaq dari seseorang yang meriwayatkan kepadanya dari Muhammad ibn Ka’b, dengan matan sebagai berikut:
”Mintalah kepada Allah dengan (mengangkat) kedua telapak tanganmu, dan minta pada-Nya dengan membaliknya, dan jika kau selesai, maka usaplah mukamu dengannya”.
Hadits ini sanadnya dha’if. Abdul Malik dinyatakan lemah oleh Abu Dawud. Dalam hadits ini terdapat Syaikhnya Abdullah bin Ya’qub yang tidak disebutkan namanya, dan tidak dikenal –Bisa saja dia adalah Shalih Bin Hassan atau Isa bin Maimun. Keduanya sudah dijelaskan sebelumnya.
Hadits ini juga diriwayatkan oleh Hakim (4/270) melalui jalur Muhammad ibn Mu’awiyah, yang berkata bahwa Mashadif ibn Ziyad al-Madini memberitahukan padanya bahwa dia mendengar hal ini dari Muhammad ibn Ka’b al-Qurazi. Adz Dzahabi menyatakan bahwa Ibnu Mu’awiyah dinyatakan kadzab oleh Daraquthni. Maka hadits ini adalah maudhu’. Abu Dawud berkata tentang hadits ini: ”hadits ini telah diriwayatkan lebih dari satu jalur melalui Muhammad ibn Ka’b; semuanya tertolak.”
Mengangkat kedua tangan ketika melakukan qunut memang terdapat riwayat dari Rasulullah tentangnya, yaitu ketika beliau berdoa terhadap kaum yang membunuh 15 pembaca Al Qur’an (Riwayat Ahmad (3/137) & Ath Thabarani Al-Mu’jamus-Shaghir (hal. 111) dari Anas dengan sanad shahih. Serupa dengan yang hadits yang diriwayatkan dari Umar dan yang lainnya ketika melakukan qunut pada sholat Witir. Namun mengusap muka sesudah do’a qunut maka tidaklah pernah dicontohkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, tidak juga dari para shahabatnya, ini adalah bid ’ah yang nyata.
Sedangkan mengusap muka setelah berdoa diluar sholat berdasarkan pada dua hadits. Dan tidaklah dapat dikatakan benar kedua hadits tersebut bisa menjadi hasan, seperti yang dikatakan oleh Al Manawi, berdasarkan pada lemahnya sanad yang ditemukan pada hadits tersebut. Inilah yang menjadikan alasan Imam An Nawawi dalam Al Majmu bahwa hal ini tidak dianjurkan, menambahkan perkataan Ibnu ‘Abdus-Salaam yang berkata bahwa ”Hanya orang yang sesat yang melakukan hal ini ”.
Bukti bahwa mengusap muka setelah berdo’a tidak penah dicontohkan adalah dikuatkan bahwa terdapat hadits-hadits yang tsabit yang menyatakan diangkatnya tangan untuk berdo’a, tapi tidak ada satupun yang menjelaskan mengusap muka setelahnya, dengan hal ini, wallahu a’lam, hal ini tidak diterima dan tidak pernah dicontohkan. (3)
Wallahu a’lam bish shawab.
________________
(1) Disalin dari buku Jahalatun Nas Fid Du’a edisi Indonesia Kesalahan Dalam Berdo’a, Penulis Ismail bin Marsyud bin Ibrahim Ar-Rumaih, Penerjemah Zainal Abidin, Penerbit Darul Haq. Lihat: http://www.almanhaj.or.id/content/1326/slash/0
(2) http://www.asysyariah.com/print.php?id_online=818
(3) Sumber : Kitab Irwa’ul Ghalil 2/178-182. Karya Syaikh Muhammad Nashiruddin al Albani. Lihat: http://jilbab.or.id/archives/88-lemahnya-hadits-mengusap-wajah-setelah-berdoa/
dari Abu 'Azzam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar